1. Pendahuluan
Kawasan Denpasar – Badung – Gianyar – Tabanan (Sarbagita) merupakan pusat kegiatan ekonomi, pemerintahan, dan pariwisata di Provinsi Bali. Dengan tingkat urbanisasi yang tinggi dan tekanan ruang yang semakin besar, kawasan ini menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan sumber daya air dan pengendalian banjir.
Banjir besar pada 9–10 September 2025 menjadi momentum refleksi penting. Peristiwa tersebut memperlihatkan bahwa permasalahan banjir di Bali, khususnya di Sarbagita, bukan hanya akibat curah hujan ekstrem, tetapi juga merupakan akumulasi degradasi ekologis wilayah sungai dan kesalahan tata ruang.
2. Kerangka Regulasi: Sungai dan Wilayah Sungai
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai, sungai adalah wadah alami aliran air dari hulu ke hilir yang dibatasi oleh garis sempadan di kanan dan kirinya. Sempadan sungai memiliki fungsi vital sebagai ruang air dan ruang hijau alami, bukan ruang terbangun.
Sementara itu, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air menegaskan bahwa Wilayah Sungai (WS) merupakan kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih Daerah Aliran Sungai (DAS), termasuk pulau-pulau kecil dengan luas hingga 2.000 km².
Bali, melalui Peraturan Menteri PU Nomor 11 Tahun 2006, termasuk dalam Wilayah Sungai Bali–Penida, yang dikategorikan sebagai WS lintas kabupaten/kota, di bawah koordinasi Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali–Penida.
3. Sistem DAS di Kawasan Sarbagita
Wilayah perkotaan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan) dialiri oleh beberapa DAS utama yang menjadi tulang punggung sistem tata air Pulau Bali bagian selatan. DAS ini bukan hanya jalur air alami, melainkan juga ekosistem sosial-budaya yang menopang kehidupan masyarakat dan subak.
Berikut gambaran DAS-DAS utama di kawasan Sarbagita:
1. DAS Ayung
Merupakan DAS terbesar dan terpenting di Bali, dengan hulu di pegunungan utara (sekitar Kintamani dan Plaga) dan hilir bermuara di Selat Badung.
DAS Ayung melintasi Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan. Airnya menjadi sumber utama bagi PDAM, irigasi Subak, hingga keperluan pariwisata.
Namun, urbanisasi di hilir telah menurunkan daya tampung dan meningkatkan risiko banjir.
2. DAS Badung
Melintasi Denpasar dan Badung, DAS ini sering menjadi lokasi genangan tahunan karena sedimentasi dan konversi sempadan sungai. Pemerintah daerah melalui program “Gema Santhi Tukad Badung” telah berupaya melakukan revitalisasi, namun tantangan penegakan tata ruang masih besar.
3. DAS Mati
Berada di bawah pengaruh DAS Ayung, DAS ini penting karena mengalir di tengah kepadatan kawasan perkotaan. Drainase buatan dan alih fungsi lahan mempercepat limpasan permukaan (runoff), memperparah risiko banjir di Denpasar bagian utara.
4. DAS Tukad Oos
Mengalir melalui Gianyar dan bermuara di pesisir selatan. DAS ini berfungsi penting untuk jaringan irigasi dan pertanian, tetapi kini menghadapi tekanan konversi lahan sawah menjadi permukiman.
5. DAS Tukad Pakerisan
Membentang dari Bangli hingga Gianyar. DAS ini memiliki nilai warisan budaya dunia (WBD) karena mengairi sistem Subak Pulagan dan kawasan suci Tampaksiring. Konservasi DAS ini adalah kunci menjaga warisan Tri Hita Karana yang diakui UNESCO.
6. DAS Tukad Sungi
Terletak di Tabanan, DAS ini menjadi fokus rehabilitasi jaringan irigasi dan konservasi sempadan. Namun tekanan urbanisasi dari arah barat Denpasar mulai terasa.
Selain itu, terdapat ratusan DAS kecil lainnya (total ±391 DAS di Bali) yang sebagian juga berperan dalam tata air Sarbagita, terutama anak-anak sungai dari Ayung.
4. Permasalahan dan Tantangan
Berbagai DAS di kawasan Sarbagita kini menghadapi kombinasi permasalahan ekologis dan tata ruang yang kompleks:
- Alih fungsi sempadan sungai menjadi lahan terbangun.
- Penyempitan ruang air akibat pembangunan permukiman dan jalan.
- Sedimentasi dan sampah padat yang menghambat aliran air.
- Minimnya koordinasi lintas kabupaten/kota dalam pengelolaan DAS.
- Hilangnya daerah resapan alami karena pertumbuhan kawasan komersial.
Akibatnya, ketika curah hujan ekstrem terjadi, air tidak lagi memiliki ruang untuk meresap dan mengalir — melainkan langsung meluap ke permukiman.
5. Evaluasi Penataan Ruang dan Kelembagaan
Kebijakan penataan ruang berdasarkan PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang menuntut integrasi lintas sektor dan wilayah. Namun, RTRW Provinsi Bali (Perda No. 2 Tahun 2023) dan RTRW kabupaten/kota di Sarbagita masih menghadapi tantangan implementatif, antara lain:
- Penegakan hukum sempadan sungai belum tegas.
- Pemetaan DAS belum sepenuhnya terintegrasi dalam sistem Satu Data Spasial.
- Peran Desa Adat belum maksimal dalam pengawasan ruang air.
Pemerintah Provinsi Bali bersama BWS Bali–Penida, Dinas PUPRKIM, dan Dinas Lingkungan Hidup, perlu memperkuat Forum DAS Bali–Penida sebagai wadah koordinasi dan pengendalian lintas sektor.
6. Implikasi terhadap Ketahanan Pembangunan Bali
Ketahanan Bali di masa depan bergantung pada kemampuan menjaga harmoni antara pembangunan dan daya dukung hidrologis. Sistem DAS adalah fondasi ekologis bagi seluruh aspek kehidupan — dari pertanian, air bersih, hingga pariwisata.
Kegagalan mengelola DAS berarti kegagalan menjaga sumber kehidupan Bali.
Dari perspektif RTRW Provinsi Bali 2023–2043, penguatan kawasan lindung sempadan sungai, optimalisasi ruang hijau biru (green-blue infrastructure), dan pelibatan masyarakat adat menjadi kunci untuk membangun Bali yang tangguh air dan berkelanjutan.
7. Refleksi untuk Kita Semua
“Air mengalir mengikuti hukum alam, tetapi manusia sering melanggar hukum ruang.”
Ketika sempadan sungai dijadikan ruang ekonomi, dan ruang air dikorbankan demi pembangunan, maka alam akan mengambil alih pengingatnya — seperti banjir Bali 2025.
Kini saatnya eling lan melinggih, menyadari bahwa sungai adalah nadi kehidupan Bali.
Menjaga sungai bukan hanya urusan teknis pemerintah, tetapi panggilan spiritual dan moral bersama.
Dalam filosofi Danu Kerthi, penyucian sumber air adalah bagian dari yadnya terhadap alam semesta.
8. Rekomendasi Aksi Kolaboratif
- Audit spasial DAS dan sempadan sungai Sarbagita berbasis citra satelit terkini.
- Penegakan RTRW dan RDTR secara tegas terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang air.
- Restorasi DAS Ayung–Badung–Mati sebagai koridor hijau strategis Bali.
- Integrasi data hidrologi dengan sistem perizinan OSS-RBA.
- Penguatan peran Desa Adat dan Subak dalam pengawasan kawasan sempadan.
- Program pendidikan lingkungan air di sekolah dan komunitas lokal.
9. Penutup
Air bukan hanya sumber kehidupan, tetapi juga cermin dari kebijakan dan kesadaran kita.
Bila ruang dikelola dengan serakah, air menjadi bencana;
bila ruang dijaga dengan bijak, air menjadi anugerah.
Semoga dari bencana banjir 2025, lahir kesadaran baru untuk menata ulang hubungan manusia dan air di Pulau Dewata — sebuah langkah menuju Bali yang tangguh, lestari, dan harmonis dengan alam.
Daftar Pustaka
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.
- Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai.
- Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
- Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2023 tentang RTRW Provinsi Bali 2023–2043.
- Peraturan Menteri PU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Wilayah Sungai.
- Balai Wilayah Sungai Bali–Penida. (2019). Rencana PSDA Wilayah Sungai Bali–Penida.
- Dinas PUPRKIM Provinsi Bali. (2021). Status Air di Bali.
- Ramdan, H. (2006). Prinsip Dasar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
- Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali.
- Catatan Refleksi Pasca-Banjir Bali, Dinas PUPRKIM Provinsi Bali (2025).
