Padmabhuwana sebagai Simbol Alam dan Stana Tuhan

Pendahuluan

Bhuwana Agung atau alam semesta yang maha luas inilah sesungguhnya sebagai stana Tuhan sebagaimana dinyatakan dalam Mantra Yajurveda, XXXX.1 dan juga diulang kembali dalam Isopanisad, 1.1 dinyatakan sbb: “Isavasyam idam sarvam, yat kim ca jagatyam jagat”. Artinya: Tuhan berstana di alam semesta yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Menurut Rgveda, X.90.4 Tuhan berada hanya seprempat di alam semesta ini dan tiga perempatnya yang tidak terbatas itu di luar alam semesta.

Dari konsep inilah muncul Padma Bhuwana Tattwa. Maksudnya alam yang disebut Bhuwana Agung ini adalah stana Tuhan yang sesungguhnya. Artinya tidak ada bagian alam ini tanpa kehadiran Tuhan. Padma Bhuwana Tattwa ini diwujudkan ke dalam konsep pemujaan Tuhan dalam wujud tempat pemujaan.

Tempat pemujaan Tuhan yang disebut Pura atau Mandir dan ada juga disebut Kahyangan dan sebutan lainnya itu adalah lambang alam semesta. Karena umat Hindu memuja Tuhan Yang Mahaesa itu adalah Tuhan yang Esa dan Mahakausa itu karena itu Pura atau tempat pemujaan Tuhan itu melambangkan alam semesta atau Bhuwana Agung.

Konsep Padmabhuwana Tattwa

Padmabhuwana Tattwa memandang tempat pemujaan Tuhan sebagai simbol alam semesta. Pemujaan Tuhan tidak hanya bertujuan untuk meraih anugrah kesucian-Nya. Ini juga untuk memperkuat kehidupan dalam semua aspeknya, baik lahir maupun batin. Serta memelihara kelestarian alam dan meningkatkan kualitas hidup manusia dan lingkungannya. Konsep ini tercermin dalam empat konsepsi pendirian tempat pemujaan, yaitu:

  1. Konsepsi Rwa Bhineda: Mengakui keberadaan dualitas dalam alam semesta dan mencari kesatuan dalam pemujaan Tuhan.
  2. Catur Loka Pala: Mengakui keberadaan dan perlindungan empat penjaga arah (Loka Pala) yang melambangkan pengayoman Tuhan terhadap seluruh alam semesta.
  3. Sad Vinayaka: Menyembah Ganesha sebagai penjaga gerbang dan penghancur rintangan, yang melambangkan upaya manusia untuk mengatasi hambatan dalam mencapai kesucian dan kesejahteraan.
  4. Padma Bhuwana: Menganggap tempat pemujaan Tuhan sebagai lambang alam semesta yang diberkahi oleh kehadiran-Nya.

Tujuan Pemujaan Tuhan

Tujuan utama dari pemujaan Tuhan adalah untuk meraih anugrah kesucian-Nya sehingga dapat memperkuat kehidupan dan menjaga kelestarian alam semesta, baik dalam skala makrokosmos maupun mikrokosmos. Hal ini menjadi dasar dalam membangun kehidupan yang sejahtera, baik secara individu maupun bersama-sama dalam masyarakat, serta memelihara kesejahteraan alam semesta.

Melalui konsep Padmabhuwana, umat Hindu menjalani kehidupan yang seimbang antara kehidupan spiritual dan material, serta untuk memelihara keseimbangan antara keberadaan manusia dan alam semesta. Dengan demikian, pemujaan Tuhan tidak hanya menjadi praktik keagamaan, tetapi juga menjadi landasan untuk membangun kehidupan yang berkelanjutan dan harmonis dengan alam semesta.

Empat Jenis Tempat Pemujaan Hindu dan Pembangunan Kerukunan

Tempat-tempat pemujaan Hindu, seperti Pura, memiliki peran penting dalam membangun kerukunan dalam masyarakat Hindu. Terdapat empat jenis tempat pemujaan yang masing-masing mencerminkan aspek kerukunan yang berbeda, baik dalam skala keluarga, territorial, fungsional, maupun universal. Berikut adalah penjelasan mengenai empat jenis tempat pemujaan dan perannya dalam membangun kerukunan:

a. Pura Kawitan

Pura Kawitan berfungsi sebagai tempat pemujaan bagi mereka yang memiliki kesamaan keluarga atau klan. Tempat-tempat seperti Merajan/Sanggah Kemulan di hulu setiap pekarangan rumah tinggal umat Hindu merupakan contoh Pura Kawitan. Fungsinya tidak hanya untuk memuja leluhur (Dewa Pitara) sebagai tangga memuja Tuhan Yang Mahaesa, tetapi juga membangun kerukunan keluarga secara bertahap.

b. Pura Kahyangan Desa

Pura Kahyangan Desa berperan sebagai tempat pemujaan bagi masyarakat yang tinggal di suatu Desa Pakraman atau Desa Pemukiman Hindu. Contohnya adalah Pura Kahyangan Tiga (Pura Desa, Puseh, dan Dalem), Pura Penataran, dan Pura Segara. Pura Kahyangan Desa menjadi media pemujaan umat Hindu di tingkat desa, yang memperkuat kerukunan dalam lingkungan territorial mereka.

c. Pura Swagina

Pura Swagina berfungsi sebagai tempat pemujaan bagi mereka yang memiliki kesamaan profesi atau Swagina. Contoh Pura Swagina termasuk Pura Melanting bagi para pedagang, Pura Ulun Carik bagi para petani sawah, dan Pura Alas Harum bagi para petani kebun atau peternak. Pura ini tidak hanya menjadi tempat pemujaan, tetapi juga menjadi wadah untuk memperkuat kerukunan di antara mereka yang memiliki profesi yang sama.

d. Pura Kahyangan Jagat

Pura Kahyangan Jagat merupakan tempat pemujaan untuk umum tanpa membeda-bedakan asal keluarga, desa, atau profesi. Salah satu contohnya adalah Pura Besakih, yang kita kenal sebagai Pura Kahyangan Jagat, yang terbuka untuk semua umat Hindu tanpa memandang latar belakang mereka. Pura Kahyangan Jagat menjadi simbol kesatuan dan kerukunan dalam masyarakat Hindu yang lebih luas.

Melalui berbagai jenis tempat pemujaan ini, masyarakat Hindu memperkuat kerukunan dalam berbagai aspek kehidupan mereka, mulai dari keluarga, desa, profesi, hingga kesatuan sebagai umat Hindu secara keseluruhan. Tempat-tempat pemujaan ini bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga menjadi pusat kegiatan sosial, budaya, dan spiritual yang memperkaya dan memperkuat ikatan komunitas mereka.

Konsepsi Pendirian Pura Kahyangan Jagat di Bali

Pura Kahyangan Jagat di Bali berdasarkan empat konsepsi utama yang mencerminkan kepercayaan dan penghormatan umat Hindu terhadap Tuhan dan alam semesta. Keempat konsepsi tersebut membentuk landasan spiritual dan budaya bagi pendirian Pura Kahyangan Jagat di berbagai penjuru pulau Bali.

1. Konsepsi Rwa Bhineda

Konsepsi ini mengacu pada dua aspek keseimbangan dalam alam semesta, yaitu Purusa (unsur kejiwaan) dan Pradana (unsur kebendaan). Pura Kahyangan Jagat yang termasuk dalam konsepsi ini adalah Pura Besakih (Pura Purusa) dan Pura Batur (Pura Pradana).

2. Konsepsi Catur Loka Pala

Konsepsi ini melibatkan pendirian empat Pura di keempat penjuru pulau Bali, yang masing-masing melambangkan perlindungan Tuhan terhadap alam semesta. Pura Kahyangan Jagat yang termasuk dalam konsepsi ini adalah Pura Lempuhyang Luhur (Timur), Pura Luhur Batu Karu (Barat), Pura Andakasa (Selatan), dan Pura Puncak Mangu (Utara).

3. Konsepsi Sad Winayaka

Konsepsi ini sebagai dasar untuk mendirikan Sad Kahyangan pendirian Pura Sad Kahyangan ini untuk memuja Tuhan di enam Pura di Bali yaitu Pura Besakih, Pura Lempuyang Luhur Ulu Watu, Pura Luhur Batu Karu, Pura Goa Lawah, dan Pura Pusering Jagat. Sad Kahyangan ini menurut Lontar Kusuma Dewa. Hal ini hasil penelitian Pura Sad Kahyangan oleh Tim dari Institut Hindu Dharma th 1979 dan hasil penelitian itu sudah disyahkan oleh Parisada Pusat dalam Maha Sabhanya th 1980. Tidak kurang ada sembilan Lontar yang menyatakan adanya Pura Sad Kahyangan di Bali yang berbeda-beda. Keberadaan Sad Kahyangan yang berbeda-beda itu setelah Bali pecah menjadi sembilan kerajaan. Sedangkan Sad Kahyangan yang sebagaimana dalam Lontar Kusuma Dewa adalah saat Bali masih berada dalam satu Kerajaan dengan Kelungkung sebagai pusat Kerajaannya

4. Konsepsi Padma Bhuwana

Konsepsi ini menggambarkan bahwa Tuhan hadir di mana-mana dalam alam semesta, dan tidak ada bagian dari alam semesta yang tidak dihuni oleh-Nya. Pura Kahyangan Jagat yang termasuk dalam konsepsi ini tersebar di sembilan penjuru Bali, yang melambangkan kehadiran Tuhan yang melimpah di seluruh penjuru pulau. Contohnya adalah Pura Besakih (Timur Laut), Pura Lempuyang Luhur (Timur), Pura Goa Lawah (Tenggara), Pura Andakasa (Selatan), Pura Luhur Ulu Watu (Barat Daya), Pura Watu Karu (Barat), Pura Batur (Utara), dan Pura Pusering Jagat (Tengah).

Setiap Pura Kahyangan Jagat dapat berfungsi lebih dari satu sesuai dengan konsepsi yang mendasarinya, mencerminkan kompleksitas spiritual dan budaya dalam masyarakat Hindu Bali. Pendekatan ini tidak hanya memperkaya warisan spiritual Bali. Selain itu juga memelihara keberagaman dan kesatuan dalam kehidupan beragama masyarakat Hindu di pulau tersebut.

Sumber: Lampiran Keputusan Pesamuhan Agung Parisada Nomor: 8/KEP/P.A. Parisada/XII/2010 Tentang Rekomendasi Padmabhuwana Simbol Alam Stana Tuhan

About tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN

View all posts by tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN →