Pentingnya Tata Ruang Provinsi Bali

Provinsi Bali dibentuk pada tanggal 11 Agustus 1958 berdasarkan UU No. 64 Tahun 1956. Provinsi Bali merupakan sebuah ekosistem pulau kecil, dalam sebaran Kepulauan Indonesia yang menjadi bagian dari 34 buah provinsi di Indonesia. Dalam konteks nasional, nama Bali atau Provinsi Bali berada pada posisi yang sangat diperhitungkan, karena walaupun hanya merupakan sebuah pulau kecil yang tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah, namun Bali memiliki nilai keunikan dan keunggulan dari sisi budaya yang menjadi modal dasar pengembangannya. Modal dasar budaya tersebut telah membawa Bali sebagai salah satu destinasi wisata terkemuka di Indonesia.

Pesatnya pengembangan kegiatan kepariwisataan di Bali, memberikan konstribusi terciptanya lapangan kerja, yang telah memancing tingginya migrasi ke Pulau Bali terutama wilayah Bali bagian selatan yang datang dari wilayah lain di Bali maupun dari provinsi lainnya di Indonesia. Perkembangan Provinsi Bali, karena dampak pariwisata disamping telah menghasilkan kemajuan-kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan juga telah menimbulkan masalah pembangunan dan perkembangan wilayah yang tidak kecil. Permasalahan yang langsung dapat dirasakan adalah meningkatnya kebutuhan lahan untuk permukiman dan kepariwisataan, makin tingginya kecendrungan alih fungsi lahan sawah, berkurangnya tutupan lahan wilayah, kemacetan lalu lintas, meningkatnya lahan kritis, menurunnya tingkat pelayanan sarana dan prasarana wilayah, masalah sosial kependudukan dan lapangan kerja, serta memudarnya nilai-nilai budaya yang menjadi jatidiri wilayah dan masalah lainnya. Permasalahan-permasalahan tersebut jika tidak segera ditangani pada akhirnya akan menurunkan nilai budaya, kualitas lingkungan dan daya tarik Bali itu sendiri.

Konsekuensi dari sebuah wilayah yang menjadi destinasi wilayah adalah pemenuhan terhadap pelayanan sarana dan prasarana untuk wilayahnya sendiri disertai pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana kepariwisataan dan penunjangnya bagi wisatawan dengan tetap menjaga jatidiri budaya dan lingkungan alam Bali. Sebagai sektor ekonomi utama di Bali, pariwisata dituntut untuk mereduksi dampak negatif pembangunan kepariwisataan. Sementara itu pariwisata juga dituntut untuk tetap tumbuh dalam lingkungan yang sangat kompetitif, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kondisi ini menjadi tantangan berat bagi Provinsi Bali, terkait dengan pencapaian Visi Pembangunan yang telah dituangkan dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun 2005-2025 dan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2019 tentang RPJMD Provinsi Bali Tahun 2018-2023.

Dalam upaya mencapai pertumbuhan dan perkembangan wilayah Provinsi Bali yang yang berkualitas, aman, nyaman, produktif, berjatidiri, berdaya saing, dan berkelanjutan dalam rangka pelestarian alam, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan perlindungan Budaya Bali berlandaskan Tri Hita Karana dan Sat Kertih Loka Bali, maka diperlukan adanya Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) sebagai matra ruang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Semesta Berencana Provinsi Bali. Rencana tata ruang dimaksud merupakan pedoman dalam mengintegrasikan berbagai kepentingan sektor kegiatan yang memanfaatkan ruang wilayah Provinsi Bali.

Prinsip pencapaian tujuan penataan ruang wilayah Provinsi Bali adalah :

  1. Terwujudnya ruang wilayah Provinsi yang berkualitas, aman, nyaman, produktif, berjatidiri, berdaya saing dan berkelanjutan dalam rangka pelestarian alam, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan perlindungan Budaya Bali berlandaskan Tri Hita Karana dan Sat Kertih Loka Bali.
  2. keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
  3. keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi.
  4. keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan dan budaya Bali akibat pemanfaatan ruang.
  5. pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
  6. keseimbangan dan keserasian perkembangan antar wilayah kabupaten/kota.
  7. keseimbangan dan keserasian kegiatan antarsektor.
  8. pemanfaatan ruang yang tanggap terhadap mitigasi dan adaptasi bencana.