Konsep Tempat Kediaman Masyarakat Bali: Keberagaman Penamaan dan Fungsi

Masyarakat Bali memiliki keunikan dalam penamaan dan konsep tempat kediaman, yang mencerminkan struktur sosial dan kepercayaan budaya yang kaya. Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat perbedaan penamaan tempat kediaman antara warga biasa, raja atau bangsawan, dan para brahmana. Selain itu, konsep tempat pemujaan juga menjadi bagian integral dalam tata ruang masyarakat Bali.

1. Umah: Tempat Kediaman Warga Biasa

Tempat kediaman warga biasa dalam masyarakat Bali terkenal sebagai “umah.” Umah terdiri atas beberapa bale dengan natah atau natar (pelataran). Struktur ini mencerminkan tatanan kehidupan masyarakat sehari-hari. Meskipun tidak sebesar dan semegah tempat kediaman yang lain, umah tetap menjadi pusat kehidupan seorang warga.

2. Puri: Kediaman Raja atau Bangsawan

Puri adalah istilah untuk menyebut tempat kediaman raja atau bangsawan. Bangunan Puri mengikuti konsep “sangama ala,” yang merupakan pengembangan dari konsep mancapat. Puri tersusun ke dalam delapan bagian sesuai dengan arah mata angin, dan bagian tengahnya menjadi pusat. Setiap bagian tersebut sebagai “palebahan” dan sekelilingnya terlindungi oleh panyengker atau tembok keliling, membentuk kompleks bangunan yang tersendiri. Puri memiliki pamedal atau pintu penghubung antar palebahan.

3. Gria atau Ashrama: Tempat Kediaman Brahmana

Tempat kediaman para brahmana terkenal sebagai “gria” atau “ashrama.” Contoh tempat seperti kompleks Gunung Kawi di Kintamani atau kompleks Goa Gajah di Badahulu menggambarkan kediaman para brahmana. Meskipun berbeda dalam penamaan, pada dasarnya, perbedaan ini hanyalah terletak pada lingkup status dan luas kawasan kediaman semata.

4. Tempat Pemujaan: Sanggah, Pamarajan, dan Palinggih

Pada tingkat masyarakat biasa atau warga Jaba, tempat pemujaan terkenal sebagai “sanggah” atau “sanggar.” Sementara itu, bagi kaum Ksatriya (atriya, Waisya), tempat pemujaan disebut “pamarajan.” Baik di sanggah maupun di pamarajan, terdapat sejumlah bangunan suci yang disebut “palinggih.” Pemujaan di tempat-tempat ini menjadi bagian penting dalam kehidupan keagamaan masyarakat Bali.

5. Fungsi Pamarajan di Puri

Pamarajan di puri memiliki fungsi yang mirip dengan sanggah di rumah-rumah batih biasa. Meskipun demikian, pamarajan terkadang memiliki luas yang sedemikian besar, sehingga mirip dengan sebuah pura tersendiri. Fungsi utamanya adalah sebagai tempat pemujaan dan penghormatan, mirip dengan konsep tempat pemujaan di tempat-tempat lain.

6. Palebahan dan Uttamaning Uttama

Struktur palebahan di puri terorganisir dengan memperhatikan arah mata angin, dan terdapat satu palebahan yang paling suci, yaitu palebahan kaja-kangin (timur laut). Menurut konsep triangga, palebahan ini disebut sebagai “Uttamaning Uttama,” atau yang paling unggul di antara yang unggul. Di dalam palebahan ini terletak pamarajan sebagai pusat tempat pemujaan.

7. Kesamaan Fungsi Pemujaan

Meskipun ada perbedaan dalam penamaan dan struktur tempat kediaman, fungsi tempat pemujaan tetap memiliki kesamaan baik di puri maupun di rumah-rumah biasa. Ini menunjukkan kekayaan dan keberagaman dalam kehidupan keagamaan dan budaya masyarakat Bali.

Konsep tempat kediaman masyarakat Bali mencerminkan tidak hanya aspek struktural dan fungsional, tetapi juga mendalam pada nilai-nilai kearifan lokal dan kepercayaan spiritual yang dipegang teguh oleh masyarakat Bali.

About tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN

View all posts by tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN →