Pura Penimbangan: Warisan Spiritual di Kawasan Situs Tamblingan

Kawasan Situs Tamblingan di Bali, Indonesia, menyimpan kekayaan warisan budaya dan spiritual yang menarik perhatian para peneliti dan pengunjung. Salah satu situs yang memikat adalah Pura Penimbangan, sebuah pura yang terletak di tepi selatan Danau Tamblingan. Pura ini tidak hanya menawarkan keindahan arsitektur dan alam sekitar, tetapi juga memiliki sejarah yang kaya serta nilai spiritual yang mendalam.

Lokasi dan Koordinat Pura Penimbangan

Pura Penimbangan terletak di Dusun Tamblingan, Desa Munduk, dan berada di sekitar Desa Gobleg, Desa Gesing, dan Desa Uma Jero. Koordinat presisi Pura Penimbangan adalah S8º 15’ 50.3’’ E115º 05’ 26.6’’, dengan ketinggian mencapai 1241 meter di atas permukaan air laut. Letaknya yang strategis di tepi Danau Tamblingan menambah pesona situs ini.

Sejarah Pura Penimbangan

Pura Penimbangan memiliki sejarah yang kaya, yang mencakup periode sejak masa prasejarah hingga masa Hindu-Buddha dan masa kolonial Belanda. Penelitian arkeologi di kawasan Situs Tamblingan telah membuka jendela ke masa lalu, dengan penemuan artefak seperti prasasti, kereweng hias terajala, dan fragmen beliung persegi.

Prasasti Tamblingan, ditemukan pada tahun 1987, memberikan pandangan lebih dalam tentang kehidupan masyarakat pada masa itu. Oleh Raja Bhatara Cri Parameswara pada tahun Caka 1306 (1384 M), prasasti ini menginstruksikan keluarga pande besi Tamblingan untuk kembali dari pengungsian, menegaskan keberadaan pande besi di tepian Danau Tamblingan.

Fungsi dan Kepercayaan Masyarakat

Pura Penimbangan tidak hanya sebuah tempat ibadah, tetapi juga menjadi pusat kegiatan spiritual dan keagamaan masyarakat sekitar. Di dalam pura, terdapat sebuah batu datar andesit yang besar, terkenal sebagai meja batu atau dolmen. Menurut kepercayaan masyarakat, batu ini memiliki fungsi sebagai meja sesaji untuk memohon keselamatan dan kesuburan.

Selama masa prasejarah, kawasan Situs Tamblingan diperkirakan menjadi tempat pemujaan nenek moyang dan kekuatan alam. Pemujaan ini tercermin dalam penggunaan tahta batu, menhir, dan dolmen sebagai media spiritual. Pada masa Hindu-Buddha, pemujaan terhadap leluhur berlanjut, dengan munculnya arca perwujudan dewa Trimurti dan perkembangan kerajinan logam.

Pengaruh Kolonial Belanda dan Pelestarian Budaya

Pada masa kolonial Belanda, kawasan ini mengalami pengaruh budaya bidang arsitektur yang menciptakan perpaduan unik antara arsitektur lokal dan kolonial. Bangunan-bangunan kolonial Belanda yang masih berdiri, terutama di Desa Munduk, menjadi saksi bisu sejarah perkembangan kawasan ini.

Upaya pelestarian budaya di kawasan Situs Tamblingan juga terlihat dalam kegiatan gotong royong masyarakat setempat, seperti perluasan Pura Endek Tamblingan pada tahun 2002. Penemuan prasasti tembaga dengan tatah aksara Bali Kuna dan Jawa Kuna menambah nilai sejarah dan keagamaan kawasan ini.

Kesimpulan

Pura Penimbangan di kawasan Situs Tamblingan tidak hanya merupakan bangunan bersejarah, tetapi juga mencerminkan perjalanan panjang masyarakat sekitar. Dengan nilai-nilai spiritual, kepercayaan, dan keindahan alamnya, Pura Penimbangan menjadi destinasi yang menggugah hati bagi mereka yang mencari kearifan lokal dan kekayaan budaya Bali yang autentik. Melalui tulisan ini terus-menerus dan upaya pelestarian, harapannya warisan ini dapat terus mendapatkan apresiasi oleh generasi mendatang.

Meja batu (dolmen) di Pura Penimbangan Tamblingan

About tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN

View all posts by tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN →