Falsafah Ruang

Falsafah ruang di Bali berkembang dari ajaran Tat Twam Asi dalam Hindu (Gelebet, 1993: 5). Tat Twam Asi berarti “itu adalah aku”. Inti ajaran Tat Twam Asi adalah menjaga keharmonisan dalam kehidupan, terhadap segala bentuk ciptaan Tuhan, termasuk dunia ini. Tat Twam Asi, juga mengandung makna menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang telah diciptakan oleh Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa sebagai suatu keharusan dan kebutuhan demi terwujudnya hidup rukun yang damai, harmonis serta anandham sebagai wujud nyata negara yang  mejemuk. 

Dalam  Atharva Weda dinyatakan: Atharva Weda uttabhita bhumih, Suryena utttabhita dyauh, Rtena aditas tisthanti,  Divi soma adhi sritah (Atharva Weda, XIV.I.I). Artinya: Kebenaran atau kejujuran menyangga bumi, Matahari menyangga langit, hukum-hukum alam menyangga matahari. Tahun meresapi seluruh lapisan udara yang meliputi atmosfir.

Satyam brhad  rtam ugra diksa, Tapo brahma yajnah prthivim dharayanti, Sa no bhutasya bhavyasya patni, Urum lokam  prthivinah krnotu (Atharva Weda. XII.I.I). Artinya: Kebenaran, kejujuran yang agung,hukum-hukum alam yang tidak bisa diubah, pengabdian diri, tapa atau pengekangan diri pengetahuan dan persembahan Yadnya yang  menopang bumi, bumi senantiasa melindungi kita. Semoga  dibumi menyediakan ruangan yang luas untuk kita.


Dalam keyakinan Hindu, dunia (alam semesta) ini diciptakan Tuhan dalam manifestasinya sebagai Brahma (Parisadha Hindu Dharma, 1968: 21), sehingga dunia ini disebut sebagai “Telur Brahma” (Brahma-Anda = Brahmanda). Dalam hal ini kita menemukan konsep ruang arsitektur dalam arti yang sejati, yakni konsep ruang yang diilhami oleh kedalaman jiwa manusia yang peka dimensi kosmologi, yang tumbuh dari penghayatan keagamaan (Mangunwijaya, 1988: 55).
Dalam kaitannya dengan ruang, ajaran Tat Twam Asi mengandung makna konsep ruang dalam keseimbangan kosmos (balance cosmologi). Dalam hal ini ruang makro (Bhuwana Agung) senantiasa harus seimbang dengan ruang mikro (Bhuwana Alit). Di dalam makrokosmos, terdapat tiga struktur ruang secara vertikal yang dianalogikan sebagai tiga dunia (Tribhuwana). Struktur ruang Tri Bhuwana atau Tri Loka ini terdiri dari: Bumi dan alam lingkungannya sebagai “alam paling bawah”, disebut Bhur loka; “Alam tengah” adalah alam roh-roh suci, disebut Bhuwah loka; dan “Alam atas” adalah alam para Dewa, disebut Swah loka (Parisada Hindu Dharma, 1968: 22). Struktur Tri Bhuwana dalam kosmos juga dapat dianalogikan dengan “litosfir” untuk “alam bawah”, “hydrosfir” untuk “alam tengah” dan “atmosfir” untuk “alam atas”.
Falsafah Tri Bhuwana kemudian dijabarkan ke dalam konsep Tri Hit Karana, yang pendekatannya dilakukan ke dalam perencanaan ruang secara makro (macro planing) dan perencanaan ruang mikro (micro design) menjadi tiga kelompok ruang (Tri Mandala): ruang sakral – ruang untuk aktivitas manusia – ruang yang bersifat pelayanan/servis.
Pengelompokan ruang ini berlaku dari lingkungan terbesar sampai elemen ruang terkecil.

Falsafah Ruang


Sedangkan secara filosofis, Tri Hita Karana, berasal dari tiga kata, yaitu Tri adalah tiga, Hita adalah kemakmuran, baik, gembira, senang, dan lestari; dan Karana adalah sebab musabab. Dari tiga kata tersebut maka arti Tri Hita Karana adalah tiga penyebab kehidupan (gembira, baik). Unsurnya adalah atma (jiwa atau zat penghidup), Prana (tenaga), Angga (jasad/fisik). Pada alam semesta (Bhuwana Agung) memiliki jiwa yaitu praatma (Sang Pencipta) dan Khaya yaitu segala bentuk tenaga alam yaitu seperti tenaga laut, angin, panas bumi, dan lain-lain, sedangkan angga yaitu segenap materi yang terdapat dalam bumi yang disebut dengan sebutan Panca Maha Bhuta. Jika ketiga unsur ini dalam satu kesatuan dan seimbang maka kehidupan manusia dan alam semesta akan lebih optimal dan kebahagiaan akan tercapai.