Konsep Transit Oriented Development (TOD) dalam Pembangunan Wilayah Perkotaan

Apa TOD ?

Menurut Permen ATR nomor 16 tahun 2017, pengembangan kawasan TOD adalah kawasan yang terpusat campuran yang terinteregasi dengan moda transportasi dengan radius kawasan 400 meter hingga 800 meter dari pusat transportasi . TOD dikembangkan dalam rangka untuk mengatasi permasalahan kemacetan melalui pengintegrasian sistem jaringan transportasi massal, selain itu TOD juga bertujuan untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi sekaligus mendorong orang untuk berjalan kaki dan menggunakan kendaaraan umum. 

Tujuan TOD

“Tujuan pengembangan TOD yaitu untuk mengalihkan sebagian pengguna mobil pribadi atau angkutan umum darat ke angkutan umum berbasis rel, karena tujuan utama konsep pengembangan ini adalah untuk mengurangi kemacetan akibat penggunaan kendaaraan pribadi, angkutan umum berbasis rel menjadi hal yang utama, selain dapat membawa penumpang dalam kapasitas besar, frekuensi headway yang tinggi juga dapat meningkatkan mobilitas orang di kawasan tersebut, namun pengembangan TOD ini juga harus diikuti dengan dengan pembangunan wilayah di sekitar kawasan TOD tersebut, agar fungsi dan penerapannya menjadi optimal dan dengan TOD ini kita dapat menata kembali struktur ruang kota dengan mengintegrasikan beberapa fungsi kegiatan” ujar Abdul Kamarzuki di Jakarta 15 Februari 2019. 

Kriteria TOD

Terdapat beberapa kriteria sebagai prasyarat dalam mengembangkan kawasan TOD, menurut Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No. 16 tahun 2017 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit, kriteria tersebut antara lain berada pada simpul transit jaringan angkutan umum massal berkapasitas tinggi berbasis rel, dilayani minimal 2 moda transportasi, sesuai dengan arah pengembangan pusat pelayanan kegiatan dan berbasis kawasan campuran (mixed use). Pola pengembangan mixed use memberikan penjelasan bahwa dalam kawasan TOD diharapkan berbagai macam kegiatan atau peruntukkan ruang seperti perkantoran, perumahan, area bisnis komersial, ruang terbuka hijau dapat terkoneksi dan saling terintegrasi, selain itu esensi TOD juga sebagai upaya untuk mendorong, memfasilitasi dan memprioritaskan penyediaan fasilitas publik yang mementingkan aksesibilitas bagi penghuni kawasan maupun pemakai moda transportasi massal yang diwujudkan dengan penyediaan jalur pedestrian yang memberikan kenyamanan dalam berjalan kaki. 

Dijelaskan selanjutnya dalam Peraturan Menteri tersebut bahwa terdapat kajian dan analisis yang diperlukan sebelum menetapkan suatu kawasan menjadi TOD, antara lain kajian sistem transportasi massal dalam lingkup regional dan lokal, kajian daya dukung prasarana kawasan, kajian kondisi sosial ekonomi masyarakat dan kajian karakteristik pemanfaatan ruang seperti ketersediaan tanah dan status kepemilikan tanah. Perlu diketahui bahwa pembangunan TOD juga memerlukan perangkat penunjang untuk mewujudkan kawasan TOD sesuai dengan karakteristik daerah dan sebagai alternatif pembangunan TOD di kawasan terbangun antara lain zona bonus, pengalihan hak membangun (transfer of development right) dan perangkat penunjang lainnya). 

Dalam penerapannya, DKI Jakarta telah merancang kawasan berbasis pengembangan TOD di beberapa titik wilayahnya. Sesuai dengan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK), pembangunan di suatu wilayah merupakan kewenangan dari tiap-tiap Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat bertindak dalam hal memberi pedoman dan aturan, kemudian Pemerintah Daerahlah yang membuat aturan rinci yaitu Peraturan Daerah sebagai landasan hukum utama. Dasar-dasar regulasi yang disusun oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mendukung pengembangan TOD antara lain Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW DKI Jakarta, Peraturan Daerah No.1 Tahun 2014 tentang RDTR dan PZ DKI Jakarta dan Peraturan Gubernur No.44 Tahun 2017 tentang Pengembangan Kawasan TOD, dengan titik-titik pengembangan di Kawasan Dukuh Atas, Kawasan Blok M dan lain sebagainya. Hal ini menjadi penting karena dengan regulasi tersebut, DKI Jakarta memberikan contoh penerapan pengembangan selain berdasarkan potensi daerah dan kebutuhan, penerapan TOD juga butuh komitmen dan kesiapan dari sisi perizinan. 

Tantangan yang dihadapi dalam pembangunan kawasan TOD saat ini pun sangat beragam, “Perencanaan pembangunan kawasan TOD umumnya akan dibangun pada daerah yang telah terbangun sebelumnya, sehingga akan muncul hambatan, utamanya, dari aspek sosial seperti isu kepemilikan lahan, resistensi masyarakat, dan kompensasi. Maka dari itu, pengembangan TOD harus diakomodir dalam rencana tata ruang baik lingkup umum maupun detail dan kesepakatan yang melibatkan partisipasi masyarakat dan para pemangku kepentingan,” tambah Abdul Kamarzuki. Selain itu tantangan lainnya yaitu butuh komitmen dalam pembangunan kawasan TOD karena dari sisi pembiayaan membutuhkan dana yang sangat besar, beberapa opsi pembiayaan yang dilakukan misalnya dengan metode Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) serta tantangan berikutnya yaitu pembangunan TOD ini diharapkan tidak hanya membangun infrastruktur untuk kalangan menengah keatas namun harus mengalokasikan ruang untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Untuk itu, Pemerintah Pusat terus mendukung dan mendorong Pemerintah Daerah untuk menghadapi tantangan-tantangan diatas untuk mewujudkan kawasan TOD ini karena pada akhirnya implementasi keberlangsungan TOD dari perencanaan hingga pengelolaan ada di tangan Pemerintah Daerah. 

Pengembangan TOD ini terkait dengan banyak sektor, maka dari itu diperlukan koordinasi lintas pemangku kepentingan dan waktu yang tidak sebentar untuk dapat dijalankan dengan sebaik mungkin. Untuk mewujudkan semua rencana penataan kawasan dan sistem transportasi terintegrasi akan ada kendala dalam proses pembangunannya seperti kemacetan atau permasalahan pertanahan. Yang perlu diingat adalah hal ini memang membutuhkan proses dan waktu, namun saat selesai nantinya akan membuat tata ruang dan sistem transportasi di kawasan tersebut menjadi lebih baik. Masyarakat juga dapat lebih mudah untuk menjangkau lokasi yang diinginkan karena transportasi sudah saling terintegrasi dan pada akhirnya efisiensi struktur ruang dan pengembangan kota yang berkelanjutan dapat terwujud dengan baik.

Sumber