Abstrak
Dinamika pembangunan nasional dan daerah menunjukkan adanya ketegangan struktural antara percepatan investasi dan perlindungan sumber daya lahan pertanian. Di Bali, tekanan alih fungsi lahan meningkat seiring dominasi sektor pariwisata yang memerlukan ruang fisik intensif. Artikel ini bertujuan menganalisis integrasi kebijakan antara Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dengan Instruksi Gubernur Bali Nomor 5 Tahun 2025 tentang Larangan Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Sektor Lain dalam kerangka perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Metode yang digunakan adalah pendekatan yuridis-normatif dengan analisis kebijakan (policy analysis) terhadap norma, substansi, dan mekanisme implementasi kedua regulasi. Hasil kajian menunjukkan bahwa PP 28/2025 menyediakan kerangka nasional yang rigid dan berbasis risiko, sementara Ingub 5/2025 berfungsi sebagai instrumen pengamanan daerah yang memperkuat pengawasan, pengendalian, dan penegakan hukum. Integrasi keduanya berkontribusi pada penguatan kedaulatan pangan Bali, namun masih menghadapi tantangan sinkronisasi kelembagaan, kapasitas pengawasan, dan tekanan ekonomi lokal. Artikel ini diharapkan memberikan kontribusi akademik dan reflektif bagi pembuat kebijakan, akademisi, dan masyarakat dalam menjaga keberlanjutan lahan pertanian.
Kata kunci: LP2B, perizinan berbasis risiko, alih fungsi lahan, kedaulatan pangan, Bali.
1. Pendahuluan
Pembangunan nasional pada era reformasi regulasi ditandai oleh upaya pemerintah untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui penyederhanaan perizinan. Namun, di sisi lain, pembangunan tersebut memunculkan tekanan signifikan terhadap sumber daya alam, khususnya lahan pertanian. Fenomena alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan non-pertanian merupakan isu struktural yang berdampak langsung pada ketahanan dan kedaulatan pangan.
Di Provinsi Bali, persoalan ini memiliki kompleksitas tersendiri. Ketergantungan ekonomi pada sektor pariwisata mendorong kebutuhan ruang untuk akomodasi, infrastruktur, dan fasilitas pendukung pariwisata. Tekanan tersebut berimplikasi pada menyusutnya lahan sawah produktif, yang sejatinya tidak hanya memiliki nilai ekonomi, tetapi juga nilai sosial, budaya, dan ekologis yang terintegrasi dalam sistem Subak.
Sebagai bentuk penguatan terhadap Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. PP ini dimaksudkan sebagai instrumen teknis untuk memastikan bahwa kegiatan usaha, termasuk yang berpotensi berdampak pada ruang dan lahan pertanian, dikendalikan melalui pendekatan risiko.
Di tingkat daerah, Pemerintah Provinsi Bali merespons dengan menerbitkan Instruksi Gubernur Bali Nomor 5 Tahun 2025 tentang Larangan Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Sektor Lain. Instruksi ini bersifat pengamanan (safeguarding policy) untuk menutup celah implementasi kebijakan nasional di tingkat lokal. Pendahuluan ini menegaskan bahwa tanpa integrasi yang kuat antara PP 28/2025 dan Ingub 5/2025, kedaulatan pangan Bali akan terus terancam oleh laju konversi lahan yang tidak terkendali.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-normatif dengan fokus pada analisis peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik. Data yang digunakan terdiri atas bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan terkait, serta bahan hukum sekunder berupa literatur akademik, artikel kebijakan, dan publikasi media yang relevan.
Analisis dilakukan melalui tiga tahap. Pertama, inventarisasi norma untuk mengidentifikasi substansi pengaturan dalam PP Nomor 28 Tahun 2025 dan Instruksi Gubernur Bali Nomor 5 Tahun 2025. Kedua, analisis sinkronisasi vertikal dan horizontal guna menilai kesesuaian kedua regulasi dengan kerangka hukum nasional dan kebijakan daerah. Ketiga, analisis reflektif untuk menilai implikasi kebijakan terhadap perlindungan LP2B dan kedaulatan pangan Bali.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Substansi Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025
PP Nomor 28 Tahun 2025 menegaskan pendekatan perizinan berusaha berbasis risiko sebagai paradigma utama dalam pengelolaan kegiatan usaha. Dalam konteks LP2B, pendekatan ini menempatkan alih fungsi lahan pertanian sebagai kegiatan berisiko tinggi yang memerlukan pengendalian ketat, persyaratan perizinan berlapis, dan pengawasan berkelanjutan.
PP ini memberikan kepastian hukum mengenai tata cara penetapan dan perlindungan LP2B di tingkat nasional. Penetapan LP2B tidak lagi bersifat deklaratif, melainkan mengikat secara hukum dan terintegrasi dengan sistem perizinan nasional. Dengan demikian, setiap rencana usaha yang berpotensi mengonversi lahan pertanian wajib melalui uji risiko dan kesesuaian tata ruang.
3.2 Substansi Instruksi Gubernur Bali Nomor 5 Tahun 2025
Instruksi Gubernur Bali Nomor 5 Tahun 2025 merupakan respon kebijakan daerah terhadap ancaman nyata alih fungsi lahan. Instruksi ini memerintahkan Bupati/Wali Kota untuk secara tegas melarang perubahan fungsi lahan pertanian ke sektor lain, memperketat pengawasan, dan menindak pelanggaran secara hukum.
Secara substansial, Ingub ini mengadopsi semangat PP 28/2025, khususnya dalam aspek pengawasan berjenjang dan penegakan hukum. Penegasan sanksi pidana dan denda yang berat mencerminkan upaya menciptakan efek jera bagi spekulan tanah dan pihak-pihak yang menyalahgunakan kewenangan.
3.3 Integrasi Kebijakan Nasional dan Daerah
Integrasi antara PP 28/2025 dan Ingub 5/2025 dapat dilihat sebagai bentuk sinkronisasi vertikal yang saling melengkapi. PP 28/2025 menyediakan kerangka normatif dan teknokratis di tingkat nasional, sementara Ingub 5/2025 berperan sebagai instrumen operasional di tingkat daerah.
Di Bali, integrasi ini memiliki makna strategis karena selaras dengan visi pembangunan daerah “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”, yang menempatkan harmoni antara manusia, alam, dan budaya sebagai fondasi pembangunan. Perlindungan LP2B bukan sekadar kebijakan sektoral, melainkan bagian dari mandat kedaulatan pangan dan pelestarian budaya agraris Bali.
3.4 Tantangan Implementasi
Meskipun secara normatif kuat, implementasi integrasi kebijakan ini menghadapi sejumlah tantangan. Pertama, kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dalam melakukan pengawasan masih terbatas. Kedua, tekanan ekonomi lokal dan kepentingan investasi sering kali memicu resistensi terhadap kebijakan perlindungan lahan. Ketiga, kesadaran masyarakat dan pelaku usaha terhadap pentingnya LP2B masih perlu diperkuat.
4. Refleksi untuk Kita Semua
Perlindungan lahan pertanian bukan semata-mata urusan pemerintah, melainkan tanggung jawab kolektif seluruh elemen masyarakat. Integrasi PP 28/2025 dan Ingub 5/2025 mengajarkan bahwa pembangunan tidak boleh mengorbankan fondasi pangan dan identitas budaya.
Bagi pembuat kebijakan, refleksi ini menegaskan pentingnya konsistensi dan keberanian politik dalam menegakkan aturan. Bagi akademisi, terdapat ruang besar untuk terus mengkaji efektivitas kebijakan dan memberikan rekomendasi berbasis ilmu pengetahuan. Bagi masyarakat, khususnya generasi muda Bali, perlindungan lahan pertanian adalah bagian dari menjaga warisan leluhur dan keberlanjutan hidup di masa depan.
5. Kesimpulan
Integrasi Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025 dan Instruksi Gubernur Bali Nomor 5 Tahun 2025 merupakan langkah strategis dalam memperkuat perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Bali. PP 28/2025 memberikan kepastian hukum dan kerangka perizinan berbasis risiko di tingkat nasional, sementara Ingub 5/2025 memperkuat pengendalian dan penegakan hukum di tingkat daerah.
Meskipun demikian, efektivitas kebijakan sangat bergantung pada kapasitas implementasi, sinergi antar lembaga, dan partisipasi masyarakat. Oleh karena itu, integrasi kebijakan ini perlu terus diperkuat melalui pengawasan, edukasi publik, dan komitmen bersama untuk menjaga kedaulatan pangan Bali.
Daftar Pustaka
DetikBali. (2025). Kebijakan perlindungan lahan pertanian di Bali.
Gubernur Bali. (2025). IINGUB 5 TAHUN 2025 LARANGAN AHLI FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE SEKTOR LAIN
Sutaryono. (2025). Kebijakan perlindungan ruang dan lahan pertanian.
Wicaksono, A. (2025). Penegakan hukum alih fungsi lahan dan efek jera kebijakan publik.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
