Memahami Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dalam Proses Perizinan Berusaha

Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) merupakan salah satu persyaratan utama yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha dalam proses perizinan berusaha. KKPR adalah konsep yang penting dalam konteks perencanaan tata ruang dan pengembangan wilayah yang bertujuan untuk mengatur pemanfaatan ruang sesuai dengan kepentingan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan.

1. Apa itu KKPR?

KKPR adalah kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Artinya, kegiatan usaha yang terencanakan harus sejalan dengan zonasi, peruntukan lahan, dan persyaratan lingkungan yang berlaku di wilayah tersebut. KKPR sebelumnya bernama Izin Lokasi.

Beberapa Peraturan Yang Menjadi Dasar Hukum Penerbitan KKPR Darat, antara Lain:

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021
  3. Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 13 Tahun 2021
  4. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 4 Tahun 2021

Kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang adalah kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan RTR. Berdasarkan amanat dari permen ATR/KBPN Nomor 13 Tahun 2021, seluruh kegiatan pemanfaatan ruang harus memiliki KKPR terlebih dahulu . KKPR juga dapat menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan revisi RTR.

2. Mengapa KKPR Penting?

KKPR penting karena:

  • Memastikan pemanfaatan ruang yang berkelanjutan: Dengan mengharuskan pelaku usaha untuk memenuhi persyaratan tata ruang, KKPR membantu mencegah penyalahgunaan lahan dan mempromosikan penggunaan yang berkelanjutan.
  • Menjamin kepatuhan terhadap regulasi: KKPR memastikan bahwa kegiatan usaha berada dalam batas-batas penetapan hukum dan regulasi yang berlaku, sehingga menghindarkan pelaku usaha dari sanksi hukum di kemudian hari.
  • Membangun kredibilitas dan kepercayaan: Dengan memiliki KKPR yang sesuai, pelaku usaha dapat memperoleh kepercayaan dari pihak lain, seperti investor, konsumen, dan pemerintah, sehingga memperkuat posisi mereka di pasar.

KKPR Sebagai Single Reference yang menjadi acuan untuk:

  1. Pemanfaatan Ruang;
  2. Perolehan Tanah;
  3. Pemindahan Hak Atas Tanah; Dan
  4. Penerbitan Hak Atas Tanah.

3. Proses Pelaksanaan KKPR

Proses pelaksanaan KKPR biasanya melibatkan beberapa tahap, termasuk:

  • Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKKPR): Pelaku usaha harus memastikan bahwa rencana kegiatan pemanfaatan ruang mereka sesuai dengan rencana detail tata ruang (RDTR) yang terintegrasi dengan sistem OSS. Impelentasinya dapat melalui aplikasi online yang tersedia https://oss.go.id/.
  • Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR): Jika RDTR tidak tersedia atau belum terintegrasi dalam sistem OSS, pelaku usaha perlu mendapatkan persetujuan kesesuaian dari otoritas terkait. Persetujuan ini mencakup verifikasi dokumen dan pertimbangan teknis dari pihak yang berwenang.

4. Kewenangan dan Pembatalan KKPR

Kewenangan untuk menerbitkan KKPR bisa berada di tangan Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota, tergantung pada lokasi kegiatan usaha. Namun, KKPR dapat dibatalkan jika terjadi pelanggaran, ketidaksesuaian data, atau adanya sengketa hukum yang berkaitan dengan status kepemilikan tanah.

5. Pentingnya KKPR untuk Pembangunan Berkelanjutan

Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, KKPR memiliki peran yang sangat penting. Dengan memastikan bahwa kegiatan usaha sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku, KKPR membantu melindungi lingkungan, memperhatikan kebutuhan masyarakat, dan mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Kesimpulan

Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) merupakan langkah penting dalam proses perizinan berusaha yang bertujuan untuk memastikan bahwa kegiatan usaha berada dalam batas-batas yang ditetapkan oleh tata ruang yang berlaku. Dengan memahami dan mematuhi KKPR, pelaku usaha dapat membangun kegiatan usaha yang berkelanjutan dan berkualitas, serta memperoleh kepercayaan dari pihak terkait.

Alur Perizinan Berusaha Melalui Sistem OSS

Pemahaman mengenai alur perizinan berusaha menjadi penting karena peraturan dan prosedur yang kompleks dapat memperlambat proses pendirian dan operasional bisnis. Dengan memahami alur perizinan, pelaku usaha dapat menjalankan aktivitasnya sesuai dengan regulasi dan menghindari sanksi hukum.

Dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pemerintah Pusat bermaksud menyederhanakan dan mempercepat proses perizinan berusaha. Tujuannya adalah untuk memudahkan Investor dalam berusaha dan berinvestasi di Indonesia.

Proses perizinan berusaha adalah tahapan yang krusial dalam memulai atau mengoperasikan suatu bisnis. Melalui sistem Online Single Submission (OSS), Indonesia telah memperkenalkan pendekatan yang lebih efisien dan terintegrasi untuk mengurus perizinan usaha. Artikel ini akan menjelaskan alur perizinan berusaha melalui Sistem OSS, serta manfaat dan prosedurnya. Layanan perizinan berusaha yang sebelumnya berbasis izin (license based) berganti menjadi berbasis risiko (risk based). Hal ini terlihat dengan adanya penggantian versi OSS 1.1 menjadi OSS-RBA (Online Single Submission-Risk Based Approach).

Perizinan Berbasis Risiko

Sesuai dengan namanya OSS-RBA, izin usaha akan dikeluarkan melalui pendekatan Risiko (Izin Usaha Berbasis Risiko). Pelaku Usaha hanya perlu mengurus perizinan sesuai dengan tingkat risiko kegiatan usahanya. Sebagai contoh:

  1. Kegiatan usaha berisiko rendah (R) hanya memerlukan Perizinan Berusaha berupa Nomor Induk Berusaha (NIB)
  2. Kegiatan usaha berisiko menengah rendah (MR) memerlukan Perizinan Berusaha berupa Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Sertifikat Standar (SS) berupa Pernyataan Mandiri
  3. Kegiatan usaha berisiko menengah tinggi (MT) memerlukan Perizinan Berusaha berupa Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Sertifikat Standar (SS) yang harus diverifikasi oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah
  4. Kegiatan usaha berisiko tinggi (T) memerlukan Perizinan Berusaha berupa Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Izin yang harus disetujui oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah, dan/atau Sertifikat Standar (SS) jika dibutuhkan.

Pengertian Perizinan Berusaha dan OSS

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021, Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan kegiatan usaha mereka. Tujuan dari perizinan berusaha adalah untuk mengatur dan mengontrol kegiatan usaha agar sesuai dengan regulasi yang berlaku, melindungi kepentingan publik, serta memastikan keberlangsungan bisnis yang legal dan berkelanjutan. Perizinan berusaha dapat mencakup berbagai aspek seperti kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, persetujuan lingkungan, persetujuan bangunan gedung, dan sertifikat laik fungsi., dan izin operasional lainnya sesuai dengan jenis dan skala kegiatan usahanya.

Sementara itu, OSS (Online Single Submission) adalah sebuah sistem elektronik terintegrasi yang pengelolaan dan penyelenggarannya oleh Lembaga OSS untuk proses perizinan berusaha berbasis risiko di Indonesia. OSS bertujuan untuk menyederhanakan dan mempercepat proses perizinan usaha dengan memungkinkan pelaku usaha untuk mengurus semua perizinan secara online melalui satu pintu layanan. Dengan OSS, pelaku usaha dapat mengajukan, melacak, dan memperbarui status perizinan usaha mereka dengan lebih efisien dan transparan. Ini juga menciptakan lingkungan bisnis yang lebih ramah bagi investor dengan mengurangi birokrasi dan meningkatkan kemudahan akses terhadap layanan perizinan.

Manfaat Sistem OSS dalam pengurusan Perizinan Berusaha oleh Pelaku Usaha dengan karakteristik sebagai berikut:

  1. Berbentuk badan usaha maupun perorangan
  2. Usaha mikro, kecil, menengah, maupun besar
  3. Usaha perorangan/badan usaha baik yang baru maupun yang sudah berdiri sebelum operasionalisasi OSS
  4. Usaha dengan modal yang seluruhnya berasal dari dalam negeri, maupun terdapat komposisi modal asing.

Kenapa Perusahaan Perlu Punya Izin Usaha?

Izin usaha adalah persetujuan resmi dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang diberikan kepada pelaku usaha untuk melaksanakan kegiatan bisnis tertentu. Ada beberapa alasan mengapa perusahaan perlu memiliki izin usaha:

  1. Legalitas dan Kepatuhan: Izin usaha memberikan keabsahan hukum bagi perusahaan. Dengan memiliki izin yang sah, perusahaan telah resmi mendapat pengakuan dari pemerintah dan dapat beroperasi secara legal sesuai dengan regulasi yang berlaku. Hal ini penting untuk menjaga kepatuhan terhadap hukum dan mencegah sanksi atau tindakan hukum yang dapat merugikan perusahaan.
  2. Perlindungan Konsumen: Izin usaha sering kali mengharuskan perusahaan untuk memenuhi standar tertentu dalam produk atau layanan yang mereka tawarkan. Hal ini membantu melindungi konsumen dari produk atau layanan yang tidak aman atau berkualitas rendah.
  3. Kepercayaan Publik: Izin usaha meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan. Ketika perusahaan memiliki izin resmi, ini menunjukkan bahwa mereka telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah dan dapat menjalankan bisnis mereka.
  4. Akses Keuangan: Beberapa lembaga keuangan atau investor mungkin memerlukan bukti legalitas bisnis sebelum memberikan pinjaman atau investasi kepada perusahaan. Izin usaha memberikan bukti bahwa perusahaan telah melalui proses evaluasi oleh pemerintah dan telah memiliki potensi untuk berhasil.
  5. Keteraturan dan Pengendalian: Dengan memiliki izin usaha, pemerintah dapat mengendalikan dan mengatur kegiatan bisnis dalam negeri. Ini membantu mencegah praktik bisnis yang merugikan atau melanggar hukum serta memastikan bahwa perusahaan beroperasi dalam kerangka yang adil dan teratur.
  6. Akses ke Pasar: Beberapa pasar atau sektor bisnis mungkin memerlukan izin khusus untuk berpartisipasi. Dengan memiliki izin usaha yang sesuai, perusahaan dapat memperoleh akses ke pasar yang sebelumnya mungkin tidak tersedia bagi mereka.

Secara keseluruhan, izin usaha merupakan langkah penting bagi perusahaan untuk beroperasi secara legal, berkelanjutan, dan dapat terpercaya dalam lingkungan bisnis yang teratur dan teratur.

1. Persyaratan dasar Perizinan Berusaha

Persyaratan dasar Perizinan Berusaha sebagaimana tersebut di atas meliputi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), Persetujuan Lingkungan (PL/Perling), Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF).

2. Perizinan Berusaha Berbasis Risiko

Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan penyelenggaran Perizinan Berusaha Berbasis Risiko meliputi beberapa sektor, yaitu:

  1. Kelautan dan Perikanan
  2. Pertanian
  3. Lingkungan Hidup dan Kehutanan
  4. Energi dan Sumber Daya Mineral
  5. Ketenaganukliran
  6. Perindustrian
  7. Perdagangan
  8. Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
  9. Transportasi
  10. Kesehatan, Obat, dan Makanan
  11. Pendidikan dan Kebudayaan
  12. Pariwisata
  13. Keagamaan
  14. Pos, Telekomunikasi, Penyiaran, dan Sistem dan Transaksi Elektronik
  15. Pertahanan dan Keamanan
  16. Ketenagakerjaan

Pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja

Pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja adalah sebuah langkah penting sebagai respons terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/ PUU-XVIII/2020. Putusan tersebut menunjukkan perlunya perbaikan terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Untuk mengakomodasi putusan Mahkamah Konstitusi dan memperbaiki masalah yang teridentifikasi, pemerintah kemudian mengambil tindakan untuk mencabut Undang-Undang Cipta Kerja. Undang-undang tersebut kemudian digantikan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Alasan utama di balik penerbitan Perppu 2 Tahun 2022 adalah pertimbangan terhadap kondisi global, yang mencakup aspek ekonomi dan geopolitik yang berkembang.

Setelah Perppu tersebut terbit, pada tanggal 31 Maret 2023, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 disahkan. Undang-undang ini menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang yang berlaku.

Perubahan peraturan ini tidak mengubah persyaratan dasar perizinan berusaha setelah berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja. Hal ini menunjukkan kontinuitas dalam kebijakan perizinan berusaha, dengan fokus pada kebutuhan untuk menjaga stabilitas dan konsistensi dalam lingkungan bisnis.

Tahapan Perizinan Berusaha

Tahapan perizinan berusaha dari mulai Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha hingga terbitnya Perizinan Berusaha tersajikan pada gambar berikut.

Proses pengurusan perizinan berusaha melalui Sistem OSS (Online Single Submission) mengikuti beberapa tahapan yang penting untuk diperhatikan. Berikut adalah rincian dari setiap tahapan dalam proses tersebut:

A. Tahap 1: Proses Melalui Laman OSS

  1. Pemilihan Kode KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia): Langkah pertama adalah memilih kode KBLI yang sesuai dengan usaha atau kegiatan yang terencanakan. Kode KBLI ini menjadi syarat utama untuk menerbitkan NIB (Nomor Induk Berusaha).
  2. Input Data Lokasi: Selain kode KBLI, pengusaha juga perlu menyampaikan data lokasi rencana usaha dalam format shape file. Data ini berguna untuk memeriksa kesesuaian lokasi usaha dengan tata ruang yang berlaku. Evaluasi kesesuaian ini melalui KKPR (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang) atau KKPRL (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut).

B. Tahap 2: Penyusunan Persetujuan Teknis dan Dokumen Lingkungan

  1. Penyusunan Persetujuan Teknis: Setelah memperoleh NIB dan KKPR/KKPRL, langkah selanjutnya adalah menyusun Persetujuan Teknis. Persetujuan ini berfungsi sebagai syarat untuk mendapatkan Persetujuan Lingkungan (PL/Perling) dan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Persetujuan Teknis dapat bervariasi tergantung pada jenis kegiatan usaha yang direncanakan.
  2. Dokumen Lingkungan: Persiapan dokumen lingkungan juga menjadi bagian penting dalam proses ini. Dokumen ini mencakup informasi terkait teknis lingkungan seperti rincian pembuangan limbah, manajemen air limbah, emisi, rekomendasi lalu lintas, dan drainase, sesuai dengan persyaratan yang berlaku.

C. Tahap 3: Konstruksi

  1. Pelaksanaan Konstruksi: Setelah memperoleh Persetujuan Lingkungan dan Persetujuan Bangunan Gedung, perusahaan dapat melanjutkan dengan tahap konstruksi. Ini melibatkan pembangunan bangunan, fasilitas produksi, dan pengelolaan limbah cair serta pengendalian emisi.

D. Tahap 4: Pengurusan SLF dan SLO

  1. Pengurusan Sertifikat Laik Fungsi (SLF): Setelah selesai konstruksi, langkah berikutnya adalah pengurusan SLF. SLF merupakan sertifikat yang menunjukkan bahwa bangunan atau fasilitas telah memenuhi standar dan ketentuan yang berlaku sehingga layak untuk digunakan.
  2. Penerbitan Perizinan Berusaha: Terakhir, setelah memperoleh SLF dan SLO (Surat Kelayakan Operasional), perusahaan dapat mengajukan permohonan perizinan berusaha. Proses penerbitan ini melibatkan berbagai dokumen dan persyaratan yang harus terpenuhi sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Setiap tahapan dalam proses pengurusan perizinan berusaha memiliki peranannya masing-masing untuk memastikan bahwa usaha atau kegiatan yang direncanakan mematuhi standar dan ketentuan yang berlaku serta dapat beroperasi secara legal dan berkelanjutan.

About tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN

View all posts by tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN →