1. Pengantar
Peraturan Zonasi (PZ) merupakan salah satu instrumen penting dalam sistem penataan ruang yang berfungsi mengendalikan pemanfaatan ruang sesuai dengan peruntukannya. Berdasarkan Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2021, PZ disusun untuk setiap zona peruntukan, baik zona budidaya maupun zona lindung, dengan memperhatikan fungsi dan karakteristik kawasan sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Peraturan ini bersifat regulatori dan mengikat, artinya seluruh wilayah perkotaan harus terbagi habis ke dalam zona-zona peruntukan ruang yang tergambarkan pada peta rencana pola ruang.
2. Mengapa Peraturan Zonasi Diperlukan
Penyusunan PZ berangkat dari kebutuhan untuk memastikan bahwa pemanfaatan ruang tidak melampaui kapasitas lingkungan, tidak menimbulkan konflik antar fungsi ruang, serta tetap menjamin keseimbangan antara kegiatan ekonomi, sosial, dan ekologi.
Pemerintah memerlukan PZ untuk:
- Mengendalikan arah pembangunan agar sejalan dengan RTRW/RDTR;
- Memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan investor dalam pemanfaatan lahan;
- Menjamin kualitas ruang sesuai fungsi kawasan (lindung atau budidaya);
- Mendukung tercapainya pembangunan berkelanjutan berbasis prinsip tata ruang yang harmonis.
3. Fungsi dan Kedudukan Peraturan Zonasi
Peraturan Zonasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari RDTR, berfungsi sebagai perangkat operasional pengendalian pemanfaatan ruang.
Dalam konteks tata ruang, PZ menjadi acuan utama dalam proses perizinan, penegakan aturan, serta pemberian insentif dan disinsentif.
Fungsi PZ meliputi:
a. Perangkat operasional pengendalian pemanfaatan ruang;
b. Acuan dalam pemberian rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), termasuk pengembangan hak udara (air right development) dan ruang bawah tanah;
c. Acuan dalam pemberian insentif dan disinsentif;
d. Acuan dalam pengenaan sanksi atas pelanggaran tata ruang;
e. Rujukan teknis untuk pengembangan lahan, investasi, serta perencanaan infrastruktur.
4. Manfaat Peraturan Zonasi
PZ memberikan manfaat strategis, baik bagi pemerintah, pelaku usaha, maupun masyarakat, yaitu:
- Menjamin dan menjaga kualitas ruang minimal pada setiap wilayah perencanaan (WP);
- Melindungi karakteristik zona dengan mencegah penggunaan lahan yang tidak sesuai;
- Meminimalkan dampak negatif lingkungan, seperti banjir, pencemaran, dan kemacetan akibat pemanfaatan ruang yang tidak teratur;
- Mendukung keterpaduan kebijakan lintas sektor, seperti transportasi, perumahan, dan lingkungan hidup.
5. Komponen Utama Peraturan Zonasi
Peraturan Zonasi terdiri dari dua bagian utama, yaitu aturan dasar zonasi dan teknik pengaturan zonasi.
A. Aturan Dasar Zonasi
Aturan dasar merupakan ketentuan normatif yang mengatur syarat-syarat pemanfaatan ruang, meliputi:
- Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan (jenis kegiatan yang diperbolehkan, bersyarat, atau dilarang);
- Ketentuan intensitas ruang (Koefisien Dasar Bangunan, Koefisien Lantai Bangunan, ketinggian bangunan, dan kepadatan);
- Ketentuan tata bangunan (jarak bebas bangunan, sempadan, orientasi, dan arsitektur lingkungan);
- Ketentuan prasarana dan sarana minimal (aksesibilitas, drainase, utilitas publik);
- Ketentuan khusus (misalnya untuk kawasan cagar budaya, kawasan rawan bencana, atau zona pariwisata);
- Ketentuan pelaksanaan, termasuk mekanisme perizinan dan pengawasan.
B. Teknik Pengaturan Zonasi
Teknik ini dikembangkan untuk memberikan fleksibilitas adaptif terhadap kondisi lapangan dan dinamika pembangunan, antara lain melalui:
- Transfer of Development Rights (TDR), yaitu pemindahan hak bangun dari satu zona ke zona lain;
- Planned Unit Development (PUD), yaitu pengembangan terpadu berbasis blok;
- Overlay Zoning, yaitu penerapan lapisan peraturan tambahan untuk kawasan tertentu;
- Performance Zoning, yaitu pengaturan berbasis kinerja lingkungan dan sosial;
- Mixed-Use Zoning, yaitu kombinasi fungsi ruang dalam satu kawasan dengan pengaturan proporsional.
6. Kedudukan Peraturan Zonasi dalam Sistem Perencanaan Kota
Dalam sistem penataan ruang nasional, PZ menempati posisi strategis sebagai jembatan antara perencanaan dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Dokumen RTRW atau RDTR tanpa PZ tidak dapat diimplementasikan secara efektif, karena PZ adalah instrumen yang mengoperasionalkan rencana tata ruang di lapangan.
Dengan demikian, PZ menjadi dasar hukum utama dalam:
- Proses penerbitan izin pemanfaatan ruang (KKPR);
- Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);
- Evaluasi kesesuaian ruang terhadap kegiatan pembangunan;
- Pengawasan dan penegakan hukum tata ruang.
7. Implikasi untuk Bali
Bali memiliki kekhasan ruang yang tidak dimiliki daerah lain di Indonesia. Penerapan Peraturan Zonasi di Bali harus memperhatikan integrasi antara aturan tata ruang modern dengan nilai-nilai kearifan lokal, seperti Subak, Desa Adat, Tri Mandala, dan Tri Hita Karana.
Beberapa implikasi strategis bagi Bali antara lain:
- Zona lindung Subak, zona suci, xona tempat suci, sempadan jurang, sempadan pantai, sempadan mata air, sempadan danau dan sempadan sungai harus ditetapkan sebagai zona suci ekologis, bebas dari izin komersial dan pembangunan padat.
- Penerapan zonasi berbasis risiko bencana (banjir, longsor, dan rob) harus dimasukkan ke dalam RDTR Sarbagita.
- Desa Adat dan Desa Dinas perlu menjadi bagian dari pengawasan pelaksanaan zonasi agar tidak terjadi tumpang tindih izin dan adat.
- Instrumen PZ digital berbasis SIG perlu dikembangkan untuk memantau perubahan pemanfaatan ruang secara real-time.
- Kebijakan perizinan investasi di Bali wajib mengacu pada zonasi budaya dan spiritual, bukan hanya ekonomis.
Dengan demikian, Peraturan Zonasi bukan sekadar dokumen teknis, melainkan alat perlindungan jangka panjang terhadap identitas, budaya, dan keseimbangan ekologis Pulau Bali.
8. Refleksi untuk Kita Semua
Kita semua—pemerintah, masyarakat, akademisi, dan dunia usaha—memiliki tanggung jawab yang sama dalam menjaga ruang Bali agar tetap nyegara gunung, nyegara giri, harmonis antara darat dan laut, antara pembangunan dan kelestarian.
Sering kali kegagalan bukan karena tiadanya rencana, melainkan karena minimnya pelaksanaan dan lemahnya koordinasi kewenangan. Pertumbuhan ekonomi dan investasi tidak boleh berjalan tanpa pengendalian ruang yang ketat. Alam Bali telah menunjukkan reaksinya: banjir, abrasi, kekeringan, dan krisis air bersih.
Peraturan Zonasi seharusnya menjadi rem peradaban, bukan sekadar formalitas administratif. Ia mengingatkan kita bahwa ruang adalah warisan generasi, bukan komoditas yang habis diperjualbelikan. Bila kita mampu menegakkan zonasi dengan hati dan logika ruang, maka pembangunan Bali akan benar-benar berpijak pada prinsip Sad Kerthi dan Tri Hita Karana—memuliakan manusia, menjaga alam, dan menghormati Tuhan.
Daftar Pustaka
- Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN. (2021). Permen ATR/BPN Nomor 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan Penerbitan Persetujuan Substansi RTRW dan RDTR.
- Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
- Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
- Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2023 tentang RTRW Provinsi Bali Tahun 2023–2043.
- Badan Informasi Geospasial (BIG). (2024). Pedoman Analisis Kemampuan Lahan dan Kesesuaian Ruang dalam Penataan Wilayah.
