Perkembangan Desa Wisata di Bali: Tantangan dan Peluang

Bali memiliki 238 desa wisata. Desa-desa tersebut terbagi dalam beberapa kategori pengembangan. Kategori tersebut adalah 101 desa rintisan, 107 desa berkembang, 27 desa maju, dan 3 desa mandiri. Pasca pandemi COVID-19, Bali mengalami peningkatan signifikan dalam jumlah desa wisata. Namun, banyak di antara desa-desa tersebut masih menghadapi tantangan besar. Tantangan tersebut terutama dalam hal sumber daya manusia (SDM) dan tata kelola.

Klasifikasi Desa Wisata di Bali

Dari total 238 desa wisata, 101 desa masih berada dalam tahap rintisan. Ini menunjukkan bahwa mayoritas desa wisata di Bali masih berada dalam tahap awal pengembangan. Desa wisata rintisan umumnya belum memiliki infrastruktur yang memadai, dan ini berdampak pada kualitas pelayanan yang bisa diberikan kepada wisatawan. Sementara itu, 107 desa berkembang telah menunjukkan kemajuan. Namun, desa tersebut masih perlu peningkatan lebih lanjut. Tujuannya agar bisa bersaing di pasar wisata global. Hanya 27 desa yang telah mencapai kategori maju. 3 desa telah menjadi desa mandiri. Ini menunjukkan bahwa kesenjangan perkembangan antara desa wisata sangat nyata.

Tantangan Infrastruktur dan Pengelolaan

Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh desa-desa wisata di Bali. Khususnya desa yang masih berada pada tahap rintisan, adalah keterbatasan infrastruktur. Desa wisata yang tergolong rintisan umumnya memiliki akses jalan yang kurang memadai. Fasilitas akomodasi terbatas. Selain itu, kurangnya fasilitas pendukung lainnya seperti pusat informasi wisata dan fasilitas sanitasi yang layak juga menjadi kendala. Keterbatasan ini menghambat potensi desa-desa wisata tersebut. Kendala ini membuat mereka sulit menarik lebih banyak wisatawan. Terutama wisatawan internasional yang mengharapkan fasilitas yang lebih baik.

Selain itu, tantangan dalam pengelolaan dan tata kelola desa wisata juga menjadi perhatian. Banyak desa wisata di Bali belum memiliki manajemen pariwisata yang profesional. Hal ini berakibat pada kurangnya promosi. Pengembangan produk wisata juga stagnan. Minimnya kolaborasi dengan stakeholder lain seperti pemerintah daerah dan industri pariwisata menjadi masalah.

Peningkatan Sumber Daya Manusia

Desa wisata di Bali juga menghadapi tantangan dalam hal kapasitas sumber daya manusia (SDM). Banyak penduduk lokal yang masih kurang terampil dalam hal manajemen pariwisata, pemasaran digital, dan bahasa asing. Pelatihan dan pendampingan intensif sangat dibutuhkan untuk membekali masyarakat desa dengan keterampilan yang dibutuhkan dalam mengelola dan mengembangkan desa wisata secara profesional. Dengan peningkatan kapasitas SDM, desa-desa wisata di Bali dapat lebih optimal dalam mengelola sumber daya lokal dan menarik lebih banyak wisatawan.

Kesenjangan Perkembangan

Kesenjangan antara desa wisata yang rintisan dan yang telah maju atau mandiri sangat jelas terlihat. Hanya 3 desa yang telah mencapai kategori mandiri, menunjukkan bahwa sebagian besar desa wisata masih memerlukan dukungan intensif, baik dari segi infrastruktur, promosi, maupun pengembangan kapasitas SDM. Desa mandiri seperti ini umumnya sudah memiliki infrastruktur yang baik, tata kelola yang profesional, dan mampu menarik wisatawan dalam jumlah besar secara berkelanjutan. Desa ini juga biasanya sudah memiliki produk wisata unggulan yang dikenal luas, baik secara nasional maupun internasional.

Rekomendasi Peningkatan Desa Wisata

Untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut, beberapa rekomendasi dapat diberikan, antara lain:

  1. Peningkatan Infrastruktur: Desa wisata rintisan perlu mendapatkan prioritas dalam pembangunan infrastruktur, seperti jalan, fasilitas sanitasi, dan akomodasi. Hal ini akan meningkatkan aksesibilitas dan kenyamanan wisatawan.
  2. Pengembangan Kapasitas SDM: Program pelatihan untuk masyarakat desa dalam manajemen pariwisata, pemasaran digital, dan keterampilan bahasa perlu ditingkatkan agar pengelolaan desa wisata lebih profesional.
  3. Penguatan Tata Kelola: Desa wisata membutuhkan tata kelola yang baik dan partisipasi aktif dari masyarakat lokal untuk menciptakan ekosistem pariwisata yang berkelanjutan. Pembentukan lembaga pengelola desa wisata dengan struktur yang jelas akan membantu dalam hal ini.
  4. Kolaborasi dengan Stakeholder: Pemerintah, industri pariwisata, dan masyarakat lokal perlu bekerja sama dalam mengembangkan desa wisata. Kolaborasi ini dapat dilakukan melalui program kemitraan, investasi dalam infrastruktur, dan promosi desa wisata di tingkat nasional dan internasional.

Kesimpulan

Meskipun Bali memiliki potensi besar dalam pengembangan desa wisata, banyak desa wisata, terutama yang berada pada tahap rintisan, masih menghadapi tantangan besar dalam hal infrastruktur, tata kelola, dan SDM. Dengan dukungan yang tepat, desa wisata di Bali dapat menjadi tulang punggung pariwisata berkelanjutan yang mengutamakan pelestarian budaya lokal dan keberlanjutan lingkungan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.

Peta Desa Wisata di Provinsi Bali

About tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN

View all posts by tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN →