Memahami Kerusakan Terumbu Karang dan Mangrove: Peran Kearifan Lokal Bali

Kerusakan terumbu karang dan mangrove merupakan isu lingkungan yang semakin mendesak dan memerlukan pemahaman mendalam. Di Provinsi Bali, kearifan lokal memiliki peran penting dalam melibatkan masyarakat dalam upaya pelestarian. Artikel ini akan membahas penyebab umum kerusakan terumbu karang dan mangrove di Bali serta bagaimana kearifan lokal dapat menjadi solusi yang berkelanjutan.

Kerusakan terumbu karang umumnya disebabkan oleh kegiatan-kegiatan perikanan yang bersifat destruktif seperti penggunaan bahan-bahan peledak, bahan beracun sianida dan aktivitas penambangan karang untuk bahan bangunan, penambatan jangkar perahu, serta akibat dari sedimentasi (meningkatnya erosi dari lahan daratan).

Penyebab Umum Kerusakan Terumbu Karang:

  1. Penggunaan Bahan Peledak: Praktik perikanan dengan menggunakan bahan peledak merusak terumbu karang secara fisik dan kimia. Ledakan merusak struktur terumbu dan substansi kimia dapat meracuni lingkungan.
  2. Penangkapan Ikan yang Merusak: Penggunaan alat tangkap yang merusak seperti trawl dan pukat hela dapat merusak terumbu karang. Penangkapan yang tidak berkelanjutan menyebabkan rusaknya ekosistem laut.
  3. Penambangan Karang: Kegiatan penambangan karang untuk bahan bangunan mengancam keberlanjutan terumbu karang. Ini merusak habitat dan mengurangi ketahanan terumbu.
  4. Sedimentasi dan Erosi: Peningkatan erosi dari lahan daratan, terutama akibat pertanian dan pembangunan, mengakibatkan peningkatan sedimentasi. Endapan ini dapat merusak terumbu karang

Berdasarkan survei line transect yang dilakukan oleh P3O LIPI (lihat Gambar), penutupan karang hidup hanya tinggal sekitar 6,20% terumbu karang Indonesia yang masih berada dalam kondisi sangat baik, 23,72% dalam kondisi baik, 28,30 % kondisi rusak dan 41,78 % dalam kondisi rusak berat (Suharsono 1998). Padahal terumbu karang mempunyai fungsi ekonomi antara lain penunjang kehidupan laut yang kaya, tempat penangkapan berbagai jenis biota laut konsumsi dan berbagai jenis ikan hias, penyedia makanan dan tempat mencari makan berbagai biota laut. Di samping itu mempunyai fungsi sebagai pelindung pantai dan mempunyai potensi untuk pariwisata.

Persentase kerusakan terumbu karang di Indonesia

Penyebab Umum Kerusakan Mangrove:

  1. Konversi Lahan: Pembukaan lahan mangrove untuk pembangunan atau pertanian dapat menyebabkan hilangnya habitat mangrove. Ini mengurangi ketersediaan tempat berlindung dan berkembang biak bagi berbagai spesies.
  2. Pembuangan Limbah: Pembuangan limbah industri dan domestik dapat meracuni air di sekitar hutan mangrove. Zat kimia berbahaya dapat merusak ekosistem mangrove.
  3. Perubahan Penggunaan Lahan: Perubahan penggunaan lahan, seperti pembangunan pariwisata, dapat mengancam ekosistem mangrove. Pembangunan infrastruktur dapat merusak keseimbangan ekologis.

Ekosistem hutan mangrove juga mengalami degradasi yang cukup mengkhawatirkan. Selama periode 1980-2014 telah terjadi penurunan luas hutan mangrove dari sekitar 5,5 juta ha menjadi sekitar 3,6 juta ha. Penyebab penurunan itu adalah peningkatan kegiatan yang mengonversi hutan mangrove menjadi peruntukan lain; seperti pembukaan tambak, pengembangan kawasan industri dan permukiman di kawasan pesisir serta penebangan hutan mangrove untuk kebutuhan kayu bakar, arang, dan bahan bangunan.

Fungsi Mangrove

Padahal, mangrove mempunyai beberapa fungsi fisik, ekonomi, dan ekologis sebagai berikut. Pertama, sebagai pelindung pantai mengingat sistem perakarannya yang dapat meredam ombak, arus, serta menahan sedimen. Dalam beberapa kasus, penggunaan vegetasi mangrove untuk penahan erosi lebih murah dan memberikan dampak ikutan yang menguntungkan dalam hal meningkatkan kualitas perairan di sekitarnya, dimana hal ini tidak bisa diperoleh dari penggunaan struktur bangunan keras. Mangrove dapat juga berfungsi untuk melindungi pantai dari hempasan badai dan angin.

Kedua, mangrove juga berfungsi meredam pasang laut dan rob (lihat Gambar). Dari gambar tersebut terlihat bahwa kedalaman air laut di depan mangrove lebih besar daripada di belakang mangrove. Sebab, perakaran mangrove mampu mengurangi energi arus atau aliran pasang surut melalui mekanisme peningkatan koefisien gesekan.

Mangrove mampu meredam pasang laut dan rob.

Ketiga, keberadaan mangrove juga mampu meredam energi gelombang (lihat Gambar). Pengurangan energi tersebut akibat gesekan, turbulensi, dan pecahnya gelombang yang terjadi di akar, batang, dan ranting mangrove.

Keempat, ekosistem mangrove memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Menurut Soemodihardjo et al (1993), jenisjenis tumbuhan yang ada di hutan mangrove Indonesia mencakup sekitar 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit, dan 2 jenis parasit.

Kelima, mangrove juga menunjang kegiatan perikanan, baik tangkap maupun budidaya. Hal itu tak terlepas dari peran hutan mangrove sebagai kawasan pemijahan, daerah asuhan, dan mencari makan bagi ikan, udang, dan kerang-kerangan. Mangrove juga melindungi dan melestarikan habitat perikanan serta mengendalikan dan menjaga keseimbangan rantai makanan di pesisir.

Peran Kearifan Lokal Bali dalam Pelestarian:

  1. Sistem Aklamasi Tradisional: Masyarakat Bali memiliki sistem aklamasi tradisional yang mengatur pengelolaan sumber daya alam, termasuk terumbu karang dan mangrove. Kearifan lokal ini dapat diintegrasikan dengan prinsip-prinsip konservasi modern.
  2. Pola Usaha Tradisional: Mendukung pola usaha tradisional yang berkelanjutan, seperti perikanan skala kecil yang menggunakan metode tangkap yang ramah lingkungan.
  3. Konservasi Mangrove Lokal: Melibatkan masyarakat lokal dalam program konservasi mangrove. Pemberdayaan masyarakat untuk mengelola dan melindungi hutan mangrove di sekitar mereka.
  4. Edukasi Lingkungan: Penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pelestarian terumbu karang dan mangrove. Kesadaran akan manfaat ekosistem ini dapat meningkatkan partisipasi dalam upaya pelestarian.
  5. Kolaborasi dengan Pihak Terkait: Kearifan lokal dapat berperan dalam memfasilitasi kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan LSM untuk menciptakan rencana pelestarian yang holistik.

Dengan menggabungkan kearifan lokal Bali dengan solusi modern yang berkelanjutan, diharapkan dapat diciptakan model pelestarian yang efektif dan berdampak positif pada keberlanjutan terumbu karang dan mangrove di Provinsi Bali. Keberhasilan ini memerlukan komitmen bersama untuk melibatkan masyarakat dan menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan.

About tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN

View all posts by tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN →