Bhisama Untuk Menata Lingkungan Sekala dan Niskala

Bhisama Kesucian Pura bertujuan untuk menata hubungan antara kehidupan Sekala dan Niskala agar tujuan membangun jiwa dan badan jasmani untuk mewujudkan Indonesia yang raya dapat berhasil. Hahekat kehidupan beragama menurut Hindu adalah untuk membangun daya spiritualitas yang bersifat Niskala. Dengan daya spiritualitas itu dibangun kecerdasan intelektualitas untuk melandasi kepekaan emosional mewujudkan kesucian atman dalam perilaku nyata. Dengan demikian perilaku nyata (sekala) sebagai perwujudan kesucian niskala. Ini artinya hubungan korelasi antara perilaku Sekala dan Niskala menjadi sejalan. Pembangunan bidang fisik material seperti pembangunan ekonomi yang bersifat Sekala tidak bertentangan dengan kesucian Niskala, seperti keberadaan Pura sebagai sarana pembangun Niskala.

Pembangunan Sekala yang mengabaikan nilai-nilai kesucian Niskala justru dapat merusak keadaan di Sekala. Dengan mengabaikan aspek Niskala dapat memicu berbagai kerusakan di muka bumi ini. Dengan bergesernya orientasi hidup manusia dari mencari ketenangan bergeser mencari kesenagan indriawi menyebabkan kehidupan manusia di post modern ini. Bumi ini jangan terlalu di exploitasi untuk kenikmatan sesaat untuk kaya dan mewah. Kalau semula lahan kita exploitasi untuk mendatangkan duit maka akan merusak lingkungan hidup kita. Kalau muka bumi terlanjur rusak maka generasi kita akan mendrita sepanjang jaman.

Prof. Dr. Emil Salim mantan Menteri Lingkungan Hidup menyatakan bahwa sudah terjadi sepuluh jenis kerusakan di muka bumi ini disebabkan oleh ulah manusia, seperti naiknya suhu bumi yang berpengaruh pada perubahan iklim. Gas-gas karbon yang berasal dari pembakaran minyak fosil di daratan dilepas ke udara dan membentuk semacam “selimut bumi” yang menahan panas bumi untuk naik ke udara lebih tinggi dan memantulkan kembali panas itu ke bumi sehingga suhu bumi naik. Dengan naiknya suhu bumi ikut dipengaruhi iklim global yang sekarang terus tidak menentu. Musim hujan dirasakan melewati batas waktunya, sedangkan musim kering dirasakan jauh lebih kering dari biasanya. Gas-gas karbon itu muncul dari mesin mobil, mesin pabrik, dan mesin-mesin lainya yang semakin dibutuhkan oleh manusia modern untuk memenuhi keinginannya hidup enak bersenang-senang. Gaya hidup seperti itulah yang disebut gaya hidup “hedonis” yang amat boros dengan sumber-sumber alam seperti bijih besi, minyak bumi, timah, mangaan, dan sumber-sumber mineral yang tak terbarukan. Dari banyaknya mesin itulah muncul gas-gas karbon yang sampai melebihi ambang batas. Inilah yang menyebabkan iklim menjadi tidak menentu. Dampak tidak menentunya iklim cukup serius bagi kehidupan pada umumnya terutama bagi kehidupan pertanian.

Pemyataan Prof. Dr. Emil Salim ini dituangkan dalam tulisannya berjudul “Meningkatkan Daya Dukung Lingkungan”. Tulisan ini dimuat dalam buku: Alumni FEUI Dan Tantangan Masa Depan (1995). Dalam tulisan tersebut Prof. Dr. Emil Salim menjelaskan terjadinya sepuluh kerusakan muka bumi ini disebabkan bergesernya gaya hidup manusia dari needs ke wants. Maksudnya dari hidup berdasarkan kebutuhan telah bergeser menjadi hidup berdasarkan keinginan. Hal ini menyebabkan ada pihak yang hidup berlebihan. Karena ada yang hidupnya berlebihan, maka ada yang hidupnya kekurangan. Tahun 1850 penduduk dunia hanya 1,25 miliar jiwa. Dalam seratus tahun yaitu pada th 1950 penduduk dunia 2,5 milyar jiwa. Tetapi dalam waktu 40 th yaitu th 1990 penduduk dunia menjadi 5 milyard jiwa. Dahulu untuk mencapai pertambahan penduduk seratus persen membutuhkan waktu seratus tahun. Selanjutnya hanya membutuhkan waktu 40 th jumlah penduduk sudah dua kali lipat. Th 2000 sudah menjadi 6,1 milyard jiwa, di saat penduduk masih sedikit, dengan pertumbuhan lambat, serta berkeinginan yang masih sederhana. Selanjutnya penduduk yang semakin banyak dengan keingian yang semakin banyak pula. Yang paling parah adalah sumber daya alam dieksploitasi secara berlebihan sampai menimbulkan rusaknya alam tersebut demi memenuhi keinginan manusia yang ingin hidup nikmat tetapi merusak alam. Yang parah adalah tidak menentunya iklim di bumi ini.

Adapun sepuluh kerusakan bumi menurut Emil Salim dalam tulisannya yang berjudul: Meningkatkan Daya Dukung Lingkungan pada buku: Alumni FEUI Dan Tantangan Masa Depan: Beragam Pemikiran diterbitkan oleh PT. Gramedia Pustaka Jakarta th 1995 adalah sbb:

  1. Meningkatnya polusi udara dengan dampak negatifnya pada infeksi saluran pemapasan manusia. Hal ini terjadi karena hampir disemua kota baik di negara maju maupun negara berkembang sudah tampak kongesti kota dengan kemacetan lalu lintas yang semakin serius. Infeksi saluran pemapasan akibat polusi ini tercatat sebagai pembunuh bayi yang paling kejam di bumi ini.
  2. Terjadinya penyusutan air tawar baik dipermukaan maupun di dalam perut bumi akibat dari penyedotan air tawar melebihi kemampuan alam melalui curah hujan untuk memperbaharui sumber alam dari air tersebut. Hampir semua kegiatan manusia memerlukan air tawar, seperti pertanian, perikanan, kehutanan, perkebunan, industri, pariwisata, pusat listrik tenaga air dan tenaga uap, angkutan perhubungan, perumahan dan seterusnya. Sumber alam air tawar tidak saja menyusut dalam volumenya, tetapi kadar air itu sendiri kemudian ikut dicemari oleh ulah pebuatan manusia sehingga membawa kematian pada kehidupan biologis dalam air dan penyakit serta maut bagi manusia.
  3. Naiknya permukaan laut di seantero bumi akibat naiknya suhu bumi sebagai kelanjutan dari perubahan iklim global. Oleh karena laut dipakai secara intensif sebagai sarana angkutan maka permukaan laut juga menderita dampak pencemaran dari kapal-kapal yang membuang muatan kotornya (ballast) ke dalam laut.
  4. Penggundulan hutan untuk memenuhi kebutuhan manusia atas ruang bagi keperluan pertanian, industri, pariwisata, pemukiman, dll. Setiap kegiatan manusia memerlukan ruang dan hanya hutan yang menyimpan ruang. Dalam persaingan merebut ruang itu, kepentingan hutan sering tersingkir oleh kepentingan di luar kehutanan.
  5. Terjadi penyusutan keaneka ragaman hayati. Jika kepentingan manusia yang hidup dalam hutan saja sudah tidak digubris apa lagi kepentingan isi hutan lainya seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, organisme mikro dll.
  6. Semakin banyak turunnya hujan asam (acid rain) sebagai hasil proses kimiawi antara butir-butir dengan bahan pencemar dari kegiatan manusia, seperti karbon oksida dan lain-lainya yang berlangsung di udara. Hasil pencemaran dari Jerman misalnya mengakibatkan turunnya hujan asam di negara-negara Skandinavia. Hujan asam ini mengakibatkan matinya pohon yang dimulai dari pembusukan pucuk pohon.
  7. Naiknya suhu bumi dengan pengaruhnya pada perubahan iklim. Gas-gas karbon yang berasal dari pembakaran minyak fosil di daratan dilepas keudara dan membentuk semacam “selimut bumi” yang menahan panas bumi untuk naik ke udara lebih tinggi dan memantulkan kembali panas itu ke bumi sehingga suhu bumi naik. Dengan naiknya suhu bumi ikut mempengarahi iklim global yang sekarang sudah semakin tidak menentu. Musim hujan melewati batas waktunya dan musing kering menjadi lebih kering dari biasanya. Dampak perubahan iklim cukup serius bagi pertanian.Petani sulit memperhitungkan musim tanamnya secara tepat.
  8. Ada proses terjadinya pengguranan pasir. Artinya ada gejala semakin meluasnya gurun pasir di bumi ini. Karena hewan memakan ramput dan tanaman secara berlebihan sampai keakar-akamya, dan manusia mengeksploitasi lahan subur secara berlebihan maka kwalitas tanah berubah menjadi gurun pasir.
  9. Semakin menumpuknya timbunan sampah, limbah cair, limbah padat, dan gas yang semakin banyak di bumi ini. Dengan meningkatnya pembangunan, tidak saja produksi barang saja yang naik, tetapi juga naiknya jumlah produk sampingan berupa sampah dan limbah. Yang mencemaskan adalah naiknya pula limbah beracun dan berbahaya.

Terjadinya proses semakin menipisnya lapisan ozon di udara akibat dimakannya lapisan ini oleh gas chloro fluor carbon yang berasal dari industri. Kadar pencemaran industri dan konsumsi di bumi ini sudah begitu tinggi sehingga sampai menipiskan lapisan ozon di angkasa.

Sebagian isi tulisan Prof. Dr. Emil Salim dikutip untuk mengingatkan kita agar dalam melakukan perbuatan di bumi ini tidak sembarangan. Karena pandangan Hindu (Weda dan Sastranya) dengan pandangan para akhli mengenai pemeliharaan alam sangat sejalan.

Bhisama Kesucian Pura bukan merupakan halangan umat untuk membangun kesejahtraannya. Justru Bhisama tersebut adalah untuk melindungi alam sebagai sumber utama dari kesejahteraan umat. Yang boleh dibangun di kawasan suci itu adalah mengembangkan tumbuh-tumbuhan, terutama “tanem tuwuh” agar tanah, air, dan udara menjadi sumber kesejahteraan. Dari sanalah umat manusia akan mendapatkan kesejahteraan selanjutnya. Keluarnya Bhisama untuk memberi landasan yang lebih tegas pada penerapan filosofi Tri Hita Karana yang sudah menjadi pegangan para leluhur umat Hindu di Bali pada masa lampau. Tri Hita Karana pada jaman ini banyak diabaikan pelaksanaannya tetapi dipuji-puji dalam wacana.

Bhisama Kesucian Pura bukan merupakan halangan umat untuk membangun kesejahtraannya. Justru Bhisama tersebut adalah untuk melindungi alam sebagai sumber utama dari kesejahteraan umat. Yang boleh dibangun di kawasan suci itu adalah mengembangkan tumbuh-tumbuhan, terutama “tanem tuwuh” agar tanah, air, dan udara menjadi sumber kesejahteraan. Dari sanalah umat manusia akan mendapatkan kesejahteraan selanjutnya. Keluarnya Bhisama untuk memberi landasan yang lebih tegas pada penerapan filosofi Tri Hita Karana yang sudah menjadi pegangan para leluhur umat Hindu di Bali pada masa lampau. Tri Hita Karana pada jaman ini banyak diabaikan pelaksanaannya tetapi dipuji-puji dalam wacana.

Dengan demikian diperlukan sosialisasi secara luas kepada seluruh komponen masyarakat sehingga diperoleh persepsi yang sama tentang makna Bhisama, kemudian dapat direalisasikan dalam konteks pembangunan, kesejahteraan umat.