A. Dinamika Pembangunan Bali dan Kebutuhan Data Spasial yang Terintegrasi
Perkembangan pembangunan di Provinsi Bali berlangsung sangat cepat dan kompleks. Sebagai wilayah kepulauan kecil dengan tekanan pembangunan pesisir, urbanisasi, alih fungsi lahan, dan kerentanan terhadap bencana, Bali menghadapi kebutuhan mendesak untuk memiliki sistem Informasi Geospasial (IG) yang akurat, terintegrasi, dan selalu diperbarui.
IG kini bukan sekadar peta, tetapi menjadi infrastruktur fundamental untuk pengambilan keputusan berbasis bukti (evidence-based policy), khususnya dalam:
- Perencanaan dan pengendalian tata ruang,
- Penyelenggaraan perizinan lokasi (KKPR, PBG/SLF),
- Mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim,
- Konservasi lingkungan dan budaya (Subak, kawasan suci, KKP),
- Infrastruktur, transportasi, dan layanan publik berbasis lokasi.
Tanpa IG yang standar dan interoperabel, risiko “salah ruang” meningkat—mulai dari kesalahan izin lokasi, konflik zona, hingga degradasi lingkungan dan kerugian fiskal daerah.
B. Mandat Regulasi Nasional dan Tantangan Implementasi di Daerah
Mandat hukum penyelenggaraan IG sangat kuat dan menjadi kewajiban bagi Pemerintah Daerah. Beberapa regulasi kunci:
1. UU No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial
Mengatur kewajiban pemerintah menyediakan IG dasar, tematik, dan terpadu.
2. PP 45/2021 tentang Penyelenggaraan IG
Mewajibkan pembentukan Simpul Jaringan IG Daerah dan penyediaan layanan IG yang andal.
3. Perpres 39/2019 tentang Satu Data Indonesia
Menetapkan IG sebagai referensi tunggal (single spatial reference) untuk seluruh data pembangunan.
4. Kebijakan Satu Peta (Perpres 23/2021)
Mengharuskan sinkronisasi peta tematik dan penyelesaian tumpang tindih data.
5. Pergub Bali 53/2021
Menugaskan perangkat daerah untuk menyediakan data terstandar dan mengintegrasikannya dalam Jaringan Informasi Geospasial Provinsi.
Namun implementasi IG di Bali masih menghadapi kesenjangan strategis:
| Kesenjangan | Dampak Kebijakan |
|---|---|
| Fragmentasi data antar perangkat daerah | Tidak ada satu sumber kebenaran (single source of truth) |
| Keterbatasan infrastruktur & server | Geoportal belum optimal sebagai pusat berbagi data |
| Minimnya SDM kompeten | Penjaminan kualitas data belum konsisten |
| Standar metadata belum diterapkan | Data sulit dipadukan dan tidak memenuhi standar nasional |
Kesenjangan ini menegaskan perlunya percepatan transformasi IG melalui Grand Design.
C. Posisi Grand Design IG Bali dalam Transformasi Digital Nasional
Grand Design Penyelenggaraan Informasi Geospasial Provinsi Bali 2026–2030 merupakan dokumen strategis daerah yang:
- Menjadi pedoman jangka menengah penguatan tata kelola IG.
- Mensinergikan pembangunan spasial Bali dengan:
-
Rencana Induk Penyelenggaraan IG Nasional 2025–2050,
-
Rencana Aksi IG Nasional 2025–2029,
-
RPJPN dan RPJPD Bali 2025–2045,
-
SPBE, KSP, dan SDI.
-
- Menargetkan peningkatan Indeks Kinerja Simpul Jaringan menuju level Optimal (Skor > 3,50) pada 2030.
- Menjadi landasan formal integrasi IG dalam:
-
-
Penataan ruang (RTRW/RDTR),
-
Mitigasi bencana,
-
Infrastruktur dasar,
-
Pelayanan publik berbasis lokasi,
-
Pengendalian investasi di Bali.
-
Dengan kata lain, Grand Design menjadi peta jalan kelembagaan untuk melahirkan ekosistem IG Provinsi Bali yang modern, terstandar, dan terintegrasi lintas sektor.
Refleksi: Menata Ruang, Menata Masa Depan Bali
Bali bukan hanya ruang geografis; ia adalah ruang budaya, ruang spiritual, ruang ekologis. Pembangunan tanpa IG ibarat berjalan tanpa peta—riskan, salah arah, dan rentan merusak harmoni alam dan budaya.
“Penyelenggaraan IG bukan proyek teknis; ia adalah fondasi menjaga Bali tetap harmonis, lestari, dan berdaulat ruang.”
Dengan IG yang kuat, Bali dapat:
-
Menghindari konflik pemanfaatan ruang,
-
Mengendalikan alih fungsi lahan,
-
Memperkuat mitigasi bencana,
-
Mengamankan kawasan suci dan kawasan lindung,
-
Meningkatkan kualitas tata ruang dan SDM spasial daerah,
-
Mewujudkan Bali Smart Province berbasis ruang.
Daftar Pustaka
A. Regulasi Nasional dan Daerah
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial.
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
- Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Informasi Geospasial.
- Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
- Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2014 tentang Jaringan Informasi Geospasial Nasional.
- Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia.
- Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2021 tentang Kebijakan Satu Peta.
- Peraturan Kepala BIG Nomor 15 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaringan Informasi Geospasial.
- Peraturan BIG Nomor 3 Tahun 2023 tentang Standar Metadata Informasi Geospasial.
- Peraturan BIG Nomor 13 Tahun 2021 tentang Sistem Referensi Geospasial Indonesia (SRGI 2013).
- Peraturan BIG Nomor 1 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan IG Tematik.
- Peraturan BIG Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pemanfaatan IG untuk Penataan Ruang.
- SK Deputi IIG Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pedoman Evaluasi Kinerja SJIG.
- Peraturan Gubernur Bali Nomor 53 Tahun 2021 tentang Satu Data Indonesia Tingkat Provinsi Bali.
B. Literatur Akademik dan Sumber Ilmiah
- Goodchild, M. F. (2020). Future Directions for Geospatial Information Science. International Journal of Geographical Information Science.
- Rajabifard, A. (2021). Spatial Data Infrastructure: Concept, Nature and SDI Development. Springer.
- Crompvoets, J., et al. (2020). Governance of National Spatial Data Infrastructures.
- Asante, K. O., et al. (2022). “Spatial Integration and Digital Governance for Sustainable Development.” Journal of Urban Management.
- ESRI (2023). The Role of Geospatial Infrastructure in National Digital Transformation.
- BIG (2024). Pedoman Infrastruktur Informasi Geospasial Nasional.
- Pemerintah Provinsi Bali. (2023). RTRW Provinsi Bali 2023–2043.
- Bappeda Bali. (2024). RPJPD Bali 2025–2045.
