Krisis Pengelolaan Sampah di Bali Menjelang Penutupan TPA Suwung 23 Desember 2025: Analisis Regulasi, Risiko, Praktik Internasional, dan Refleksi Kolektif Menuju Sistem Ekonomi Sirkular

Abstrak

Permasalahan sampah di Bali memasuki fase kritis seiring rencana penutupan TPA Suwung pada 23 Desember 2025. Artikel ini menganalisis kesiapan Bali dalam mengelola sampah pasca-TPA berbasis pada kerangka regulasi (UU No. 18/2008, UU No. 32/2009, Pergub Bali No. 97/2018, Pergub Bali No. 47/2019, dan SE Gubernur No. 9/2025), praktik empiris internasional dari Jepang, Korea Selatan, dan Uni Eropa, serta konsekuensi hukum bagi pemerintah jika kelalaian menimbulkan pencemaran lingkungan atau korban manusia. Desain penelitian menggunakan kajian literatur dan analisis kebijakan (policy analysis). Hasil menunjukkan adanya gap signifikan antara target regulasi dan kesiapan implementasi di tingkat hulu (pemilahan di sumber), rantai pasok pengangkutan, dan hilir (TPST/TPA). Studi internasional menunjukkan bahwa keberhasilan pengelolaan sampah bergantung pada tiga faktor: kepatuhan pemilahan warga, insentif-ekonomi berbasis circular economy, serta penegakan hukum yang konsisten. Artikel ditutup dengan refleksi bahwa krisis sampah tidak hanya persoalan teknis, tetapi ujian moral peradaban dan kolaborasi seluruh pemangku kepentingan.

Kata kunci: pengelolaan sampah, Bali, TPA Suwung, circular economy, kebijakan lingkungan, risiko hukum


1. Pendahuluan

Bali menghasilkan lebih dari 4.281 ton sampah setiap hari, di mana sekitar 60% dihasilkan oleh rumah tangga dan 40% oleh sektor komersial termasuk pariwisata (Kementerian LHK, 2023). Selama dua dekade, TPA Suwung menjadi lokasi penampungan dominan bagi sampah regional wilayah Denpasar–Badung–Tabanan–Gianyar yang menyumbang >70% total volume sampah Bali. Rencana penutupan TPA Suwung pada 23 Desember 2025 menempatkan Bali pada titik kritis transisi sistem persampahan.

Kerangka hukum nasional telah mengatur kewajiban pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah melalui UU No. 18/2008 dan UU PPLH No. 32/2009. Pasal 40 UU 18/2008 menegaskan ancaman sanksi pidana bagi pengelola sampah yang lalai dan menyebabkan pencemaran lingkungan. Konteks Bali diperkuat oleh Pergub No. 97/2018 (pelarangan plastik sekali pakai), Pergub No. 47/2019 (pengelolaan sampah berbasis sumber), serta SE Gubernur No. 9/2025 yang menekankan pemilahan, pengomposan, daur ulang, dan pelarangan air minum dalam kemasan plastik <1L.

Meskipun demikian, implementasi di lapangan menunjukkan kesenjangan signifikan: tingkat pemilahan rumah tangga masih <35%, fasilitas TPST belum seragam beroperasi penuh, dan sistem hukum-administratif belum berjalan optimal.

Krisis ini menuntut telaah akademis komprehensif untuk mengarahkan strategi transformasi menuju sistem Bali Bersih Sampah berbasis ekonomi sirkular.


2. Metode

Penelitian menggunakan pendekatan analisis kebijakan (policy analysis) dengan tiga tahapan:

  1. Kajian regulasi dan dokumen kebijakan nasional dan daerah.
  2. Analisis gap antara target regulasi dan realisasi teknis di lapangan (hulu–tengah–hilir).
  3. Perbandingan internasional melalui studi literatur mengenai sistem pengelolaan sampah Jepang, Korea Selatan, dan Uni Eropa.

Sumber data mencakup dokumen pemerintah, laporan akademik, laporan internasional UNEP, OECD, dan artikel jurnal peer-reviewed 2018–2024.


3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Kesenjangan Kebijakan dan Implementasi di Bali

Aspek Target Regulasi Kondisi Implementasi Gap
Pemilahan di Sumber 100% rumah tangga memilah (SE No. 9/2025) ±35% memilah Tinggi
Pengolahan Organik 60% kompos/maggot (Pergub 47/2019) ±25% Tinggi
Daur Ulang Anorganik 30–40% ±12% Tinggi
Residual ke TPA 10–20% ±55% Sangat tinggi
Penegakan Hukum Sanksi administratif wajib Minimal Tinggi

Temuan: masalah utama tidak terletak pada peraturan, melainkan kepatuhan sosial, konsistensi penegakan, dan kesiapan infrastruktur hilir.


3.2 Risiko Hukum bagi Pemerintah Daerah

Berdasarkan UU No. 18/2008 dan UU PPLH No. 32/2009, pemerintah daerah dapat dikenakan sanksi pidana jika:

  • kelalaian pengelolaan sampah menyebabkan pencemaran atau kerusakan lingkungan,
  • terjadi korban jiwa atau luka berat akibat kebakaran, longsor, atau pencemaran TPA.

Kasus Mirip Internasional:

  • Tokyo Metropolitan Landfill (1997) → pejabat kota dihukum karena kebakaran TPA meracuni perairan (Kato, 2002).
  • Korea Selatan (Seoul, 2000) → pemerintah kota dituntut perdata karena gagal mencegah pencemaran air lindi (Kim & Lee, 2011).

Implikasi untuk Bali: penutupan TPA Suwung tanpa kesiapan alternatif operasional berpotensi masuk kategori kelalaian kebijakan (policy negligence).


3.3 Praktik Empiris Internasional

Negara/Region Kunci Keberhasilan Pelajaran untuk Bali
Jepang Pemilahan ketat 6–12 kategori & penalti hukum Konsistensi penegakan
Korea Selatan Sistem bayar sesuai jumlah sampah (Pay-As-You-Throw) Insentif dan disinsentif ekonomi
Uni Eropa Circular Economy & Extended Producer Responsibility Produsen wajib menarik kembali kemasan

Kesimpulan pembahasan internasional: perubahan perilaku hanya terjadi bila regulasi + insentif ekonomi + sanksi ditegakkan simultan.


4. Kesimpulan

Pengelolaan sampah Bali berada dalam status darurat struktural, bukan hanya teknis. Penutupan TPA Suwung pada 23 Desember 2025 berpotensi memunculkan krisis lingkungan dan risiko hukum jika alternatif sistem pengolahan belum siap. Studi internasional menegaskan bahwa keberhasilan sistem persampahan bergantung pada sinergi pemilahan 100% di sumber, sanksi tegas, pembiayaan berkelanjutan, dan penerapan ekonomi sirkular.


5. Refleksi — Untuk Semua Pemangku Kepentingan

Krisis sampah bukan sekadar persoalan manajemen — ia adalah cermin peradaban. Sampah adalah jejak perilaku. Kita semua merupakan bagian dari masalah dan bagian dari solusi:

Pemangku Kepentingan Tanggung Jawab Reflektif
Pemerintah Menjadikan pengelolaan sampah prioritas tertinggi & menegakkan hukum
Sektor Swasta Pariwisata Mengolah sampah internal & menuju Zero Waste
Masyarakat Memilah dari sumber dan mengurangi konsumsi
Desa Adat Mengontrol kepatuhan sosial melalui awig-awig
Akademisi/LSM Mengawal implementasi, bukan hanya penelitian
Generasi Muda Mengubah budaya konsumsi dan gaya hidup

Penutupan TPA Suwung adalah momen sejarah: memilih budaya buang atau budaya sirkular. Yang gagal bukan hanya merusak lingkungan dan ekonomi pariwisata, tetapi mengkhianati generasi mendatang.


Ucapan Terima Kasih

Penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh pemangku kepentingan di Bali yang telah berkontribusi pada penguatan kajian dan literatur pengelolaan sampah dan kebijakan lingkungan.


Daftar Pustaka 

  • Kato, H. (2002). Waste policy reform in Japan. Journal of Environmental Management, 65(2), 125–138.
  • Kim, J., & Lee, S. (2011). Legal liability for municipal landfill pollution in South Korea. Environmental Policy Review, 9(1), 88–102.
  • Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2023). Statistik Persampahan Nasional 2023. Jakarta: KLHK.
  • Pemerintah Republik Indonesia. (2008). Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
  • Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
  • Pemerintah Provinsi Bali. (2018). Pergub Bali No. 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Plastik Sekali Pakai.
  • Pemerintah Provinsi Bali. (2019). Pergub Bali No. 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber.
  • Pemerintah Provinsi Bali. (2025). Surat Edaran Gubernur Bali No. 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah.

About tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN

View all posts by tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN →