1. Pendahuluan
Arsitektur tradisional Bali merupakan cerminan dari berbagai gaya arsitektur yang berkembang di lingkungan masyarakat Bali dari berbagai periode sejarah. Arsitektur ini tidak hanya memperlihatkan keindahan visual, tetapi juga mengintegrasikan aspek-aspek spiritual, fungsional, dan ekologis. Konsep-konsep dasar konstruksi yang kita kenal dalam arsitektur Bali, seperti akit-akitan dan pepasangan, menggambarkan integrasi antara estetika, fungsi, dan spiritualitas. Ini menjadi ciri khas bangunan-bangunan Bali.
2. Konsep Dasar Konstruksi
Arsitektur tradisional Bali memiliki beberapa prinsip dasar dalam konstruksinya, yang terkenal sebagai akit-akitan dan pepasangan. Prinsip-prinsip ini mencerminkan kesederhanaan, fungsi, dan nilai estetika yang harmonis dengan lingkungan dan tradisi setempat.
2.1. Konstruksi Sederhana
Bangunan-bangunan tradisional Bali umumnya memiliki desain yang sederhana dan praktis. Kesederhanaan ini mencerminkan fungsi bangunan yang tidak memerlukan struktur yang rumit, sehingga bangunan dapat memenuhi kebutuhan praktis dan spiritual masyarakat. Struktur bangunan pembuatannya mempertimbangkan fungsi utama, estetika, dan keterhubungan dengan lingkungan sekitarnya.
2.2. Material dan Dekorasi
Material dalam konstruksi bangunan Bali sering kali dipilih karena sifat alaminya yang juga berfungsi sebagai elemen dekoratif. Misalnya, kayu, bambu, dan batu tidak hanya sebagai bahan struktural tetapi juga sebagai elemen estetika yang menambah keindahan bangunan. Setiap material pemilihan dan penyusunannya sedemikian rupa sehingga menonjolkan karakter alami dan memberikan nilai artistik yang unik.
2.3. Konstruksi Jujur
Prinsip konstruksi jujur berarti bahwa elemen-elemen konstruksi juga berfungsi sebagai ornamen. Elemen-elemen ini tidak hanya mendukung struktur utama tetapi juga memperkaya penampilan estetika. Sebagai contoh, dalam konstruksi bale murda, elemen tugeh yang berfungsi sebagai penyangga atap juga memiliki nilai estetika yang menambah keindahan visual bangunan.
3. Sejarah dan Perkembangan Konstruksi
3.1. Sebelum Kedatangan Mpu Kuturan
Sebelum kedatangan Mpu Kuturan, masyarakat Bali telah memiliki pola perumahan yang sederhana. Rumah-rumah rakyat terbuat dari bahan-bahan alami seperti kayu dan bambu, berfungsi sebagai tempat tinggal, dapur, dan penyimpanan barang. Tempat suci pada masa itu masih berupa tumpukan batu dengan lingga di atasnya. Pengetahuan tentang konstruksi pada masa ini terbatas pada struktur sederhana yang terbuat dari bahan lokal dan alami.
3.2. Zaman Pengaruh Mpu Kuturan
Pada masa pemerintahan Erlangga (1019-1042), Mpu Kuturan membawa pengaruh besar terhadap arsitektur Bali. Ia memperkenalkan konsep Kayangan Tiga dan ajaran Hasta Kosali untuk tata ruang perumahan. Pola-pola perumahan yang diperkenalkan oleh Mpu Kuturan disesuaikan dengan pola yang telah ada sebelumnya. Proses adaptasi ini dilakukan secara bertahap. Hal ini agar masyarakat dapat menerima dan mengimplementasikannya dengan baik.
3.3. Zaman Pengaruh Majapahit
Setelah Bali ditundukkan oleh Gajah Mada pada tahun 1343, pengaruh Majapahit mulai mengenal pola perumahan Bali. Raja Dalem Ketut Ngelesir memperkenalkan tata ruang perumahan berdasarkan lontar Hasta Bhumi. Raja Dalem Baturenggong melanjutkan dengan memperkenalkan konsep-konsep baru dalam konstruksi. Kedatangan Rsi Dang Hyang Niratha pada abad ke-16 memperkenalkan penggunaan Padmasana dan memperjelas fungsi-fungsi tempat pemujaan.
4. Konstruksi Kunci dalam Bangunan Bali
4.1. Konstruksi Atap (Kepala)
Atap merupakan elemen penting dalam konstruksi bangunan Bali. Struktur atap terdiri dari elemen-elemen seperti pemade, pemucu, dan iga-iga, dengan rangkaian sedemikian rupa untuk menciptakan kestabilan struktural dan estetika. Atap berfungsi melindungi bagian dalam bangunan dari cuaca serta menjadi elemen yang menonjol secara visual.
4.2. Konstruksi Tengah (Badan)
Bagian tengah bangunan, yaitu tiang, memiliki peran struktural yang mendukung atap dan dinding. Tiang-tiang ini sering kali dihiasi dengan ukiran atau ornamen yang mencerminkan nilai-nilai budaya dan spiritual. Tiang-tiang ini tidak hanya berfungsi sebagai penopang tetapi juga sebagai elemen dekoratif yang penting dalam desain keseluruhan bangunan.
4.3. Konstruksi Bawah (Kaki)
Pondasi merupakan bagian bawah dari konstruksi, yang berfungsi untuk menopang seluruh struktur bangunan. Pondasi biasanya terbuat dari batu atau bahan lokal yang kuat, dan dirancang untuk memberikan kestabilan dan ketahanan terhadap berbagai kondisi tanah dan cuaca.
5. Kesimpulan
Dasar-dasar konstruksi dalam arsitektur tradisional Bali menggambarkan perpaduan antara fungsi, estetika, dan spiritualitas. Prinsip akit-akitan dan pepasangan mencerminkan kesederhanaan, kejujuran dalam konstruksi, dan harmoni dengan lingkungan sekitar. Melalui sejarah dan perkembangan konstruksi, terlihat bagaimana pengaruh luar seperti Hindu dan Majapahit telah membentuk pola perumahan di Bali. Mereka juga mempengaruhi bangunan di Bali. Dengan memahami prinsip-prinsip dasar ini, kita dapat lebih menghargai keunikan arsitektur tradisional Bali. Kita juga dapat menghargai keindahannya yang masih dipertahankan hingga saat ini.