Oleh:
Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman Provinsi Bali
A. Pendahuluan
Ruang merupakan sumber daya terbatas yang harus dikelola secara hati-hati agar tidak terjadi ketidakseimbangan antara pembangunan dan kelestarian lingkungan. Di Provinsi Bali, di mana tekanan terhadap ruang semakin tinggi akibat urbanisasi, pariwisata, dan perubahan iklim, analisis kemampuan dan kesesuaian lahan menjadi instrumen kunci dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Pendekatan ini memastikan bahwa fungsi lindung dan fungsi budidaya ditetapkan sesuai dengan potensi dan keterbatasan biofisik lahan, sehingga pembangunan dapat berjalan tanpa merusak sistem ekologis yang menopang kehidupan.
Sebagai wilayah dengan 391 daerah aliran sungai (DAS), curah hujan tinggi, dan topografi beragam, Bali memerlukan pendekatan analisis spasial yang adaptif dan berbasis data ilmiah untuk menjaga keseimbangan lingkungan dan ketahanan ruang.
B. Dasar Hukum dan Kerangka Regulasi
Penyusunan analisis kemampuan dan kesesuaian lahan dalam konteks Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tidak dapat dilepaskan dari kerangka hukum nasional yang mengatur penataan ruang, pengelolaan lingkungan, serta penyelenggaraan informasi geospasial. Kerangka hukum ini memastikan bahwa setiap keputusan pemanfaatan ruang didasarkan pada kaidah ilmiah, data geospasial yang valid, dan prinsip keberlanjutan lingkungan.
Berikut uraian dasar hukum yang menjadi landasan penyusunan metode analisis kemampuan dan kesesuaian lahan:
1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Undang-undang ini menjadi landasan utama penyelenggaraan penataan ruang nasional, dengan dua prinsip dasar yang sangat relevan terhadap analisis kemampuan dan kesesuaian lahan:
a. Tujuan Penataan Ruang (Pasal 3):
Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.
b. Asas Penyelenggaraan Penataan Ruang (Pasal 6):
Penataan ruang harus memperhatikan kondisi fisik wilayah serta potensi sumber daya alam, manusia, sosial, budaya, politik, pertahanan-keamanan, lingkungan hidup, dan ilmu pengetahuan serta teknologi (iptek).
Kedua prinsip ini menegaskan pentingnya analisis kemampuan lahan dan daya dukung lingkungan sebagai fondasi dalam perencanaan ruang.
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial
UU ini menegaskan peran Informasi Geospasial (IG) sebagai dasar penyusunan kebijakan tata ruang dan pembangunan berkelanjutan.
Beberapa ketentuan penting antara lain:
a. IG Tematik wajib mengacu pada IG Dasar (Pasal 19).
b. Skala dan akurasi IG Tematik harus sesuai dengan IG Dasar yang diacu (Pasal 20).
c. Badan Informasi Geospasial (BIG) berwenang melakukan pembinaan, pengarahan, dan evaluasi terhadap penyelenggaraan IG Tematik (Pasal 57).
d. BIG dapat menyelenggarakan IG Tematik apabila belum dilaksanakan oleh instansi pemerintah lain (Pasal 24 ayat 2).
Ketentuan ini memperkuat urgensi integrasi data geospasial dalam analisis kemampuan–kesesuaian lahan berbasis GIS (Geographic Information System).
3. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
PP ini merupakan turunan dari UU 26/2007 yang memperbarui tata cara penyusunan RTRW, RDTR, serta mekanisme pengendalian ruang.
Pasal 7 mengatur bahwa penyusunan RTRW dilakukan melalui tahapan:
- Persiapan penyusunan rencana tata ruang;
- Pengumpulan data;
- Pengolahan dan analisis data;
- Perumusan konsepsi RTR; dan
- Penyusunan rancangan peraturan RTR.
Dengan demikian, analisis kemampuan dan kesesuaian lahan menjadi tahapan kunci pada proses pengolahan dan analisis data.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Informasi Geospasial
PP ini menegaskan tanggung jawab pembinaan dan pemanfaatan data geospasial oleh Badan Informasi Geospasial (BIG).
Pasal 118–120 menyatakan bahwa:
a. BIG melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan IG;
b. Pembinaan mencakup penyelenggara IG Tematik dan pengguna IG;
c. Pembinaan kepada pengguna dilakukan melalui sosialisasi dan pelatihan teknis untuk meningkatkan kapasitas pemanfaatan IG.
Dengan regulasi ini, pemerintah daerah dan lembaga teknis seperti Dinas PUPR wajib menggunakan dan memutakhirkan data geospasial dalam penyusunan RTRW.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2007
Tentang Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang
Permen ini merupakan dasar teknis utama dalam menentukan kemampuan dan kesesuaian lahan.
Beberapa poin penting:
a. Analisis aspek fisik dan lingkungan bertujuan mengenali karakteristik sumber daya alam melalui kajian kemampuan dan kesesuaian lahan agar pemanfaatan dilakukan secara optimal dengan menjaga keseimbangan ekosistem (Pasal 1).
b. Analisis fisik lingkungan meliputi kemampuan lahan, kesesuaian lahan, dan daya tampung lahan.
Regulasi ini menjadi referensi utama dalam pembobotan skor dan penentuan kelas kemampuan lahan (sangat tinggi hingga sangat rendah).
6. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2009
Tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah
Permen ini menegaskan bahwa:
a. Kemampuan lahan adalah karakteristik lahan mencakup sifat tanah, topografi, drainase, dan kondisi lingkungan untuk mendukung kehidupan atau kegiatan.
b. Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu hamparan lahan untuk pemanfaatan ruang tertentu.
Analisis ini memastikan setiap kegiatan pembangunan tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan.
7. Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 11 Tahun 2021
Tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan Penerbitan Persetujuan Substansi RTRW Provinsi, Kabupaten/Kota, dan RDTR
Permen ini mengatur mekanisme penyusunan dokumen RTRW dan RDTR secara nasional.
Beberapa ketentuan relevan:
a. Salah satu analisis utama dalam penyusunan RTRW adalah analisis fisik wilayah.
b. Analisis fisik wilayah meliputi karakteristik umum fisik wilayah, potensi bencana, potensi sumber daya alam, kemampuan lahan, dan kesesuaian lahan.
Dengan demikian, aspek kemampuan dan kesesuaian lahan bersifat wajib dan integral dalam seluruh proses penyusunan tata ruang.
8. Keputusan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 16 Tahun 2023
Tentang Wali Data Informasi Geospasial Tematik (IGT)
Keputusan ini memperkuat sistem tata kelola data geospasial nasional (Satu Peta Indonesia) dengan menunjuk Wali Data di setiap instansi teknis.
Fungsi utamanya meliputi:
a. Menyusun dan mengembangkan kebijakan teknis IGT;
b. Mengelola dan memberikan akses berbagi pakai data melalui Jaringan Informasi Geospasial Nasional (JIGN);
c. Melaksanakan tugas percepatan Kebijakan Satu Peta sesuai mandat peraturan perundang-undangan.
Dengan regulasi ini, penyusunan RTRW di tingkat provinsi dan kabupaten/kota wajib terintegrasi dalam sistem data geospasial nasional yang mutakhir, akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sintesis Regulatif
Keseluruhan dasar hukum tersebut membentuk rantai koordinatif antara aspek tata ruang, lingkungan hidup, dan data geospasial, sebagaimana digambarkan pada kerangka berikut:
| Ranah Regulasi | Fokus Pengaturan | Penanggung Jawab Utama |
|---|---|---|
| UU 26/2007 & PP 21/2021 | Penyelenggaraan dan tahapan penataan ruang | Kementerian ATR/BPN, Pemda |
| UU 4/2011 & PP 45/2021 | Penyelenggaraan dan pembinaan IG | BIG, K/L, Pemda |
| Permen PU 20/2007 | Analisis fisik dan lingkungan | Kementerian PUPR |
| Permen LH 17/2009 | Daya dukung lingkungan dan kesesuaian lahan | KLHK |
| Permen ATR/BPN 11/2021 | Tata cara penyusunan RTRW & RDTR | ATR/BPN & Pemda |
| Kepka BIG 16/2023 | Wali Data dan kebijakan Satu Peta | BIG & Pemda |
Dengan kerangka regulatif yang kuat dan saling terhubung ini, penyusunan RTRW di Bali dapat dilakukan secara ilmiah, spasial, partisipatif, dan berkelanjutan—menjadikan analisis kemampuan dan kesesuaian lahan sebagai instrumen dasar tata ruang adaptif dan tangguh terhadap perubahan iklim serta dinamika pembangunan.
Selain itu, pendekatan teknis di Bali memperkuat nilai-nilai Tri Hita Karana dan prinsip Nangun Sat Kerthi Loka Bali, yang menekankan keharmonisan antara manusia, alam, dan spiritualitas.
C. Tujuan Analisis
Analisis kemampuan dan kesesuaian lahan bertujuan untuk:
- Menentukan batas fungsi lindung dan budidaya berdasarkan kondisi biofisik dan potensi lahan.
- Menyediakan dasar ilmiah dan spasial bagi kebijakan tata ruang agar pembangunan sesuai kemampuan daya dukung lingkungan.
- Menjadi acuan integratif dalam penyusunan RTRW, RDTR, serta kebijakan turunan seperti konservasi DAS, sistem irigasi Subak, dan mitigasi bencana.
D. Metodologi Analisis
Metodologi ini dirumuskan melalui studi literatur, Focus Group Discussion (FGD) dengan para ahli geospasial, lingkungan, dan tata ruang, serta merujuk pada praktik terbaik internasional (Hannam & Hicks, 1980; Klingebiel & Montgomery, 1961; Montgomery et al., 2016; Wells & King, 1989).
D.1. Analisis Kemampuan Lahan
Metode ini menilai kemampuan biofisik lahan untuk mendukung aktivitas tertentu tanpa menyebabkan degradasi.
Analisis dilakukan melalui pendekatan scoring dan overlay berbasis GIS (Geographic Information System) dengan variabel utama sebagai berikut:
| Variabel Input | Parameter Penilaian | Sumber Acuan |
|---|---|---|
| Morfologi | Jenis bentuk lahan (bukit, dataran, lembah) | PUPR No. 20/2007 |
| Kemiringan Lereng | 0–8%, 8–15%, 15–25%, >40% | PUPR No. 20/2007 |
| Jenis Tanah | Kedalaman, tekstur, drainase | LHK No. 17/2009 |
| Geologi & Litologi | Struktur batuan dasar, permeabilitas | Hunt (1992), Montgomery dkk. |
| Produktivitas Akuifer | Kapasitas air tanah (l/s) | Data BWS Bali–Penida |
| Air Permukaan | Ketersediaan & jarak ke sumber air | RPSDA Bali–Penida 2022 |
| Curah Hujan | mm/tahun (BPS dan BMKG) | BMKG Wilayah III Denpasar |
| Rawan Erosi | Indeks erosivitas dan topografi | Wells & King (1989) |
Proses Analisis:
- Pemberian skor untuk setiap variabel berdasarkan tingkat kesesuaian.
- Penggabungan skor (overlay GIS) untuk menghasilkan kelas kemampuan lahan (I–V) dari sangat tinggi hingga sangat rendah.
- Klasifikasi hasil ke dalam zona fungsi lindung (kemampuan rendah) dan zona budidaya (kemampuan tinggi).
D.2. Analisis Kesesuaian Lahan
Berbeda dengan kemampuan lahan yang bersifat fisik, analisis kesesuaian lahan menilai sejauh mana lahan dapat digunakan untuk peruntukan tertentu (permukiman, pertanian, industri, pariwisata, dan lainnya).
| Variabel Input | Aspek yang Dinilai |
|---|---|
| Kemiringan Lereng | Risiko longsor dan drainase |
| Ketersediaan Air | Irigasi dan konsumsi |
| Jenis Tanah | Kestabilan dan kesuburan |
| Jarak ke Infrastruktur | Aksesibilitas jalan dan fasilitas dasar |
| Ketersediaan Lahan | Daya dukung kepadatan |
| Nilai Budaya dan Kearifan Lokal | Kesesuaian dengan Tri Hita Karana dan pola ruang adat |
Output:
- Peta kesesuaian lahan untuk setiap jenis kegiatan.
- Rekomendasi peruntukan ruang berbasis potensi lokal (misalnya: Subak → pertanian lestari; dataran tinggi → konservasi air).
D. Hasil dan Integrasi ke RTRW
Dari analisis kemampuan dan kesesuaian lahan diperoleh klasifikasi lima kelas kemampuan, dari “Sangat Tinggi” hingga “Sangat Rendah”.
Kelas kemampuan I–II diarahkan untuk budidaya intensif (permukiman dan pertanian), sedangkan kelas IV–V diarahkan sebagai kawasan lindung dan konservasi.
Hasil ini harus diintegrasikan ke dalam:
- RTRW Provinsi Bali,
- RTRW dan RDTR kabupaten/kota,
-
dan dokumen operasional seperti Rencana Detail Teknis (DED), terutama untuk sistem drainase, irigasi, dan mitigasi bencana.
E. Refleksi dan Implikasi Kebijakan
“Ruang yang disusun tanpa memahami kemampuan lahannya, ibarat rumah yang dibangun di atas air — indah sejenak, tetapi rapuh menghadapi alam.”
Integrasi analisis kemampuan–kesesuaian lahan merupakan pondasi penataan ruang berbasis daya dukung lingkungan.
Pasca-banjir besar Bali tahun 2025, pelajaran penting yang muncul adalah bahwa kegagalan memahami kapasitas ekologis wilayah dapat mengancam keberlanjutan pembangunan dan keselamatan masyarakat.
Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Bali bersama BWS Bali–Penida, Bappeda, dan Dinas PUPRPKP perlu:
- Mengembangkan database kemampuan dan kesesuaian lahan berbasis GIS yang menjadi dasar perizinan lokasi, PBG, dan SLF.
- Meningkatkan integrasi lintas dokumen tata ruang: RTRWN – RTRW Provinsi – RTRW Kabupaten/Kota – RDTR – DED.
- Memperkuat kolaborasi antar-lembaga dan masyarakat adat dalam menjaga keseimbangan fungsi ruang sesuai nilai Sad Kerthi dan Tri Hita Karana.
F. Kesimpulan
Analisis kemampuan dan kesesuaian lahan bukan hanya kegiatan teknis, tetapi juga strategi pengelolaan ruang berbasis keseimbangan ekologis dan sosial budaya.
Dengan pendekatan integratif berbasis GIS dan penilaian skor, perencanaan ruang di Bali dapat lebih presisi, adaptif terhadap perubahan iklim, dan berpihak pada keberlanjutan jangka panjang.
Bali membutuhkan penataan ruang yang tidak hanya indah secara visual, tetapi juga tangguh secara ekologis dan spiritual.
Seperti halnya filosofi Tri Mandala dalam arsitektur Bali, ruang harus disusun berlapis antara kesucian, aktivitas, dan keharmonisan.
Daftar Pustaka
- Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
- Undang-undang No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial
- Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
- Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Informasi Geospasial
- Peraturan Menteri PUPR No. 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang.
- Peraturan Menteri LHK No. 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah.
- Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi dan Penerbitan Persetujuan Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, Kota, dan Rencana Detail Tata Ruang.
- Hannam, I. D. & Hicks, R. (1980). The Land Evaluation Framework: Integrating Physical and Socioeconomic Data. FAO, Rome.
- Hunt, C. (1992). Soil and Land Capability Assessment. CRC Press.
- Klingebiel, A. A., & Montgomery, P. H. (1961). Land Capability Classification. USDA Handbook No. 210.
- Montgomery, D. R. et al. (2016). Geomorphology and Environmental Sustainability. Nature Geoscience.
- Wells, J. & King, D. (1989). Land Evaluation and Soil Management Practices. CSIRO, Australia.
- van Gool, D., Tille, P., & Moore, G. (2005). Land Evaluation Standards for Sustainable Use. Western Australian Department of Agriculture.
- Chapman, G. (2004). Landform and Soil Mapping for Planning and Development. Oxford University Press.
