Konsep Ruang

Pemahaman orang Bali terhadap konsep ruang pada prinsipnya sama dengan masyarakat dunia yang lain di zaman dulu, yaitu terbatas pada ruang di bumi yang dipijaknya dan langit jagat raya yang ada di atasnya. Dalam bentuknya yang tradisional, konsep ruang tradisional di Bali kemudian berkembang dari Orientasi ruang: langit – bumi pada masa Bali Mula; gunung – laut pada masa Bali Aga; terbit – terbenamnya matahari pada masa Bali Arya/Majapahit (Gelebet, 1993: 5).

Konsep ruang memberikan penekanan pada pola keteraturan tata ruang baik secara vertikal maupun horisontal. Dalam Kebudayaan Bali, satu struktur disamping mencerminkan adanya integrasi juga mencerminkan adanya keterbukaan yang dinamis.

Dalam nilai budaya Bali terdapat konsep Bhuana Agung (makro kosmos) dan Bhuana Alit (mikro kosmos), yang selalu dijaga keselarasan keduanya. Dari dua konsep inilah di turunkan menjadi suatu pendekatan dalam tata ruang yang kemudian memberikan pengertian adanya jiwa dalam penataan ruang di Bali yang dikenal dengan konsep Tri Hita Karana yang terdiri dari unsur jiwa, tenaga dan fisik atau nisa dikaitkan dengan Parahyangan (hubungan antara Sang Maha Agung dengan Manusia), Pawongan (hubungan sesama manusia) dan Palemahan (hubungan antara manusia dan alam).

Konsep Ruang Bali

Landasan sistem nilai terdapat tata ruang memberikan penekanan pada makna, dalam konteks penataan ruang yang berbudaya, secara taksonomi dibedakan atas dasar dan nilai instrumental.

  • Nilai Dasar, yang mencakup nilai religius, nilai estetis, nilai solidaritas (gotong royong) dan nilai keseimbangan.
  • Nilai instrumental, yang mencakup seperangkat sistem nilai yang mendukung dinamika adaptif (supel-luwes-dinamis) dan fleksibel sesuai dengan adigium desa, kala, patra.

Landasan struktural tata ruang memberikan penekanan pada pola keteraturan tata ruang baik secara vertikal maupun horiontal. Dalam kebudayaan Bali, satu struktur di samping mencerminkan adanya keterbukaan yang dinamis.

Konsep-konsep pokok yang berkaitan dengan struktur ruang antara lain :

  • Konsep Tri Hita Karana yang terdiri dari Parhyangan (Tuhan), Pawongan (Manusia), dan Palemahan (Lingkungan);
  • Sad Kerthi yang memiliki arti enam hal yang patut dibangun menyangkut kehidupan alam dan lingkungan serta kehidupan, manusia baik manusia secara individu maupun manusia secara bersama-sama. Enam hal tersebut adalah Atma Kerthi, Segara Kerthi, Wana Kerthi, Danu Kerthi. Jagat Kerthi dan Jana Kerthi yang dalam pembangunan harus berjalan seimbang.
Nangun Sat Kerthi Loka Bali
  • Konsep Rwa Bhineda memberikan orientasi (luan-teben, kaja-kelod) dan juga laxokeromi (sakral-profan, baik-buruk);
  • Konsep Tri Bhuwana dan Tri Angga memberikan orientasi vertikal bhur-bhwah-swah dan uttama, madhyama, kanishta;
  • Pola Tri Mandala yang memberikan orientasi horizontal uttama-madhyama-kanishta;
  • Konsep Catuspatha merupakan ungkapan pola ruang salib sumbu, sebagai persilangan sumbu bumi dengan sumbu matahari, yang berorientasi ke titik pusat perempatan jalan (Pempatan Agung) di pusat pemukiman
  • Konsep Nawa Sanga dan Padma Bhuwana memberikan kekuatan dan simbol pada struktur yang menggambarkan adanya pola struktur dan keterikatan antar komponen struktur;
  • Konsep Dinamika yaitu suatu struktur dalam kebudayaan Bali yang berkaitan dengan ruang, diartikan selain memiliki pola dan keteraturan, juga memiliki sifat supel, luwes dan dinamis.