MUATAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR): INSTRUMEN STRATEGIS PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

1. Pendahuluan

Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) merupakan dokumen operasional yang menjabarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota secara lebih rinci dan spasial. RDTR disusun untuk mengatur arah pembangunan, pemanfaatan ruang, serta pengendalian kegiatan pembangunan agar sejalan dengan daya dukung lingkungan dan struktur ruang wilayah.

Sebagaimana diatur dalam Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2021, muatan RDTR meliputi:

  1. Tujuan Penataan Wilayah Perencanaan (WP);
  2. Rencana Struktur Ruang;
  3. Rencana Pola Ruang;
  4. Ketentuan Pemanfaatan Ruang; dan
  5. Peraturan Zonasi.

RDTR menjadi jembatan antara dokumen perencanaan jangka panjang dengan implementasi pembangunan di lapangan. Ia bukan sekadar peta, melainkan alat manajemen ruang yang menyeimbangkan kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan ekologis dalam satu kesatuan sistem tata ruang.


2. Tujuan Penataan Wilayah Perencanaan (WP)

A. Pengertian dan Fungsi

Tujuan penataan WP adalah nilai atau kualitas terukur yang ingin dicapai sesuai arahan RTRW kabupaten/kota. Tujuan ini menjadi alasan utama penyusunan RDTR dan dapat disertai konsep pencapaian apabila diperlukan.

Tujuan penataan WP berfungsi sebagai:
a. Acuan penyusunan rencana pola ruang, struktur ruang, ketentuan pemanfaatan ruang, dan peraturan zonasi; dan
b. Alat untuk menjaga konsistensi dan keserasian antara rencana wilayah perencanaan dan RTRW kabupaten/kota.

Dengan kata lain, tujuan penataan WP memastikan bahwa setiap rencana rinci tidak menyimpang dari visi pembangunan ruang kabupaten/kota.


B. Dasar Perumusan Tujuan Penataan WP

Perumusan tujuan penataan WP didasarkan pada:

  1. Arahan pencapaian RTRW kabupaten/kota;
  2. Isu strategis wilayah perencanaan, baik berupa potensi, masalah, maupun urgensi penanganan; dan
  3. Karakteristik wilayah perencanaan, termasuk kondisi fisik, sosial, ekonomi, dan budaya.

C. Pertimbangan dalam Merumuskan Tujuan

Dalam menyusun tujuan penataan WP, perencana harus mempertimbangkan:
a. Keseimbangan dan keserasian antarbagian wilayah dalam kabupaten/kota;
b. Fungsi dan peran WP (misalnya sebagai pusat pelayanan, kawasan lindung, atau kawasan produksi);
c. Potensi investasi dan peluang ekonomi lokal;
d. Keunggulan dan daya saing WP terhadap wilayah sekitarnya;
e. Kondisi sosial dan lingkungan, termasuk risiko bencana dan daya dukung alam;
f. Peran serta masyarakat dalam menentukan arah pembangunan; dan
g. Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang merupakan penjabaran dari tujuan tersebut.

Tujuan yang jelas akan menjadi dasar penyusunan indikator capaian RDTR serta alat evaluasi pelaksanaan pembangunan ruang.


3. Rencana Struktur dan Pola Ruang

A. Rencana Struktur Ruang

Rencana struktur ruang mengatur jaringan pusat kegiatan dan jaringan prasarana utama (transportasi, energi, air, telekomunikasi). Tujuannya adalah mewujudkan keterhubungan antarwilayah, pemerataan ekonomi, dan efisiensi ruang.

B. Rencana Pola Ruang

Rencana pola ruang mengatur alokasi peruntukan ruang ke dalam zona lindung dan zona budidaya. Zona ini kemudian diuraikan dalam bentuk peta tematik RDTR yang mengarahkan fungsi setiap lahan:

  • Zona Lindung: kawasan resapan air, sempadan sungai, hutan, cagar budaya, kawasan rawan bencana.
  • Zona Budidaya: permukiman, perdagangan, industri, pariwisata, dan infrastruktur.

Kedua rencana ini menjadi dasar penerapan Peraturan Zonasi (PZ) sebagai pengendali kegiatan di lapangan.


4. Ketentuan Pemanfaatan Ruang dan Peraturan Zonasi

Ketentuan pemanfaatan ruang dalam RDTR menetapkan aturan penggunaan ruang, termasuk intensitas, ketinggian bangunan, jarak antarbangunan, dan prasarana minimal.
Sementara itu, Peraturan Zonasi menjadi ketentuan hukum yang mengikat seluruh zona tersebut—berfungsi sebagai instrumen operasional pengendalian pemanfaatan ruang agar sesuai rencana.

Kedua komponen ini memastikan bahwa pembangunan yang terjadi tidak melampaui daya dukung lingkungan dan sosial wilayahnya.


5. Implikasi untuk Bali

Penerapan RDTR di Bali memiliki makna yang sangat strategis dalam konteks perlindungan ruang dan budaya. Bali tidak hanya ruang ekonomi, tetapi ruang spiritual dan sosial yang hidup dalam nilai Tri Hita Karana.

Beberapa implikasi penting bagi Bali:

  1. Penataan WP berbasis kesucian ruang: RDTR harus mengintegrasikan zona parahyangan (suci), pawongan (sosial), dan palemahan (ekologis).
  2. Sinkronisasi dengan Subak dan Desa Adat: setiap RDTR wajib mengakui batas dan fungsi sosial-ekologis sistem Subak serta wilayah adat.
  3. Integrasi risiko bencana dan adaptasi iklim: RDTR perlu memuat zona rawan banjir, longsor, dan rob sebagai bagian dari perencanaan pembangunan berketahanan.
  4. Keseimbangan antara investasi dan kelestarian: RDTR menjadi instrumen untuk mengontrol ledakan investasi yang berpotensi mengancam kesucian ruang dan keberlanjutan lingkungan.
  5. Pendekatan spasial berbasis teknologi: pengembangan RDTR digital berbasis Sistem Informasi Geospasial (SIG) diperlukan untuk transparansi dan pengawasan publik.

Dengan pendekatan ini, RDTR Bali akan berfungsi bukan hanya sebagai rencana teknokratik, tetapi juga dokumen nilai dan moral ruang Bali.


6. Refleksi: Menjaga Ruang, Menjaga Kehidupan

Ruang bukan sekadar lahan pembangunan, tetapi wadah kehidupan yang diwariskan oleh leluhur dan harus kita serahkan utuh kepada generasi mendatang.
Kegagalan menjaga keseimbangan antara ruang alam dan ruang ekonomi akan memunculkan krisis baru: banjir, kekeringan, kehilangan budaya, dan ketimpangan sosial.

Kita telah memiliki dokumen rencana, tetapi tantangan terbesar ada pada pelaksanaan dan koordinasi kewenangan. Banyak RDTR yang selesai disusun, namun implementasinya terbentur ego sektoral dan keterbatasan anggaran.

Refleksi penting bagi kita semua:

“Bali tidak membutuhkan lebih banyak rencana, tetapi lebih banyak keteguhan menjalankan rencana.”

Ketika penataan ruang dilaksanakan dengan semangat Sad Kerthi, kita tidak hanya menata tanah, tetapi juga menata keseimbangan jiwa, budaya, dan alam Bali.


Daftar Pustaka

  1. Kementerian ATR/BPN. (2021). Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan Penerbitan Persetujuan Substansi RTRW dan RDTR.
  2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
  4. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2023 tentang RTRW Provinsi Bali Tahun 2023–2043.
  5. UNESCO (2022). Sustainable Cultural Landscapes and Spatial Governance in Bali.

About tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN

View all posts by tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN →