Pendahuluan
Dalam era digital dan transformasi data, pemanfaatan informasi geospasial menjadi elemen strategis dalam perencanaan tata ruang, pembangunan infrastruktur, mitigasi bencana, dan pengelolaan sumber daya alam. Informasi geospasial disusun berdasarkan data spasial, yaitu data yang merepresentasikan posisi, bentuk, dan hubungan objek-objek di permukaan bumi.
Agar data tersebut dapat diproses, dianalisis, dan dipertukarkan antar sistem, diperlukan format data spasial yang baku dan terstruktur. Format ini menentukan bagaimana data disimpan dalam komputer dan bagaimana sistem informasi geografis (SIG) dapat menginterpretasikannya.
1. Pengertian Format Data Spasial
Secara sederhana, format data dalam bahasa komputer berarti bentuk dan kode penyimpanan data yang membedakan satu file dengan lainnya. Dalam konteks geospasial, format data menentukan bagaimana objek bumi—seperti sungai, jalan, bangunan, dan batas administrasi—direpresentasikan secara digital.
Data spasial secara umum dapat dibedakan menjadi dua format utama: vektor dan raster.
2. Data Vektor
Data vektor adalah bentuk representasi permukaan bumi melalui geometri diskret yang terdiri atas titik (point), garis (line), dan area atau poligon (polygon).
Setiap elemen geometri memiliki atribut yang menggambarkan karakteristik dari objek tersebut.
- Titik (point): digunakan untuk mewakili lokasi yang tidak memiliki dimensi luas atau panjang, misalnya menara telekomunikasi, sumur, atau koordinat lokasi desa.
- Garis (line): digunakan untuk objek yang memiliki panjang tetapi tidak memiliki luas, seperti jalan, sungai, atau jaringan pipa.
- Poligon (area): digunakan untuk objek yang memiliki batas dan luas, seperti wilayah administrasi, kawasan hutan, atau danau.
Keunggulan data vektor:
- Presisi tinggi untuk menggambarkan batas wilayah atau jaringan.
- Ukuran file relatif kecil.
- Ideal untuk analisis spasial seperti overlay dan buffering.
Contoh format data vektor yang umum digunakan:
- SHP (Shapefile)
- GeoJSON
- KML/KMZ (Google Earth)
- GDB (Geodatabase)
Contoh:
Wilayah Administrasi Kabupaten Klaten direpresentasikan dalam bentuk data vektor poligon dengan batas administratif yang jelas.
3. Data Raster
Berbeda dengan vektor, data raster merupakan representasi permukaan bumi dalam bentuk grid atau sel (pixel). Setiap pixel memiliki nilai tertentu yang menggambarkan atribut di lokasi tersebut, misalnya ketinggian, suhu, atau tingkat reflektansi spektrum.
Data raster umumnya dihasilkan dari penginderaan jauh (remote sensing), seperti citra satelit, foto udara, atau hasil pemodelan spasial.
Ciri-ciri data raster:
- Setiap pixel memiliki ukuran (resolusi spasial) tertentu.
- Semakin kecil ukuran pixel, semakin tinggi ketelitian datanya.
- Cocok untuk analisis perubahan lahan, vegetasi, suhu permukaan, dan topografi.
Contoh format data raster yang umum:
- GeoTIFF (.tif)
- IMG
- JPEG2000
- HDF atau NetCDF
Contoh:
Citra satelit wilayah Denpasar yang menampilkan perbedaan warna vegetasi, lahan terbangun, dan badan air merupakan bentuk data raster.
4. Perbandingan Data Vektor dan Raster
Aspek | Data Vektor | Data Raster |
---|---|---|
Struktur Data | Geometri (titik, garis, area) | Grid (pixel) |
Sumber | Survei, digitasi peta | Penginderaan jauh |
Resolusi | Tidak tergantung skala pixel | Tergantung resolusi pixel |
Ukuran File | Relatif kecil | Lebih besar |
Analisis Cocok | Analisis jaringan, overlay, buffering | Analisis spasial kontinu seperti ketinggian dan suhu |
Contoh | SHP, GeoJSON, KML | GeoTIFF, IMG, JPEG2000 |
Kedua format ini sering digunakan secara terpadu dalam sistem informasi geografis (SIG) — misalnya, data vektor digunakan untuk batas administrasi, sedangkan data raster digunakan untuk analisis tutupan lahan.
5. Aplikasi Data Spasial dalam Pembangunan Bali
Dalam konteks penataan ruang dan pembangunan di Provinsi Bali, format data spasial menjadi fondasi dalam berbagai kegiatan strategis, seperti:
- Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan (DDDTLH);
- Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS);
- Rencana Detail Tata Ruang (RDTR);
- Pemantauan Banjir dan Abrasi Pesisir melalui data citra satelit (raster) dan batas zonasi (vektor);
- Pengembangan Sistem Informasi Geospasial Terpadu berbasis MaSIKIAN dan Simandara Taru Bali.
Integrasi kedua format data tersebut memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih presisi, akuntabel, dan berkelanjutan.
Refleksi untuk Kita Semua
Dalam filosofi Tri Hita Karana, keharmonisan antara manusia dan alam harus diwujudkan pula dalam tataran pengelolaan data dan informasi. Data spasial bukan sekadar kumpulan titik dan grid, tetapi jejak kesadaran kita terhadap bumi yang kita pijak.
Oleh karena itu, membangun Bali yang berkelanjutan berarti juga membangun sistem spasial yang cerdas, etis, dan berpihak pada keseimbangan alam.
Daftar Pustaka
- Pusat Pengelolaan dan Penyebarluasan Informasi Geospasial. (2024). Modul Format Data Spasial.
Diakses dari: https://tanahair.indonesia.go.id pada 20 Oktober 2025. - Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial.
- Badan Informasi Geospasial. (2023). Standar Nasional Indonesia (SNI) 7645:2023 tentang Metadata Geospasial.
- Pemerintah Provinsi Bali. (2023). Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali 2023–2043.
Diakses dari: https://jidhat.baliprov.go.id/hukum-negara/detail/19 pada 9 Oktober 2025. - Sistem Informasi Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Tata Ruang Provinsi Bali (Simandara Taru Bali).
Diakses dari: https://linktr.ee/simandaratarubali pada 9 Oktober 2025.