Melibatkan Tradisi dan Regulasi: Ketentuan Ketinggian Bangunan di Bali dan Implikasinya terhadap Arsitektur Tradisional

Pendahuluan

Pulau Bali, dengan kekayaan budaya dan tradisi arsitektur yang unik, menghadapi tantangan signifikan seiring dengan pesatnya perkembangan modern. Salah satu aspek utama yang menjadi fokus perhatian adalah ketentuan ketinggian bangunan di Bali. Dalam upaya mempertahankan keberlanjutan dan memelihara identitas adat-budaya melalui arsitektur tradisional Bali, keseimbangan antara pengembangan modern dan pelestarian warisan lokal menjadi prioritas utama.

Arsitektur tradisional Bali tidak hanya mencerminkan keahlian konstruksi, tetapi juga merupakan pengejawantahan dari filosofi dan kearifan lokal. Bangunan rendah, bahan alam, dan ornamen artistik menciptakan sebuah harmoni dengan lingkungan alam dan budaya Bali.

Ketentuan ketinggian bangunan di Bali menjadi titik sentral dilema antara memfasilitasi perkembangan ekonomi dan kebutuhan infrastruktur modern dengan pelestarian nilai-nilai budaya dan lingkungan. Menjaga ketinggian bangunan menjadi langkah penting untuk melibatkan pembangunan yang berkelanjutan.

Keterlibatan masyarakat lokal dalam proses pengambilan keputusan sangat penting. Partisipasi aktif dari masyarakat dapat membantu menentukan arah pembangunan yang sesuai dengan nilai-nilai lokal dan memastikan keberlanjutan kehidupan tradisional.

Kebijakan dan regulasi yang mendukung pelestarian arsitektur tradisional perlu aksi nyata. Ketentuan ketinggian bangunan yang memperhatikan karakteristik lokal, filosofi, dan kearifan tradisional harus terimplementasikan dengan baik.

Dalam menghadapi tantangan pengembangan modern, Pulau Bali memiliki tanggung jawab untuk mempertahankan dan melestarikan keunikannya. Melibatkan masyarakat, merumuskan regulasi yang bijaksana, dan menjaga keseimbangan antara tradisi dan inovasi adalah langkah-langkah kunci untuk memastikan bahwa arsitektur Bali tetap menjadi ekspresi dari kekayaan budaya dan spiritual yang telah ada selama berabad-abad.

Perda RTRWP Bali dan Ketinggian Bangunan

Pasal 100
(1) Dalam rangka menjaga harmonisasi Ruang udara Wilayah, keselamatan dan keamanan penerbangan, menjaga kesakralan tempat suci, menjaga kenyamanan Masyarakat, serta menjaga daya saing keunikan lansekap alam Bali, ditetapkan arahan ketinggian bangunan di Wilayah Provinsi.
(2) Arahan ketinggian bangunan secara umum di Wilayah Provinsi dibatasi maksimum 15 m (lima belas meter) diatas permukaan tanah tempat bangunan didirikan.
(3) Dalam rangka memberikan kelonggaran pengembangan kreativitas bentuk atap arsitektur tradisional Bali dan modifikasinya, ketinggian bangunan dihitung dari permukaan tanah sampai dengan perpotongan bidang tegak struktur bangunan dan bidang miring atap bangunan.
(4) Bangunan-bangunan yang ketinggiannya dapat melebihi 15 m (lima belas meter) berupa:
a. bangunan terkait navigasi bandar udara dan penerbangan;
b. bangunan terkait peribadatan;
c. bangunan terkait pertahanan kemananan;
d. bangunan mitigasi bencana dan penyelamatan;
e. bangunan khusus terkait pertelekomunikasian;
f. bangunan khusus pemantau bencana alam;
g. bangunan khusus menara pemantau operasional dan keselamatan pelayaran;
h. bangunan khusus pembangkit dan transmisi tenaga listrik;
i. bangunan rumah sakit untuk mengakomodasi penyediaan Ruang untuk jaringan infrastruktur terkait rumah sakit dengan ketentuan jumlah lantai paling tinggi 5 (lima) lantai; dan
j. bangunan khusus lainnya pada Kawasan khusus yang ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
(5) Bangunan khusus yang ketinggiannya boleh melebihi 15 m (lima belas meter) diprioritaskan pengembangannya di luar Kawasan Lindung, di luar KP2B, di luar Kawasan Permukiman tradisional, kecuali untuk jaringan infrastruktur sesuai ketentuan.
(6) Pengaturan Pemanfaatan Ruang udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) memperhatikan pengelolaan Ruang udara nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 100 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2023-2043

Pasal 100 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2023-2043 memberikan arahan yang jelas terkait ketinggian bangunan di Wilayah Provinsi Bali. Berikut adalah analisis dan poin-poin kunci dari pasal tersebut:

  1. Harmonisasi Ruang Udara: Pasal ini menekankan pentingnya menjaga harmonisasi ruang udara di Wilayah Provinsi Bali. Faktor-faktor seperti keselamatan penerbangan, kesakralan tempat suci, kenyamanan masyarakat, dan daya saing keunikan lansekap alam menjadi dasar dalam menetapkan arahan ketinggian bangunan.
  2. Batasan Ketinggian Bangunan: Arahan ketinggian bangunan secara umum dibatasi maksimum 15 meter di atas permukaan tanah tempat bangunan didirikan.
  3. Kelonggaran untuk Arsitektur Tradisional Bali: Pasal ini memberikan kelonggaran kreativitas dalam bentuk atap arsitektur tradisional Bali. Ketinggian bangunan dari permukaan tanah hingga perpotongan bidang tegak struktur bangunan dan bidang miring atap bangunan. Hal ini memberikan ruang bagi pengembangan kreativitas dan identitas lokal.
  4. Pengecualian Ketinggian Bangunan: Bangunan-bangunan tertentu yang terkait dengan navigasi bandar udara, peribadatan, pertahanan keamanan, mitigasi bencana, pemantauan operasional dan keselamatan pelayaran, pertelekomunikasian, pemantau bencana alam, pembangkit dan transmisi tenaga listrik, serta rumah sakit dapat melebihi batas ketinggian 15 meter.
  5. Prioritas Pengembangan Bangunan Khusus: Bangunan khusus yang melebihi 15 meter diprioritaskan untuk pengembangan di luar Kawasan Lindung, luar KP2B, dan luar Kawasan Permukiman Tradisional. Hal ini menunjukkan perhatian terhadap pelestarian lingkungan dan kearifan lokal.
  6. Pemanfaatan Ruang Udara Nasional: Pasal ini menekankan bahwa pengaturan pemanfaatan ruang udara harus memperhatikan pengelolaan ruang udara nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ini menunjukkan koordinasi dengan tingkat nasional dalam mengelola ruang udara.

Pasal 100 memberikan landasan hukum yang kuat untuk mengatur ketinggian bangunan di Provinsi Bali. Adanya pengecualian untuk bangunan khusus memastikan bahwa pembangunan yang melebihi batas tetap memperhatikan kepentingan masyarakat dan lingkungan sekitar.

Kesimpulan

Sejalan dengan perkembangan dan penyesuaian ketentuan ketinggian bangunan di Bali, penting untuk memastikan bahwa arsitektur tradisional tetap lestari. Dengan melibatkan semua pihak, Bali dapat meraih pertumbuhan yang berkelanjutan tanpa kehilangan keunikannya.

About tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN

View all posts by tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN →