Telaahan Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) (Refleksi untuk Implementasi di Provinsi Bali)

1. Pendahuluan

Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal merupakan salah satu elemen penting dalam Peraturan Zonasi (PZ) yang melekat pada Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Ketentuan ini memastikan bahwa setiap zona peruntukan, baik lindung maupun budidaya, memiliki kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memadai untuk mendukung fungsi ruang dan kualitas hidup masyarakat.

Di tengah dinamika pembangunan perkotaan dan pariwisata Bali, pengaturan ini menjadi instrumen kunci dalam menjamin kenyamanan, keselamatan, dan keberlanjutan lingkungan binaan.


2. Pengertian dan Prinsip Dasar

Ketentuan prasarana dan sarana minimal mengatur:

  • Jenis prasarana dan sarana pendukung yang wajib tersedia pada setiap zona peruntukan;
  • Volume dan kapasitas yang disesuaikan dengan karakter kegiatan utama dan jumlah pengguna zona tersebut.

Prinsip dasarnya adalah bahwa setiap zona—baik zona perumahan, komersial, fasilitas umum (SPU), industri, maupun hijau-budidaya—harus memiliki standar minimum kelengkapan infrastruktur agar dapat berfungsi secara optimal dan berkelanjutan.


3. Fungsi Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal

Fungsi utama dari ketentuan ini antara lain:

  1. Menjamin kelengkapan dasar fisik kawasan.
    Setiap kawasan wajib memiliki prasarana minimal seperti jalan lingkungan, drainase, sanitasi, air bersih, listrik, dan ruang terbuka hijau (RTH).
  2. Menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, dan sehat.
    Ketentuan ini berfungsi sebagai instrumen untuk menghindari ketimpangan kualitas lingkungan antar-zona.
  3. Menjadi acuan pengendalian pembangunan.
  4. Dalam konteks RDTR, ketentuan ini menjadi dasar bagi pemberian Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
  5. Mendukung tujuan tata ruang nasional dan daerah.
    Yakni mewujudkan keterpaduan antara kegiatan ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan secara seimbang.

4. Jenis Prasarana dan Sarana Minimal per Zona

Zona Peruntukan Jenis Prasarana & Sarana Minimal yang Wajib Tersedia Fungsi Utama
Zona Perumahan Jaringan jalan lingkungan, drainase, air bersih, sanitasi, penerangan jalan, TPS/TPA, RTH privat dan publik, fasilitas sosial (tempat ibadah, balai banjar) Mendukung kenyamanan hunian dan interaksi sosial
Zona Komersial Area parkir, jalur pedestrian, jalur sepeda, ruang bongkar muat, jaringan listrik dan telekomunikasi, aksesibilitas difabel Menjamin kelancaran aktivitas ekonomi dan akses publik
Zona SPU (Sarana Pelayanan Umum) Akses jalan memadai, parkir publik, sistem evakuasi darurat, fasilitas sanitasi, dan RTH pendukung Mendukung pelayanan publik yang aman dan inklusif
Zona Industri Jaringan utilitas (air, listrik, gas), sistem pengelolaan limbah, drainase industri, akses transportasi barang, buffer zone vegetatif Menjaga efisiensi dan mitigasi dampak lingkungan
Zona Hijau Budidaya (Pertanian/Perkebunan) Sistem irigasi dan drainase lahan, akses jalan usaha tani, gudang hasil pertanian, dan sistem konservasi tanah-air Mendukung produktivitas dan konservasi sumber daya alam

Selain itu, zona lainnya seperti pariwisata, perikanan, dan kehutanan dapat menyesuaikan standar minimal mengikuti karakter dan fungsi ruangnya.


5. Aspek Teknis Ketentuan Prasarana dan Sarana

Dalam Peraturan Zonasi RDTR, ketentuan prasarana dan sarana minimal harus mengatur secara teknis:

  • Prasarana transportasi dan aksesibilitas, termasuk jalur pedestrian, jalur sepeda, dan fasilitas difabel;
  • Prasarana drainase dan pengendalian banjir, sebagai respon terhadap isu genangan dan banjir perkotaan;
  • Sarana parkir dan bongkar muat, untuk mencegah kemacetan di kawasan komersial;
  • Kelengkapan jalan dan penerangan, sebagai elemen keselamatan publik;
  • Fasilitas mitigasi kebencanaan, seperti jalur evakuasi, titik kumpul aman, dan early warning system;
  • Standar sanitasi dan pengelolaan limbah, sesuai dengan regulasi lingkungan hidup.

6. Implikasi untuk Bali

a. Konteks Sosial dan Spasial

Bali menghadapi tantangan kompleks: pertumbuhan penduduk dan wisatawan yang cepat di wilayah Sarbagita, dan keterbatasan ruang di wilayah dataran rendah.
Ketentuan prasarana dan sarana minimal menjadi krusial untuk:

  • Mengatur kepadatan di wilayah perkotaan agar tetap nyaman dan aman;
  • Menjamin ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai paru-paru kota dan area resapan;
  • Memastikan aksesibilitas difabel dan pedestrian-friendly di kawasan wisata dan pusat kota.

b. Konteks Lingkungan dan Bencana

Isu banjir 2025 menjadi pelajaran penting bahwa ketentuan prasarana harus mengintegrasikan:

  • Sistem drainase berlapis dan kolam retensi perkotaan;
  • Sumur resapan dan biopori sebagai bagian dari kewajiban prasarana dasar;
  • Desain adaptif terhadap perubahan iklim.

c. Konteks Kultural

Dalam konteks Bali, penyediaan prasarana dan sarana juga harus memperhatikan:

  • Ketersediaan tempat suci (Pura Kahyangan Tiga) di kawasan permukiman;
  • Bale Banjar sebagai sarana sosial dan budaya yang wajib ada di setiap zona perumahan;
  • Integrasi prinsip Tri Hita Karana dalam setiap rancangan infrastruktur, agar pembangunan tidak hanya fungsional tetapi juga spiritual dan sosial.

7. Refleksi untuk Kita Semua

Penyediaan prasarana dan sarana minimal bukan sekadar urusan teknis, melainkan komitmen moral untuk memastikan setiap ruang hidup manusia layak dan harmonis.
Bali, dengan keindahan alam dan budayanya, memerlukan tata ruang yang tidak sekadar efisien, tetapi juga berjiwa — yang memberi ruang bagi manusia, alam, dan nilai-nilai luhur.

“Pembangunan tanpa keseimbangan adalah kehilangan arah;
Infrastruktur tanpa nilai budaya hanyalah beton tanpa jiwa.”

Dengan demikian, penerapan ketentuan prasarana dan sarana minimal harus menjadi bagian dari perencanaan yang holistik dan berkelanjutan, yang berpihak pada manusia, lingkungan, dan kebudayaan Bali.


8. Daftar Pustaka

  1. Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan Penerbitan Persetujuan Substansi RTRW dan RDTR.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
  3. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2023 tentang RTRW Provinsi Bali Tahun 2023–2043.
  4. Dinas PUPRPKP Provinsi Bali (2025). Telaahan Prasarana Dasar dan Penataan Kawasan Perkotaan Berbasis Kearifan Lokal.
  5. Bappeda Provinsi Bali (2025). Rencana Aksi Infrastruktur Hijau dan Adaptasi Iklim di Bali.
  6. FAO (1976). Framework for Land Evaluation.
  7. United Nations Habitat (2020). Guidelines for Sustainable Urban Infrastructure Planning.

About tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN

View all posts by tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN →