Pendahuluan
Peraturan Daerah (Perda) No. 2 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali Tahun 2023-2043 memiliki peranan krusial dalam mengatur arah pengembangan dan penggunaan lahan di wilayah Bali. Salah satu aspek yang sangat penting dalam Perda ini adalah zonasi kawasan pariwisata, yang pengaturannya secara rinci dalam Pasal 95.
Dengan demikian, Pasal 95 dalam Perda tersebut menetapkan landasan yang kokoh untuk pengembangan pariwisata yang berkelanjutan, berbasis budaya lokal, dan melindungi kekayaan alam Bali yang unik. Ini adalah langkah penting menuju pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dan berdampak positif bagi seluruh komunitas Bali.
Indikasi Arahan Zonasi
Kegiatan yang Diperbolehkan
Pasal 95 menyebutkan kegiatan-kegiatan yang diperbolehkan dalam kawasan pariwisata, antara lain:
- DTW (Daya Tarik Wisata): Pengembangan dan pengelolaan objek wisata yang menjadi daya tarik utama bagi wisatawan.
- Penyediaan Akomodasi: Pembangunan hotel, vila, dan penginapan lainnya untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal wisatawan.
- Pengembangan Fasilitas Pariwisata: Pembangunan fasilitas pendukung pariwisata seperti restoran, toko oleh-oleh, dan pusat informasi wisata.
- Pembangunan Fasilitas Meetings, Incentives, Conferences, and Exhibitions (MICE): Pembangunan ruang pertemuan, pusat konvensi, dan fasilitas untuk kegiatan bisnis.
- Fasilitas Rekreasi: Pembangunan taman bermain, area rekreasi, dan tempat hiburan.
- Kegiatan Ekowisata: Pengembangan wisata berbasis alam yang memperhatikan kelestarian lingkungan.
- Agrowisata: Pengembangan wisata berbasis pertanian yang mengedukasi wisatawan tentang proses pertanian.
- Kawasan Permukiman Setempat yang Telah Ada: Pengelolaan dan pengembangan kawasan permukiman yang sudah ada dalam harmoni dengan lingkungan.
- Kawasan Peruntukan Lainnya: Pengelolaan kawasan yang sudah berkembang secara harmonis untuk kegiatan budi daya dan lindung.
- Pengembangan Pariwisata Kerakyatan Berbasis Kearifan Lokal dan Masyarakat Setempat: Pemberdayaan masyarakat lokal dalam kegiatan pariwisata dengan mengedepankan kearifan lokal.
Kegiatan yang Diperbolehkan dengan Syarat
Yang diperbolehkan dengan syarat tertentu, antara lain:
- Kegiatan Perumahan: Pengembangan perumahan yang harus memperhatikan tata ruang dan keselarasan dengan kawasan pariwisata.
- Pertanian dan Perikanan: Kegiatan pertanian dan perikanan yang tidak mengganggu kawasan pariwisata.
- Sarana dan Prasarana Penunjang Transportasi: Pengembangan fasilitas transportasi yang mendukung aksesibilitas kawasan pariwisata.
- Fasilitas Rekreasi Hiburan: Pengembangan fasilitas hiburan yang tetap memperhatikan norma dan budaya setempat.
- Kegiatan Industri Kecil Penunjang Pariwisata: Industri kecil yang mendukung sektor pariwisata seperti kerajinan tangan dan makanan lokal.
- Kegiatan Lain yang Telah Ada dan Terintegrasi secara Harmonis dengan Zona Efektif Pariwisata: Kegiatan yang sudah ada dan tidak merusak keseimbangan kawasan pariwisata.
- Jaringan Prasarana Wilayah: Pengembangan infrastruktur wilayah yang mendukung kawasan pariwisata.
Kegiatan yang Tidak Diperbolehkan
Ketentuan untuk tidak memperbolehkan kegiatan yang berpotensi merusak atau menurunkan kualitas kawasan pariwisata. Ini merupakan langkah yang penting dalam memastikan keberlanjutan dan kelestarian kawasan tersebut. Hal ini menekankan pentingnya menjaga lingkungan alamiah serta memastikan pengalaman wisata yang positif bagi pengunjung.
Pencemaran dan kerusakan lingkungan dapat berdampak negatif tidak hanya pada ekosistem lokal, tetapi juga pada daya tarik pariwisata dan kesejahteraan masyarakat setempat. Oleh karena itu, melarang kegiatan yang dapat menyebabkan pencemaran atau kerusakan lingkungan merupakan langkah proaktif untuk menjaga kualitas lingkungan dan memastikan berkelanjutan pariwisata.
Selain itu, menghindari kegiatan yang mengganggu kenyamanan wisatawan juga penting untuk mempertahankan reputasi kawasan pariwisata dan meningkatkan kepuasan pengunjung. Lingkungan yang tenang dan bersih merupakan faktor penting dalam menciptakan pengalaman wisata yang menyenangkan dan mengesankan.
Dengan demikian, larangan terhadap kegiatan yang berpotensi merusak atau menurunkan kualitas kawasan pariwisata merupakan langkah yang bijaksana. Hal ini bertujuan menjaga keberlanjutan pariwisata dan melindungi lingkungan serta kesejahteraan masyarakat setempat.
Tema Pengembangan Kawasan Pariwisata
Pengembangan tema kawasan pariwisata yang mengikuti arah pengembangan tiap Kawasan Strategis Pariwisata (KSP) merupakan pendekatan yang bijaksana dan berwawasan ke depan. Dalam konteks ini, mitigasi bencana, pelestarian lingkungan, dan keberlanjutan alam menjadi aspek penting.
Dalam rencana pengembangan, tema kawasan pariwisata haruslah selaras dengan karakteristik dan potensi setiap KSP. Misalnya, di daerah yang rawan terhadap bencana alam seperti gempa bumi atau tsunami, tema pengembangan harus mengintegrasikan strategi mitigasi risiko bencana, termasuk infrastruktur tanggap bencana dan edukasi masyarakat tentang prosedur evakuasi. Begitu juga, dalam kawasan yang kaya akan keanekaragaman hayati atau ekosistem yang rentan, tema pengembangan harus menekankan pada pelestarian alam dan praktik pariwisata yang bertanggung jawab.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini dalam tema pengembangan, kawasan pariwisata dapat tumbuh secara berkelanjutan, sambil melindungi kekayaan alam dan budaya yang ada. Hal ini tidak hanya mendukung keberlanjutan industri pariwisata dalam jangka panjang, tetapi juga membantu dalam menjaga kesejahteraan masyarakat setempat dan memperkuat ketahanan terhadap bencana alam.
Dengan demikian, integrasi mitigasi bencana, pelestarian lingkungan, dan keberlanjutan alam dalam tema pengembangan kawasan pariwisata merupakan langkah yang penting untuk memastikan bahwa pertumbuhan pariwisata terjadi secara harmonis dengan kondisi alam dan sosial setempat.
Kawasan Pariwisata Berfungsi sebagai Mangrove
Kawasan pariwisata yang berfungsi sebagai mangrove memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Mangrove merupakan ekosistem pesisir yang sangat penting bagi perlindungan pantai, pengendalian banjir, penyaringan polutan, serta sebagai habitat bagi berbagai jenis flora dan fauna. Dalam konteks pengembangan pariwisata di Bali, mempertahankan fungsi kawasan mangrove adalah langkah krusial untuk memastikan bahwa aktivitas pariwisata tidak merusak keseimbangan lingkungan. Berikut adalah beberapa langkah untuk memastikan kawasan pariwisata mangrove tetap berfungsi optimal:
Konservasi dan Restorasi Mangrove
- Penanaman Kembali Mangrove: Program penanaman kembali mangrove di area yang mengalami degradasi dapat membantu memulihkan ekosistem mangrove.
- Pembuatan Jalur Ekowisata: Pengembangan jalur ekowisata yang melibatkan penjelajahan kawasan mangrove dengan menggunakan jembatan kayu atau jalur jalan setapak yang tidak merusak lingkungan.
- Pengelolaan Sampah dan Polusi: Menjaga kebersihan kawasan mangrove dengan mengelola sampah dan mengurangi sumber polusi dari aktivitas pariwisata.
Edukasi dan Partisipasi Masyarakat
- Program Edukasi Lingkungan: Mengadakan program edukasi bagi wisatawan dan masyarakat lokal tentang pentingnya ekosistem mangrove.
- Pelibatan Masyarakat Lokal: Mengajak masyarakat lokal untuk terlibat dalam kegiatan konservasi dan pengelolaan kawasan mangrove.
Regulasi dan Pengawasan
- Pembatasan Pembangunan: Menetapkan peraturan yang ketat terkait pembangunan di kawasan mangrove untuk mencegah kerusakan lingkungan.
- Pengawasan Ketat: Melakukan pengawasan secara berkala untuk memastikan tidak ada aktivitas yang merusak ekosistem mangrove.
Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan
- Fasilitas Ramah Lingkungan: Mengembangkan fasilitas pariwisata yang ramah lingkungan dan tidak merusak ekosistem mangrove.
- Aktivitas Wisata yang Tidak Merusak: Mempromosikan aktivitas wisata seperti bird watching, kayaking, atau snorkeling yang tidak merusak habitat mangrove.
Dengan langkah-langkah ini, kawasan mangrove dapat terus memberikan manfaat ekologis sambil mendukung pengembangan pariwisata yang berkelanjutan di Bali. Mempertahankan fungsi mangrove sebagai bagian dari kawasan pariwisata adalah upaya penting dalam menjaga keseimbangan alam dan mendukung kesejahteraan masyarakat lokal.
Kawasan Pariwisata yang Berbatasan dengan Kawasan Lindung
Kawasan pariwisata yang berbatasan langsung dengan kawasan lindung harus terkelola dengan sangat hati-hati untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata tidak merusak lingkungan atau mengganggu fungsi kawasan lindung. Berikut adalah beberapa arahan dan langkah untuk mencapai tujuan ini:
Kegiatan yang Diperbolehkan
- Ekowisata:
- Mengembangkan kegiatan ekowisata yang berfokus pada pelestarian alam, seperti trekking, bird watching, dan edukasi lingkungan.
- Menggunakan panduan dan pemandu wisata yang terlatih untuk memastikan wisatawan memahami dan menghargai pentingnya kawasan lindung.
- Wisata Pendidikan:
- Mendirikan pusat informasi dan pendidikan lingkungan yang menjelaskan keunikan dan pentingnya kawasan lindung.
- Mengadakan program-program edukatif yang melibatkan sekolah-sekolah dan komunitas lokal.
- Fasilitas Ramah Lingkungan:
- Membangun fasilitas pariwisata yang ramah lingkungan dengan bahan-bahan yang tidak merusak alam, seperti kayu daur ulang atau bambu.
- Menyediakan akomodasi dan fasilitas yang berkelanjutan, seperti homestay yang pengelolaannya oleh masyarakat lokal.
Pembatasan Kegiatan
- Tidak Mengubah Bentang Alam:
- Melarang pembangunan infrastruktur besar yang mengubah topografi atau bentang alam asli kawasan tersebut.
- Menjaga vegetasi asli dan mencegah penebangan pohon secara sembarangan.
- Menjaga Keseimbangan Unsur Lingkungan:
- Membatasi jumlah pengunjung untuk mencegah kerusakan lingkungan akibat over-tourism.
- Menggunakan teknologi dan praktik ramah lingkungan dalam pengelolaan sampah dan sanitasi.
- Tidak Mengganggu Fungsi Kawasan Lindung:
- Melarang kegiatan yang berpotensi menyebabkan polusi, baik udara, air, maupun tanah.
- Mengatur penggunaan kendaraan bermotor di sekitar kawasan lindung untuk mengurangi emisi dan kebisingan.
Pengawasan dan Penegakan Regulasi
Pengawasan dan penegakan regulasi adalah bagian integral dari manajemen pariwisata yang efektif dan berkelanjutan. Ini adalah langkah penting dalam memastikan bahwa aturan dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah, termasuk yang terkait dengan zonasi kawasan pariwisata, dipatuhi dengan baik oleh semua pihak yang terlibat. Berikut adalah beberapa aspek penting dalam pengawasan dan penegakan regulasi dalam konteks pariwisata:
- Penegakan Hukum: Penting untuk memiliki kerangka hukum yang jelas dan tegas terkait dengan aturan pariwisata. Ini termasuk sanksi yang jelas bagi pelanggaran aturan, seperti denda atau tindakan hukum lainnya. Penegakan hukum yang konsisten dan adil adalah kunci untuk menjaga kepatuhan terhadap regulasi pariwisata.
- Pengawasan Lapangan: Pemerintah setempat harus melaksanakan kegiatan pengawasan secara teratur di lokasi-lokasi pariwisata untuk memastikan bahwa kegiatan yang dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini melibatkan pemeriksaan langsung oleh petugas terhadap kegiatan operasional, fasilitas, dan infrastruktur di kawasan pariwisata.
- Pelaporan dan Pengaduan Masyarakat: Masyarakat juga dapat berperan dalam pengawasan pariwisata dengan melaporkan pelanggaran yang mereka saksikan kepada otoritas terkait. Membuka saluran pengaduan dan memastikan bahwa laporan tersebut ditindaklanjuti dengan serius akan meningkatkan efektivitas pengawasan dan penegakan regulasi.
- Kerjasama dengan Pihak Swasta: Kerjasama antara pemerintah dan pelaku industri pariwisata, seperti hotel, restoran, dan agen perjalanan, juga penting dalam upaya pengawasan. Pelaku industri dapat membantu dalam mendeteksi dan melaporkan pelanggaran, serta berkomitmen untuk mematuhi regulasi yang ada.
- Sosialisasi dan Edukasi: Selain penegakan hukum, upaya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya mematuhi regulasi pariwisata juga sangat penting. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang dampak negatif dari pelanggaran terhadap lingkungan dan budaya, masyarakat akan lebih cenderung untuk mematuhi aturan.
Melalui pengawasan dan penegakan regulasi yang efektif, pemerintah dapat memastikan bahwa pengembangan pariwisata berlangsung dengan cara yang bertanggung jawab, berkelanjutan, dan memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat.
Pelibatan Komunitas Lokal
- Partisipasi Aktif:
- Mendorong partisipasi aktif masyarakat lokal dalam pengelolaan kawasan pariwisata dan lindung.
- Memberikan pelatihan dan pemberdayaan kepada masyarakat lokal agar mereka dapat berkontribusi secara efektif dalam konservasi lingkungan.
- Keuntungan Ekonomi:
- Memastikan bahwa keuntungan ekonomi dari kegiatan pariwisata juga dapat terasakan oleh komunitas lokal, sehingga mereka memiliki insentif untuk melestarikan lingkungan.
Dengan arahan dan langkah-langkah ini, pengembangan kawasan pariwisata yang berbatasan langsung dengan kawasan lindung dapat terkelola secara berkelanjutan, tanpa mengubah bentang alam, merusak keseimbangan lingkungan, atau mengganggu fungsi kawasan lindung.
Pembatasan Koefisien Dasar Bangunan
Pembatasan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) hingga paling tinggi 50% dari persil di kawasan pariwisata adalah langkah penting untuk menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan. Ini bertujuan untuk memastikan bahwa tidak lebih dari setengah dari luas lahan yang tersedia untuk pembangunan fisik, sementara sisanya untuk ruang terbuka hijau, taman, dan area resapan air. Dengan demikian, ekosistem lokal tetap terjaga, estetika lingkungan terpelihara, dan risiko bencana alam.
Selain itu, pembatasan KDB ini juga mendukung keberlanjutan pariwisata dan kualitas hidup penduduk lokal. Dengan menjaga proporsi yang sehat antara bangunan dan ruang hijau, kawasan pariwisata dapat mempertahankan daya tarik alamnya, yang merupakan aset utama dalam industri pariwisata. Ruang terbuka yang memadai juga memberikan kenyamanan lebih bagi wisatawan dan masyarakat setempat, serta mendukung kegiatan rekreasi dan budaya. Implementasi kebijakan ini melalui regulasi ketat, proses perizinan yang jelas, dan pengawasan yang rutin akan memastikan bahwa pembangunan di kawasan pariwisata Bali tetap harmonis dengan lingkungan dan budaya lokal.
Ketinggian Bangunan
Pembatasan ketinggian bangunan hingga maksimal 15 meter dari permukaan tanah di kawasan pariwisata memiliki dampak penting dalam menjaga karakteristik lingkungan yang unik dan keindahan alam. Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan bahwa bangunan di kawasan pariwisata tidak mendominasi pemandangan dan tetap sejalan dengan estetika alaminya. Dengan membatasi ketinggian bangunan, pemandangan alam yang indah seperti pantai, pegunungan, dan hutan tetap terjaga, memberikan pengalaman yang menyenangkan bagi pengunjung sambil mempertahankan identitas kawasan tersebut. Selain itu, pembatasan ini juga berperan dalam mitigasi risiko bencana dengan meminimalkan potensi dampak bangunan tinggi terhadap lingkungan sekitar, seperti mengurangi kemungkinan longsor atau kerusakan struktural akibat gempa bumi. Dengan menerapkan kebijakan ini secara konsisten, kawasan pariwisata dapat berkembang secara berkelanjutan sambil tetap memperhatikan pelestarian alam dan kebutuhan masyarakat lokal.
Arahan Intensitas Pemanfaatan Ruang
Arahan intensitas pemanfaatan ruang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten/Kota menjadi landasan penting dalam mengelola penggunaan lahan di kawasan pariwisata. Melalui RTRW dan RDTR, kebijakan dan strategi yang mengatur bagaimana lahan-lahan di kawasan pariwisata secara optimal. Hal ini bertujuan memperhatikan berbagai aspek, seperti lingkungan, sosial, ekonomi, dan budaya. Kebijakan ini mencakup berbagai hal, seperti zonasi penggunaan lahan, batasan ketinggian bangunan, koefisien dasar bangunan, serta penetapan area konservasi dan kawasan lindung.
RTRW dan RDTR yang kokoh dan terperinci memastikan bahwa pengembangan pariwisata memperhitungkan keberlanjutan lingkungan dan kebutuhan masyarakat setempat. Intensitas pemanfaatan ruang dalam dokumen perencanaan tersebut membantu menghindari konflik penggunaan lahan yang berdampak negatif pada lingkungan dan masyarakat. Selain itu, kebijakan ini memberikan pedoman yang jelas bagi pengembang dan pihak terkait lainnya dalam merencanakan dan melaksanakan proyek-proyek pembangunan di kawasan pariwisata. Ini bertujuan untuk memastikan bahwa pertumbuhan pariwisata berjalan sejalan dengan kelestarian alam dan kesejahteraan masyarakat lokal. Dengan demikian, RTRW dan RDTR Kabupaten/Kota menjadi instrumen penting dalam mencapai tujuan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dan berdaya saing tinggi.
Koefisien Wilayah Terbangun
Penyesuaian koefisien wilayah terbangun (KWT) dengan variasi luasan dan tingkat perkembangan kawasan pariwisata adalah langkah penting dalam merancang kebijakan yang fleksibel dan adaptif sesuai dengan kondisi lokal. Setiap kawasan pariwisata memiliki karakteristik dan potensi yang berbeda, oleh karena itu, penetapan KWT yang sesuai dengan kondisi tersebut dapat memberikan keberagaman pendekatan dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan pariwisata.
Variasi luasan dan tingkat perkembangan kawasan pariwisata memengaruhi kapasitas serta kebutuhan ruang untuk pembangunan. Misalnya, kawasan pariwisata yang lebih luas dan telah berkembang dengan baik mungkin membutuhkan KWT yang lebih besar untuk menampung fasilitas pariwisata dan infrastruktur penunjangnya. Di sisi lain, kawasan pariwisata yang lebih kecil atau masih dalam tahap awal pengembangan mungkin membutuhkan KWT yang lebih kecil untuk memastikan penggunaan lahan yang efisien dan berkelanjutan.
Dengan menyesuaikan KWT sesuai dengan kondisi spesifik kawasan pariwisata, dapat menghindari penggunaan lahan yang berlebihan atau tidak efisien, serta memungkinkan pemanfaatan ruang yang lebih optimal. Selain itu, penyesuaian ini juga membuka peluang bagi inovasi dalam pengembangan pariwisata, seperti penggunaan teknologi hijau dan pengembangan model bisnis berkelanjutan yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi kawasan.
Dengan demikian, pendekatan yang fleksibel dalam menetapkan KWT akan membantu menciptakan kawasan pariwisata yang beragam, berkelanjutan, dan dapat berkembang secara dinamis sesuai dengan perubahan kondisi dan kebutuhan.
Pengembangan Sistem Transit dan Kawasan TOD
Pengembangan sistem transit dan Kawasan Transit-Oriented Development (TOD) pada kawasan pariwisata adalah langkah yang penting dalam meningkatkan mobilitas, mengurangi kemacetan, dan mendukung keberlanjutan lingkungan. Kawasan pariwisata dapat memberikan aksesibilitas yang lebih baik bagi wisatawan dan masyarakat lokal, serta mengurangi dampak negatif dari penggunaan kendaraan pribadi.
Namun, penting untuk memperhatikan persyaratan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam melaksanakan pengembangan ini. Persyaratan ini mencakup aspek-aspek seperti perencanaan transportasi yang terintegrasi, peningkatan infrastruktur transportasi publik, pemeliharaan lingkungan, dan ketersediaan lahan untuk pengembangan TOD.
Melalui penerapan persyaratan yang ketat, pengembangan sistem transit dan Kawasan TOD dapat memperhatikan kepentingan semua pihak terkait, termasuk pemerintah, pengembang, dan masyarakat lokal. Hal ini juga dapat memastikan bahwa pengembangan tersebut berlangsung secara berkelanjutan dan sesuai dengan visi jangka panjang untuk meningkatkan kualitas hidup dan pengalaman wisatawan di kawasan pariwisata.
Dengan demikian, pengembangan sistem transit dan Kawasan TOD dapat menjadi bagian integral dari strategi pengembangan pariwisata yang bertujuan untuk menciptakan kawasan pariwisata yang ramah lingkungan, berkelanjutan, dan berdaya saing tinggi.
Arahan Sarana dan Prasarana Minimal
Sarana dan prasarana minimal dapat meliputi:
- Akses transportasi dan konektivitas jaringan transportasi publik antar kawasan dan antar wilayah.
- Jaringan energi ramah lingkungan berupa pemanfaatan sumber energi baru terbarukan.
- Jaringan telekomunikasi.
- Jaringan pelayanan air minum.
- Jaringan pengelolaan limbah terpusat dan individual.
- Jaringan pengelolaan persampahan berbasis sumber.
- Jaringan evakuasi dan tempat evakuasi bencana.
- Penyediaan fasilitas parkir yang cukup bagi setiap bangunan akomodasi dan fasilitas penunjang pariwisata.
Ketentuan Tambahan
Ketentuan tambahan meliputi:
- Terintegrasi harmonis dengan kawasan permukiman yang telah ada.
- Penerapan gaya bangunan berkarakter budaya Bali dan arsitektur Bali pada bangunan akomodasi dan fasilitas penunjang pariwisata.
- Penyediaan fasilitas parkir minimal 20% dari luas lantai bangunan bagi setiap bangunan akomodasi dan fasilitas penunjang pariwisata.
- Penyediaan sarana dan prasarana lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Pemanfaatan potensi alam dan budaya setempat sesuai daya dukung, daya tampung lingkungan, dan perlindungan situs warisan budaya setempat.
DTW di Darat
ketentuan DTW di darat mencakup:
- DTW meliputi DTW alam, DTW budaya dan DTW buatan yang
merupakan segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan
nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil
buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan
wisatawan;- bentuk DTW dapat meliputi: dan/atau berupa Kawasan/hamparan,
Wilayah desa/kelurahan, masa bangunan, bangun-bangunan dan
lingkungan sekitarnya, jalur wisata yang lokasinya tersebar di Wilayah
Kabupaten/Kota dan dan desa wisata baik yang berada di dalam
maupun di luar KSPD;- kegiatan yang diperbolehkan, meliputi: bangunan dan lansekap
penunjang tema DTW bersangkutan, Kawasan Permukiman setempat
yang telah ada, Kawasan peruntukan lainnya baik budi daya dan
lindung yang telah berkembang secara harmonis di Kawasan setempat,
dan pengembangan pariwisata kerakyatan berbasis kearifan lokal dan
Masyarakat setempat;- kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi: pengembangan
fasilitas penunjang pariwisata, agrowisata, ekowisata dan desa wisata,
pengembangan usaha penyediaan akomodasi wisata kerakyatan atau
usaha penyediaan akomodasi wisata berkualitas lainnya dengan
pelibatan Masyarakat setempat, pengembangan usaha penyediaan
akomodasi wisata kerakyatan secara campuran dalam Kawasan
Permukiman perdesaan, fasilitas penunjang pariwisata, industri kecil
rumah tangga, dan fasilitas penunjang permukiman lainnya;- kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi: kegiatan pertambangan
dan industri yang menimbulkan polusi, dan kegiatan lainnya yang tidak
sesuai dengan peruntukan Kawasan;- terintegrasi harmonis dengan Kawasan Permukiman yang telah
ada; dan- intensitas Pemanfaatan Ruang dan tata bangunan mengikuti ketentuan
RTRW dan RDTR Kabupaten/Kota;
DTW Wisata Alam Pantai/Pesisir
ketentuan DTW berupa subzona wisata alam pantai/pesisir pulau-pulau
kecil di Perairan Pesisir mecakup:
- aktivitas yang diperbolehkan : perlindungan habitat dan populasi ikan;
penelitian, pengembangan dan pendidikan; alur migrasi biota; ritual
budaya dan keagamaan; wisata dan rekreasi pantai; wisata dan rekreasi
air (mandi, renang, berkano), wisata perahu; pembuatan foto, video dan
film; pemulihan dan rehabilitasi habitat dan populasi ikan;- aktivitas yang diperbolehkan dengan syarat : penangkapan ikan;
pembangunan dermaga perikanan; pemangkalan nelayan; pemasangan
rumpon dasar dan rumpon permukaan; budi daya laut; pemangkalan
tetap perahu/boat/kapal; olahraga air (jetski, banana boat, parasailing,
underwater scutter), wisata pancing, wisata selancar; pembangunan
fasilitas pariwisata (akomodasi pariwisata, restoran); pembangunan
pelabuhan dan semua aktivitas kepelabuhanan; tambat perahu
/boat/kapal; pengerukan dan penimbunan laut; pembangunan bandar
udara dan semua jenis aktivitas kebandaraan; pendaratan pesawat
terbang kecuali pendaratan pesawat darurat; pertambangan mineral
dan migas; pertambangan/ pengambilan air laut dengan pipa tetap;
latihan militer; instalasi pembangkit energi listrik terbarukan;
pembuangan/ pengaliran limbah; pembuangan/ pengaliran air panas
dari pembangkit listrik; segala kegiatan pemanfaatan yang merusak
baik dengan atau tanpa alat dan/atau bahan; dan- aktivitas yang diperbolehkan setelah mendapat izin : pembangunan
dermaga wisata; pembangunan struktur pengamanan pantai (pemecah
gelombang, turap, krib); pengambilan air laut dengan tanpa pipa tetap;
penempatan/ pembangunan sarana mitigasi bencana; penempatan
fasilitas keselamatan wisata bahari; penempatan/ pembangunan
sarana bantu navigasi; instalasi pipa dan kabel bawah laut;
Ketentuan DTW Wisata Alam Bawah Laut
ketentuan DTW berupa subzona wisata alam bawah laut di Perairan Pesisir
mencakup:
- aktivitas yang diperbolehkan : perlindungan habitat dan populasi ikan;
penelitian, pengembangan dan pendidikan; alur migrasi biota; ritual
budaya dan keagamaan; wisata dan rekreasi pantai; wisata dan rekreasi
air; wisata perahu, wisata perahu lambung kaca, wisata snorkeling;
pembuatan foto, video dan film; pemulihan dan rehabilitasi habitat dan
populasi ikan;- aktivitas yang diperbolehkan dengan syarat: penangkapan ikan;
pembangunan dermaga perikanan; budi daya laut; pemasangan
rumpon dasar dan rumpon permukaan; olahraga air (jetski, banana
boat, parasailing, underwater scutter), wisata berselancar (papan
selancar, selancar angin), wisata ocean rafting, wisata menembak ikan
(spearfishing); pembangunan fasilitas pariwisata (akomodasi pariwisata,
restoran); pangkalan wisata kapal cruise; lego jangkar
perahu/boat/kapal; pembangunan pelabuhan dan semua aktivitas
kepelabuhanan; pengerukan dan penimbunan laut; pembangunan
bandar udara dan semua jenis aktivitas kebandaraan; pendaratan
pesawat terbang kecuali pendaratan pesawat darurat; pertambangan
mineral dan migas; latihan militer; pembuangan/ pengaliran limbah;
pembuangan/ pengaliran air panas dari pembangkit listrik; segala
kegiatan pemanfaatan yang merusak baik dengan atau tanpa alat
dan/atau bahan; dan- aktivitas yang diperbolehkan setelah mendapat izin: wisata menyelam
(diving), wisata hookah (underwater helmit), wisata kapal selam dan
semi kapal selam; pembangunan dermaga wisata; penempatan pontoon;
penempatan fasilitas wisata bahari; penempatan fasilitas tambat
perahu/ boat/kapal; tambat perahu/boat wisata; pembangunan
struktur pengamanan pantai (pemecah gelombang, turap, krib);
pertambangan/ pengambilan air laut; instalasi pembangkit energi listrik
terbarukan; instalasi pipa dan kabel bawah laut; penempatan/
pembangunan sarana mitigasi bencana; penempatan fasilitas
keselamatan wisata bahari; penempatan/ pembangunan sarana bantu
navigasi;
Ketentuan DTW Subzona Olahraga Air
ketentuan DTW berupa subzona olahraga air di Perairan Pesisir mencakup:
- aktivitas yang diperbolehkan : perlindungan habitat dan populasi ikan;
penelitian, pengembangan dan pendidikan; alur migrasi biota; ritual
budaya dan keagamaan; wisata dan rekreasi pantai; wisata dan rekreasi
air; wisata perahu; wisata berselancar (papan selancar, selancar angin);
wisata pancing; pembuatan foto, video dan film; pemulihan dan
rehabilitasi habitat dan populasi ikan;- aktivitas yang diperbolehkan dengan syarat: penangkapan ikan;
pembangunan dermaga perikanan; budi daya laut; pemasangan
rumpon dasar dan rumpon permukaan; wisata menyelam (diving),
wisata hookah (underwater helmit), wisata kapal selam dan semi kapal
selam; pembangunan fasilitas pariwisata (akomodasi pariwisata,
restoran); pembangunan pelabuhan dan semua aktivitas
kepelabuhanan; pengerukan dan penimbunan laut; pembangunan
bandar udara dan semua jenis aktivitas kebandaraan; pendaratan
pesawat terbang kecuali pendaratan pesawat darurat; pertambangan
mineral dan migas; latihan militer; segala kegiatan pemanfaatan yang
merusak baik dengan atau tanpa alat dan/atau bahan; dan- aktivitas yang diperbolehkan setelah mendapat izin: olahraga air (jetski,
banana boat, parasailing, underwater scutter); wisata ocean rafting;
pangkalan wisata kapal cruise; pembangunan dermaga wisata;
penempatan pontoon; penempatan fasilitas wisata bahari; penempatan
fasilitas tambat perahu/ boat/kapal; tambat perahu/boat wisata;
pembangunan struktur pengamanan pantai (pemecah gelombang,
turap, krib); pertambangan/ pengambilan air laut; instalasi pembangkit
energi listrik terbarukan; instalasi pipa dan kabel bawah laut;
penempatan/ pembangunan sarana mitigasi bencana; penempatan
fasilitas keselamatan wisata bahari; penempatan/ pembangunan
sarana bantu navigasi; pembuangan/ pengaliran limbah; pembuangan/
pengaliran air panas dari pembangkit listrik;
Indikasi Arahan Zonasi Kawasan Pariwisata pada Perairan Pesisir
Indikasi arahan zonasi kawasan pariwisata pada perairan pesisir untuk berbagai jenis wisata. Sebagai contoh wisata alam pantai/pesisir pulau-pulau kecil, wisata alam bawah laut, olahraga air, dan mangrove. Ini adalah bagian yang sangat penting dalam upaya untuk mengelola secara berkelanjutan sumber daya alam yang ada.
Untuk wisata alam pantai/pesisir pulau-pulau kecil, arahan zonasi ini mungkin melibatkan identifikasi dan pengaturan kawasan untuk kegiatan rekreasi, penelitian, dan pelestarian alam. Di sisi lain, untuk wisata alam bawah laut, arahan zonasi dapat mencakup penetapan kawasan konservasi untuk melindungi terumbu karang, spesies laut, dan ekosistem bawah laut lainnya.
Olahraga air juga memerlukan zonasi yang tepat untuk memastikan keselamatan pengunjung dan menjaga keberlanjutan lingkungan. Kawasan yang sesuai untuk kegiatan seperti jet ski, snorkeling, dan selancar perlu memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan laut dan keselamatan wisatawan.
Selain itu, pengelolaan mangrove juga menjadi fokus dalam arahan zonasi ini. Mangrove tidak hanya penting untuk ekosistem pesisir, tetapi juga sebagai tempat ekowisata dan perlindungan pantai alami. Zonasi yang cermat dapat membantu memastikan bahwa mangrove tetap terjaga. Dan dapat memberikan manfaat ekonomi dan ekologis yang berkelanjutan bagi masyarakat setempat.
Secara keseluruhan, arahan zonasi kawasan pariwisata pada perairan pesisir merupakan langkah penting dalam menjaga keberlanjutan sumber daya alam. Ini juga memastikan keselamatan pengunjung, dan mendukung pengembangan pariwisata yang bertanggung jawab. Dengan implementasi yang tepat, zonasi ini dapat menjadi landasan yang kokoh untuk pengelolaan dan pengembangan pariwisata yang berkelanjutan.
Penutup
Indikasi arahan zonasi kawasan pariwisata dalam Perda No. 2 Tahun 2023 memberikan panduan yang jelas mengenai pengembangan dan pengelolaan kawasan pariwisata di Bali. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ini, pengembangan pariwisata di Bali dapat berjalan secara berkelanjutan dan harmonis dengan lingkungan serta budaya setempat.