Penyediaan Informasi Geospasial Terintegrasi untuk Mendukung Ekosistem Geospasial, Pembangunan Berkelanjutan, dan Transformasi Pemerintahan Daerah: Studi Kasus Provinsi Bali

Penulis:
Gede Ogiana, ST., MT.
Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman Provinsi Bali
Jalan Beliton No 2, Dauh Puri Kangin, Kota Denpasar, 80232, Indonesia
Telp. (0361) 222883
E-mail: masikianbali@gmail.com


Abstrak

Informasi Geospasial (IG) merupakan infrastruktur fundamental dalam mendukung pengambilan keputusan berbasis bukti (evidence-based policy), transformasi digital pemerintahan daerah, dan pembangunan berkelanjutan. Provinsi Bali menghadapi tekanan ruang yang tinggi, kerentanan ekologis, dan kompleksitas pembangunan lintas sektor. Kondisi ini menuntut penyelenggaraan IG yang akurat, terstandar, dan terintegrasi sebagai dasar penyusunan kebijakan pembangunan yang tepat lokasi. Penelitian ini bertujuan menganalisis urgensi penyediaan IG terintegrasi di Provinsi Bali serta meninjau kerangka hukum yang mengatur penyelenggaraan IG nasional dan daerah. Dengan pendekatan deskriptif-kualitatif berbasis analisis regulasi, kajian teknis, dan konteks pembangunan daerah, hasil penelitian menunjukkan bahwa penyediaan IG terintegrasi menjadi kebutuhan mendesak untuk mendukung mitigasi risiko bencana, penyusunan tata ruang, pelayanan publik, pengendalian alih fungsi lahan, serta pemantauan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Artikel ini juga memberikan refleksi kritis tentang pentingnya kesadaran spasial dalam menjaga keberlanjutan Bali sebagai pulau kecil yang rentan terhadap tekanan ekologis dan ekonomi.

Kata kunci: Informasi Geospasial, Ekosistem Geospasial, SDGs, Tata Ruang, Transformasi Digital, Bali.


1. Pendahuluan

Informasi Geospasial (IG) memiliki peran strategis dalam mendukung berbagai sektor pembangunan, termasuk mitigasi bencana, perencanaan tata ruang, pertanian, kelautan, kesehatan, serta pelayanan publik berbasis lokasi. IG tidak sekadar memetakan ruang, tetapi menyediakan representasi sistematis tentang kondisi fisik, sosial, dan lingkungan yang menjadi dasar pengambilan keputusan pemerintah (Goodchild, 2018).

Provinsi Bali merupakan wilayah kepulauan kecil dengan kerentanan ekologis tinggi dan tekanan pembangunan yang signifikan. Urbanisasi pesat, pertumbuhan pariwisata, alih fungsi lahan, kepadatan penduduk, dan risiko bencana alam meningkatkan kompleksitas pengelolaan ruang (Windia & Dewi, 2020). Ketidakterpaduan data spasial dapat menimbulkan konflik pemanfaatan ruang, ketidaktepatan perizinan pemanfaatan ruang, serta ketidakefektifan dalam mitigasi risiko bencana.

Dalam konteks inilah penyediaan IG terintegrasi menjadi sangat penting untuk mendukung inisiasi Ekosistem Geospasial Provinsi Bali, transformasi digital pemerintahan daerah, dan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).


2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif-kualitatif dengan tiga teknik utama:

2.1 Analisis Dokumen

Penelaahan terhadap berbagai regulasi nasional dan daerah yang menjadi dasar penyelenggaraan IG, termasuk:

  • UU No. 4/2011 tentang IG
  • PP No. 45/2021
  • Perpres No. 27/2014, Perpres No. 39/2019, Perpres No. 23/2021
  • Peraturan BIG dan Pergub Bali 53/2021
  • RPJPN 2025–2045 dan RPJPD Bali 2025–2045

2.2 Analisis Normatif-Regulatif

Mengidentifikasi hubungan antara mandat hukum dan penyelenggaraan IG di tingkat daerah.

2.3 Analisis Kontekstual Daerah

Mengintegrasikan kebutuhan spasial Bali terkait tata ruang, mitigasi bencana, ekosistem pesisir, Subak, pertanian, dan pariwisata.


3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Kerangka Regulasi Penyelenggaraan IG

Penyelenggaraan IG di Indonesia diatur melalui regulasi berjenjang yang meliputi undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan BIG, dan peraturan daerah.

Kerangka hukum tersebut meliputi:

  • UU No. 4/2011, sebagai dasar penyelenggaraan IG nasional.
  • PP No. 45/2021, yang menetapkan tata kelola IG dan penguatan simpul jaringan.
  • Perpres No. 27/2014 tentang JIGN, yang menjadi pondasi integrasi data spasial.
  • Perpres No. 39/2019 tentang SDI, yang menetapkan data spasial sebagai referensi utama data pembangunan.
  • Kebijakan Satu Peta (Perpres 23/2021) yang mewajibkan sinkronisasi peta tematik.
  • Regulasi teknis BIG, seperti standar metadata IG (PerBIG 3/2023) dan SRGI (PerBIG 13/2021).
  • Pergub Bali 53/2021, yang mengatur Satu Data Indonesia tingkat provinsi.

Kerangka regulasi ini menunjukkan bahwa IG bukan hanya perangkat teknis, tetapi instrumen tata kelola pemerintahan yang wajib dipenuhi oleh daerah.


3.2 Urgensi Penyediaan IG Terintegrasi di Provinsi Bali

3.2.1 Tekanan Pembangunan dan Dinamika Ruang

Urbanisasi dan perkembangan pusat pariwisata meningkatkan kebutuhan data geospasial untuk menghindari konflik ruang dan memastikan pemanfaatan ruang yang sesuai RTRW/RDTR.

3.2.2 Kerentanan terhadap Risiko Bencana

Bali menghadapi risiko gempa bumi, tsunami, erupsi Gunung Agung dan Batur, banjir, longsor, hingga abrasi pesisir. Sistem mitigasi memerlukan IG yang mutakhir dan interoperabel.

3.2.3 Pembangunan Pesisir dan Konservasi

IG mendukung penataan zona pesisir, pemantauan kawasan konservasi laut, serta pemetaan area abrasi dan sedimentasi.

3.2.4 Transformasi Digital dan SPBE

IG merupakan tulang punggung interoperabilitas sistem perizinan, layanan infrastruktur, monitoring spasial, dan aplikasi data terintegrasi.

3.2.5 Mendukung SDGs

IG diperlukan untuk memantau indikator SDGs seperti:

  • SDG 2 (ketahanan pangan),
  • SDG 11 (kota berkelanjutan),
  • SDG 13 (aksi iklim),
  • SDG 14–15 (ekosistem laut dan darat).

3.3 Tantangan Penerapan IG Terintegrasi

Tantangan utama meliputi:

  1. Fragmentasi data antar-perangkat daerah.
  2. Kurangnya SDM ahli pada JF Surveyor Pemetaan.
  3. Standarisasi metadata yang belum optimal.
  4. Kapasitas infrastruktur geospasial yang terbatas.
  5. Nilai SIMOJANG rendah sehingga simpul jaringan belum berfungsi optimal.

3.4 Arah Transformasi ke Ekosistem Geospasial Bali 2030

Grand Design IG Bali 2026–2030 menetapkan lima arah transformasi:

  1. Standardisasi penuh: metadata, SRGI, dan struktur KUGI.
  2. Penguatan kelembagaan simpul jaringan.
  3. Integrasi IG dengan SPBE dan SDI.
  4. Modernisasi Geoportal MaSIKIAN sebagai pusat layanan IG.
  5. Peningkatan kapasitas SDM melalui diklat, sertifikasi, dan penguatan JF.

4. Refleksi: Kesadaran Spasial bagi Masa Depan Bali

Kesadaran spasial (spatial awareness) merupakan fondasi moral pembangunan Bali. Ruang yang terbatas dan tekanan yang terus meningkat menuntut setiap kebijakan berbasis pada data spasial yang akurat. IG bukan sekadar peta, tetapi instrumen etika untuk menjaga keberlanjutan pulau Bali—baik alamnya, budayanya, maupun ruang hidup generasi mendatang.

Ruang adalah warisan;
IG adalah cermin untuk melihat masa depan Bali.


5. Kesimpulan

Penyediaan IG terintegrasi merupakan kebutuhan mendesak bagi Provinsi Bali dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan, mitigasi risiko bencana, transformasi digital, dan peningkatan layanan publik. Dengan kerangka regulasi yang kuat dan arah strategis melalui Grand Design IG Bali, penguatan ekosistem geospasial menjadi langkah penting dalam memastikan bahwa pembangunan Bali tetap harmonis, berkelanjutan, dan berorientasi masa depan.


Daftar Pustaka 

Badan Informasi Geospasial. (2014). Peraturan Kepala BIG Nomor 15 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaringan Informasi Geospasial.

Badan Informasi Geospasial. (2021). Peraturan BIG Nomor 13 Tahun 2021 tentang Sistem Referensi Geospasial Indonesia (SRGI).

Badan Informasi Geospasial. (2023). Peraturan BIG Nomor 3 Tahun 2023 tentang Standar Metadata Informasi Geospasial.

Badan Informasi Geospasial. (2023). Peraturan BIG Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penggunaan Data IG untuk Perencanaan Tata Ruang.

Badan Informasi Geospasial. (2024). Peraturan BIG Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pembangunan Infrastruktur IG di Simpul Jaringan.

Dunn, W. N. (2017). Public Policy Analysis (6th ed.). Routledge.

Goodchild, M. F. (2018). Reimagining the history of GIS. International Journal of Geographical Information Science, 32(12), 2480–2490.

Pemerintah Provinsi Bali. (2021). Peraturan Gubernur Bali Nomor 53 Tahun 2021 tentang Satu Data Indonesia Tingkat Provinsi.

Pemerintah Republik Indonesia. (2011). Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial.

Pemerintah Republik Indonesia. (2014). Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2014 tentang Jaringan Informasi Geospasial Nasional.

Pemerintah Republik Indonesia. (2019). Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia.

Pemerintah Republik Indonesia. (2021). Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Informasi Geospasial.

Pemerintah Republik Indonesia. (2021). Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2021 tentang Perubahan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta.

Windia, W., & Dewi, I. K. (2020). Subak and sustainable agriculture in Bali. Udayana University Press.

About tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN

View all posts by tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN →