Pelestarian Kawasan Cagar Budaya di Bali: Ketentuan Khusus Perda Nomor 2 Tahun 2023

Abstrak

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2023–2043 merupakan panduan strategis untuk pengelolaan dan pengembangan ruang wilayah di Provinsi Bali. Pasal 106 secara khusus mengatur Kawasan Cagar Budaya, mencakup definisi, ketentuan khusus, dan pelaksanaan pelestarian cagar budaya di berbagai kawasan di Bali. Jurnal ini bertujuan untuk mengevaluasi implementasi dan dampak dari kebijakan tersebut terhadap pelestarian warisan budaya dan pembangunan wilayah di Bali.

Pendahuluan

Perencanaan tata ruang yang efektif adalah elemen kunci dalam menjaga keseimbangan antara pelestarian budaya dan pembangunan ekonomi. Provinsi Bali, sebagai destinasi wisata budaya utama di Indonesia, menghadapi tantangan dalam melestarikan warisan budayanya di tengah arus modernisasi dan pembangunan pariwisata. Pasal 106 Perda Nomor 2 Tahun 2023 mengatur tentang Kawasan Cagar Budaya untuk menjawab tantangan tersebut.

Provinsi Bali terkenal sebagai salah satu destinasi pariwisata terkemuka di dunia, terkenal dengan keindahan alamnya serta kekayaan budaya dan tradisi yang masih terjaga hingga kini. Warisan budaya Bali, yang meliputi seni, arsitektur, adat istiadat, dan sistem pertanian tradisional Subak, merupakan aset penting yang perlu kita lestarikan. Namun, seiring dengan perkembangan pariwisata dan modernisasi, Bali menghadapi tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara pelestarian budaya dan pembangunan ekonomi.

Untuk menghadapi tantangan tersebut, Pemerintah Provinsi Bali menetapkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2023–2043. Peraturan ini berfungsi sebagai panduan strategis untuk pengelolaan dan pengembangan ruang wilayah di Bali. Di dalam peraturan ini, Pasal 106 secara khusus mengatur Kawasan Cagar Budaya, yang mencakup definisi, ketentuan khusus, dan pelaksanaan pelestarian cagar budaya di berbagai kawasan di Bali.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi implementasi Pasal 106 Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2023 tentang Kawasan Cagar Budaya di Provinsi Bali. Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi:

  1. Menjelaskan definisi dan ruang lingkup Kawasan Cagar Budaya yang diatur dalam Pasal 106.
  2. Menganalisis overlay Kawasan Cagar Budaya dengan kawasan lain seperti kawasan konservasi, pariwisata, permukiman, dan pertanian.
  3. Menelaah ketentuan khusus yang berlaku untuk Kawasan Cagar Budaya, termasuk kegiatan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan.
  4. Mengevaluasi pelaksanaan pelestarian cagar budaya oleh tenaga ahli serta peran etika pelestarian.
  5. Mengidentifikasi tantangan dan hambatan dalam implementasi Pasal 106.
  6. Memberikan rekomendasi untuk perbaikan dan penguatan kebijakan pelestarian cagar budaya di Bali.

Signifikansi Penelitian

Penelitian ini penting karena memberikan wawasan mengenai efektivitas kebijakan pemerintah dalam melestarikan warisan budaya di Bali di tengah arus pembangunan dan modernisasi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, masyarakat adat, dan pelaku industri pariwisata, dalam upaya bersama untuk menjaga dan melestarikan kekayaan budaya Bali.

Kerangka Teori

Pelestarian budaya merupakan upaya untuk mempertahankan warisan budaya yang memiliki nilai sejarah, estetika, dan sosial. Pendekatan pelestarian budaya mencakup berbagai strategi, termasuk regulasi tata ruang, pelibatan masyarakat, dan penggunaan teknologi modern. Pasal 106 dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2023 mengadopsi pendekatan komprehensif yang mengintegrasikan aspek-aspek ini dalam pengelolaan Kawasan Cagar Budaya di Bali.

Metodologi

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi dokumen, wawancara mendalam dengan pihak terkait (pemerintah daerah, akademisi, masyarakat adat, dan pelaku pariwisata), serta observasi lapangan di beberapa Kawasan Cagar Budaya sebagaimana dalam Pasal 106. Analisis data dilakukan secara deskriptif untuk mengidentifikasi implementasi, tantangan, dan dampak dari peraturan ini.

Struktur Penulisan

Sistematika penulisan sebagai berikut:

  1. Pendahuluan: Memaparkan latar belakang, tujuan, signifikansi penelitian, kerangka teori, metodologi, dan struktur penulisan.
  2. Tinjauan Pustaka: Mengulas literatur terkait pelestarian budaya dan regulasi tata ruang.
  3. Hasil Penelitian dan Pembahasan: Menyajikan temuan penelitian dan analisis mengenai implementasi Pasal 106.
  4. Kesimpulan dan Rekomendasi: Menyimpulkan hasil penelitian dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan kebijakan.
  5. Daftar Pustaka: Menyajikan sumber-sumber data dan informasi dalam penelitian ini.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Definisi dan Ruang Lingkup Kawasan Cagar Budaya

Pasal 106 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2023 menetapkan definisi dan ruang lingkup Kawasan Cagar Budaya sebagai area yang mencakup bangunan, struktur, situs, dan kawasan yang memiliki nilai budaya signifikan. Ini mencakup berbagai kawasan penting di Bali, termasuk:

  • Pura Ulun Danu Batur dan Danau Batur di Kabupaten Bangli
  • Lansekap budaya Subak dan Pura sepanjang DAS Pakerisan di Kabupaten Gianyar
  • Lansekap budaya Subak dan Pura Catur Angga Batukaru di Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Tabanan
  • Pusat Kota Denpasar, Bedulu – Pejeng, dan lainnya.

Penetapan ini menunjukkan upaya serius pemerintah dalam melindungi warisan budaya yang beragam dan tersebar di seluruh Bali.

2. Overlay Kawasan Cagar Budaya

Kawasan Cagar Budaya bertampalan dengan berbagai kawasan lain, seperti:

  • Badan Air
  • Kawasan Konservasi
  • Kawasan Pariwisata
  • Kawasan Pencadangan Konservasi di Laut
  • Kawasan Perlindungan Setempat
  • Kawasan Permukiman
  • Kawasan Pertanian

Hal ini mencerminkan kompleksitas pengelolaan ruang di Bali. Overlay ini menunjukkan bahwa pelestarian budaya tidak terpisahkan dari aspek lain dalam tata ruang, seperti konservasi lingkungan dan pengembangan pariwisata. Namun, ini juga menimbulkan tantangan dalam koordinasi antara berbagai sektor dan kepentingan yang berbeda.

3. Ketentuan Khusus untuk Kawasan Cagar Budaya

Pasal 106 menetapkan beberapa ketentuan khusus untuk kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan yang tidak diperbolehkan di Kawasan Cagar Budaya:

  • Kegiatan yang diperbolehkan: Pelestarian, penyelamatan, pengamanan, perlindungan sistem Subak, dan penelitian.
  • Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat: Pariwisata berbasis alam, sosial budaya, keagamaan, dan kegiatan lain yang tidak mengganggu fungsi kawasan cagar budaya.
  • Kegiatan yang tidak diperbolehkan: Pendirian bangunan yang tidak sesuai, kegiatan yang merusak kekayaan budaya, dan kegiatan yang mengganggu upaya pelestarian budaya masyarakat setempat.
  • Penyediaan prasarana dan sarana minimum: Sarana perlindungan benda, bangunan, struktur, dan situs peninggalan sejarah.

Ketentuan ini menegaskan pentingnya menjaga fungsi dan integritas Kawasan Cagar Budaya sambil memungkinkan kegiatan yang mendukung pelestarian dan pengembangan berkelanjutan.

4. Pelaksanaan Pelestarian Cagar Budaya

Pelaksanaan pelestarian cagar budaya harus melalui kordinasi dengan tenaga ahli pelestarian dengan memperhatikan etika pelestarian. Ini penting untuk memastikan bahwa pelestarian tersebut profesional dan beretika, meminimalkan risiko kerusakan dan memastikan keberlanjutan jangka panjang.

Namun, dalam praktiknya, terdapat beberapa tantangan sebagai berikut:

  • Kekurangan Tenaga Ahli: Ada keterbatasan jumlah tenaga ahli pelestarian yang terlatih dan berpengalaman di Bali.
  • Pendanaan Terbatas: Pelestarian membutuhkan sumber daya yang signifikan, dan seringkali dana yang teralokasikan tidak mencukupi untuk semua kebutuhan.
  • Partisipasi Masyarakat: Meskipun masyarakat lokal sering memiliki pengetahuan mendalam tentang warisan budaya mereka, partisipasi mereka dalam pelestarian kadang-kadang masih kurang optimal karena kurangnya koordinasi atau insentif.

5. Tantangan dan Hambatan

Beberapa tantangan utama dalam implementasi Pasal 106 meliputi:

  • Koordinasi Antar Sektor: Mengintegrasikan pelestarian budaya dengan sektor lain seperti pariwisata dan konservasi lingkungan memerlukan koordinasi yang baik, yang seringkali sulit dicapai.
  • Tekanan Pembangunan: Tekanan dari pembangunan ekonomi dan pariwisata dapat mengancam integritas kawasan cagar budaya.
  • Kesadaran dan Edukasi: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pelestarian budaya masih menjadi tantangan besar.

Rekomendasi

Untuk mengatasi tantangan tersebut, beberapa rekomendasi yang dapat diambil adalah:

  • Penguatan Koordinasi: Meningkatkan koordinasi antara pemerintah, masyarakat adat, dan sektor swasta melalui forum reguler dan mekanisme kerjasama yang jelas.
  • Peningkatan Partisipasi Masyarakat: Melibatkan masyarakat lokal dalam proses pelestarian dan pengelolaan kawasan cagar budaya, termasuk melalui program edukasi dan pelatihan.
  • Penyediaan Dana: Mengalokasikan dana yang memadai untuk kegiatan pelestarian, termasuk melalui kerjasama dengan sektor swasta dan donor internasional.
  • Pengembangan Kapasitas: Meningkatkan kapasitas tenaga ahli pelestarian melalui pelatihan dan pendidikan berkelanjutan, serta menyediakan insentif untuk menarik lebih banyak profesional ke bidang ini.

Kesimpulan

Pasal 106 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2023 memberikan kerangka kerja yang komprehensif untuk pelestarian Kawasan Cagar Budaya. Implementasinya menunjukkan komitmen pemerintah dan masyarakat Bali dalam menjaga warisan budaya di tengah tekanan pembangunan. Namun, tantangan seperti koordinasi antar sektor, pendanaan, dan partisipasi masyarakat masih perlu menjadi perhatian untuk memastikan keberhasilan jangka panjang.

Rekomendasi

  • Penguatan Koordinasi: Meningkatkan koordinasi antara pemerintah, masyarakat adat, dan sektor swasta.
  • Peningkatan Partisipasi Masyarakat: Melibatkan masyarakat lokal dalam proses pelestarian dan pengelolaan kawasan cagar budaya.
  • Penyediaan Dana: Mengalokasikan dana yang memadai untuk kegiatan pelestarian.
  • Pengembangan Kapasitas: Meningkatkan kapasitas tenaga ahli pelestarian melalui pelatihan dan pendidikan berkelanjutan.

About tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN

View all posts by tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN →