Sadkṛti: Kearifan Ekologis dan Spiritual Bali dalam Menjaga Harmoni Alam

Di tengah meningkatnya ancaman krisis iklim dan degradasi lingkungan, masyarakat Bali sesungguhnya telah memiliki fondasi konseptual yang kokoh dalam menjaga kelestarian alam. Ajaran tersebut tertuang dalam konsep Sadkṛti yang terdapat dalam naskah klasik Kuttara Kanda Dewa Purana Bangsul. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tidak hanya bersifat religius, tetapi juga ekologis, menjadi pedoman etis bagi masyarakat Bali untuk hidup selaras dengan alam.


Sadkṛti sebagai Konsep Ekologis

Secara ekologis, Sadkṛti merupakan wujud kesadaran bahwa manusia adalah bagian dari sistem kehidupan yang tidak dapat dipisahkan dari alam. Alam bukan sekadar sumber daya, tetapi ruang hidup bersama yang harus dijaga kelestariannya.

Gunung, hutan, laut, dan danau dipandang sebagai simpul-simpul ekologi yang menopang keberlanjutan hidup manusia.

  • Gunung dan hutan berfungsi sebagai daerah tangkapan air yang menyerap hujan dan memunculkan mata air.
  • Sungai menjadi saluran kehidupan, mengairi sawah dan menopang sistem pertanian yang merupakan sumber pangan masyarakat.
  • Danau dan laut menjadi penampung air dan sumber kekayaan hayati, memberi kehidupan ekonomi bagi masyarakat pesisir.

Hubungan ekologis ini mencerminkan sistem keseimbangan alami yang sejak dahulu disadari oleh masyarakat Bali. Ketika salah satu simpul ekologi terganggu — seperti rusaknya hutan, tercemarnya danau, atau pendangkalan sungai — maka keseluruhan sistem kehidupan juga akan terganggu. Dalam perspektif Sadkṛti, menjaga keseimbangan ekologis adalah kewajiban moral manusia terhadap alam.


Sadkṛti sebagai Konsep Spiritual

Dari sisi spiritual, Sadkṛti merefleksikan ajaran tentang keterhubungan antara makrokosmos (bhuwana agung) dan mikrokosmos (bhuwana alit). Keduanya terbentuk dari unsur yang sama, yakni panca maha bhuta:

  1. Prthivi (tanah)
  2. Apah (air)
  3. Teja (api/cahaya)
  4. Bayu (angin)
  5. Akasa (ruang)

Kesadaran bahwa unsur pembentuk manusia dan alam berasal dari kekuatan Tuhan melahirkan rasa hormat dan tanggung jawab spiritual terhadap lingkungan. Pemujaan terhadap Tuhan tidak hanya diwujudkan dalam bentuk doa dan upacara, tetapi juga melalui tindakan nyata menjaga kesucian dan keseimbangan alam.

Dalam ajaran Sadkṛti, dikenal enam manifestasi Dewa Sad Kahyangan yang menguasai unsur-unsur alam, mewakili kekuatan spiritual Tuhan dalam menjaga dunia. Gunung, hutan, laut, dan danau merupakan perwujudan fisik dari tubuh spiritual semesta yang harus dihormati dan dilestarikan. Dengan demikian, Sadkṛti mengajarkan spiritualitas ekologis yang berakar pada harmoni antara manusia, alam, dan Sang Pencipta — sejalan dengan filosofi Tri Hita Karana.


Konteks Kekinian: Dari Sadkṛti menuju Bali Clean and Green

Nilai-nilai Sadkṛti kini menemukan relevansinya dalam kebijakan pembangunan berkelanjutan Bali. Pemerintah Provinsi Bali telah menerbitkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai, sebagai langkah konkret melindungi lingkungan dari polusi modern.

Kebijakan ini tidak hanya berorientasi pada pengurangan sampah, tetapi juga sebagai bentuk pendidikan ekologis bagi masyarakat. Upaya ini sejalan dengan visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”, yang bermakna menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali melalui penerapan nilai Sadkṛti dalam konteks pemerintahan modern — mewujudkan Bali yang bersih, hijau, dan berkelanjutan (clean and green province).

Pemerintah bertindak sebagai pemimpin penggerak (leadership ekologis) yang berfungsi mengatur, mengawasi, dan menginspirasi masyarakat agar menginternalisasi etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, antara nilai spiritual, kebijakan, dan aksi nyata terjalin keselarasan.


Refleksi: Eling, Bali Milik Alam dan Alam Milik Bali

Banjir besar yang melanda Bali pada 10 September 2025 telah menjadi panggilan “eling” bagi kita semua.
Eling — untuk kembali menyadari siapa diri kita di tengah jagat raya ini.
Eling — bahwa air yang meluap bukan sekadar bencana, tetapi bahasa alam yang mengingatkan manusia agar tidak melampaui batasnya.
Eling — bahwa sungai, hutan, dan gunung bukan benda mati, melainkan bagian dari tubuh kehidupan yang selama ini memberi napas bagi kita.

Konsep Sadkṛti mengajarkan kita bahwa menjaga lingkungan bukan semata kewajiban hukum, tetapi tindakan spiritual, bagian dari pemujaan kepada Sang Hyang Widhi Wasa. Ketika manusia melupakan fungsi sempadan sungai, menutup tanah dengan beton, atau membuang sampah ke aliran air, sesungguhnya ia sedang melupakan kesejatian dirinya sebagai bagian dari alam semesta.

Karena itu, pasca banjir ini mari kita eling lan waspada, menghidupkan kembali nilai-nilai Sadkṛti dalam setiap langkah kebijakan, pembangunan, dan perilaku sehari-hari.
Bali yang lestari bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi janji bersama antara manusia, alam, dan Tuhan.


Penutup

Sadkṛti adalah cermin dari jati diri Bali — sebuah warisan spiritual yang menuntun masyarakat untuk hidup selaras dengan alam. Dalam era modern yang diwarnai oleh perubahan iklim dan tekanan pembangunan, nilai-nilai Sadkṛti perlu dihidupkan kembali sebagai dasar etika ekologis, spiritual, dan sosial.

Dengan menggabungkan kearifan lokal, kebijakan lingkungan, dan teknologi geospasial seperti MaSIKIAN, Bali dapat terus menjaga keharmonisan hubungan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta — sebagaimana pesan luhur leluhur: “Eling, jagalah alam sebagaimana engkau menjaga dirimu sendiri.”


Daftar Pustaka

  1. Kuttara Kanda Dewa Purana Bangsul. (n.d.). Naskah Lontar Tradisional Bali. Diterjemahkan dan disunting oleh Balai Bahasa Bali.
  2. Pemerintah Provinsi Bali. (2018). Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Denpasar: Pemerintah Provinsi Bali. Diakses dari https://jdih.baliprov.go.id pada 9 Oktober 2025.
  3. Pemprov Bali. (2019). Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Denpasar: Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik Provinsi Bali. Diakses dari https://diskominfos.baliprov.go.id pada 9 Oktober 2025.
  4. Sukarma, I Nyoman. (2015). Sadkṛti sebagai Kearifan Lokal dalam Kuttara Kanda Dewa Purana Bangsul. Denpasar: Universitas Hindu Indonesia.
  5. UNESCO. (2020). Spiritual Ecology and Cultural Landscapes in Bali. Paris: UNESCO World Heritage Centre. Diakses dari https://whc.unesco.org pada 9 Oktober 2025.

About tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN

View all posts by tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN →