
Konsep Tri Angga dan Tri Loka adalah bagian integral dari ajaran Tri Hita Karana yang melandasi keseimbangan manusia dengan alam semesta. Konsep ini mengatur susunan fisik (angga) dalam pola ruang dan kehidupan sehari-hari masyarakat Bali. Tri Angga, yang berarti “tiga badan,” terdiri dari tiga tingkatan atau nilai fisik:
- Utama Angga (kepala)
- Madya Angga (badan)
- Nista Angga (kaki)
Penerapan konsep Tri Angga ini tidak hanya terbatas pada manusia sebagai individu, tetapi juga berlaku dalam skala yang lebih besar, seperti alam semesta (bhuana agung).
Tri Angga dan Tri Loka merupakan konsep yang sangat penting dalam arsitektur tradisional Bali, karena keduanya mengatur keseimbangan antara manusia dan alam. Dalam hal ini, Tri Hita Karana—yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan kehidupan—diturunkan dalam bentuk fisik melalui Tri Angga. Konsep Tri Angga terdiri dari tiga bagian utama, yakni Utama Angga (kepala), Madya Angga (badan), dan Nista Angga (kaki).
Konsep ini, pada gilirannya, sering kali diadaptasi ke dalam skala yang lebih besar, kita kenal sebagai Tri Loka atau Tri Mandala. Oleh karena itu, Tri Angga tidak hanya berfungsi dalam konteks bangunan. Konsep ini juga berguna dalam tata ruang alam semesta atau bhuana agung. Dalam penerapannya, Utama Angga selalu menempati posisi yang lebih tinggi atau sakral, Madya Angga berada di tengah, dan Nista Angga berada di posisi paling rendah.
Selain itu, setiap tingkatan dari konsep Tri Angga memiliki nilai dan fungsi yang berbeda. Pada alam semesta, konsep ini kita kenal sebagai Swah Loka (langit), Bhuah Loka (bumi), dan Bhur Loka (laut). Di Bali, gunung dianggap sebagai Utama Angga, dataran sebagai Madya Angga, dan laut sebagai Nista Angga. Pada tingkat wilayah desa, Kahyangan Tiga mewakili Utama Angga, pemukiman masyarakat mewakili Madya Angga, dan kuburan sebagai Nista Angga.
Susunan Kosmos Berdasarkan Tri Angga dan Tri Loka
Dalam pengaturan ruang vertikal, Tri Angga dan Tri Loka memiliki hierarki yang jelas. Utama Angga selalu berada di posisi paling tinggi dan suci, Madya Angga berada di tengah sebagai bagian yang fungsional, dan Nista Angga di bagian paling bawah yang tidak suci atau kotor. Hierarki ini mencerminkan harmoni yang diatur secara sakral dalam setiap lapisan kehidupan.
Berikut adalah penerapan Tri Angga dalam berbagai skala ruang dan kehidupan:
- Alam Semesta (Bhuana Agung)
- Utama Angga: Swah Loka (dimensi tertinggi/surga).
- Madya Angga: Bhuah Loka (dunia manusia).
- Nista Angga: Bhur Loka (dunia bawah/bumi).
- Wilayah Geografis
- Utama Angga: Gunung (tempat yang kita anggap suci).
- Madya Angga: Dataran (wilayah kehidupan sehari-hari).
- Nista Angga: Laut (wilayah yang tidak suci atau berbahaya).
- Perumahan Desa
- Utama Angga: Kahyangan Tiga (pura atau tempat ibadah desa).
- Madya Angga: Pemukiman (wilayah tempat tinggal masyarakat).
- Nista Angga: Setra/Kuburan (area untuk pemakaman).
- Rumah Tinggal
- Utama Angga: Sanggah/Pemerajan (tempat suci di rumah).
- Madya Angga: Tegak Umah (ruang utama tempat beraktivitas).
- Nista Angga: Tebe (halaman belakang kegiatan yang lebih profan).
- Bangunan
- Utama Angga: Atap (bagian tertinggi dan terlindung).
- Madya Angga: Kolom/Dinding (struktur utama penyangga).
- Nista Angga: Lantai/Bebaturan (bagian yang paling rendah ).
- Manusia
- Utama Angga: Kepala (tempat jiwa dan pikiran).
- Madya Angga: Badan (tempat fungsi kehidupan utama).
- Nista Angga: Kaki (bagian yang berinteraksi langsung dengan bumi).
- Masa/Waktu
- Utama Angga: Masa Depan (Watamana), simbol harapan dan aspirasi.
- Madya Angga: Masa Kini (Nagata), tempat kita hidup dan bertindak saat ini.
- Nista Angga: Masa Lalu (Atita), sesuatu yang sudah berlalu.
Penutup
Tri Angga dan Tri Loka membantu mengatur tatanan kehidupan fisik dan spiritual di Bali, menciptakan keseimbangan dalam setiap aspek ruang, waktu, dan tubuh manusia. Pengaruhnya begitu kuat sehingga setiap bagian dari kehidupan, mulai dari bangunan hingga hubungan dengan alam, penyusunannya berdasarkan hierarki ini. Ini merupakan contoh lain bagaimana nilai-nilai spiritual dan kepercayaan masyarakat Bali terwujudkan dalam pola ruang dan arsitektur.
Dengan demikian, penerapan konsep Tri Angga dan Tri Loka dalam berbagai aspek kehidupan menunjukkan bagaimana masyarakat Bali menjaga harmoni antara kehidupan fisik, spiritual, dan alam semesta. Selain itu, konsep ini memberikan kerangka nilai yang holistik dalam arsitektur dan kehidupan sehari-hari, memastikan setiap elemen berfungsi sesuai dengan hierarki kosmologis dan spiritual yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.