Morfologi dan Perannya dalam Analisis Kemampuan Lahan di Provinsi Bali

a. Pengertian dan Peran Morfologi

Morfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuk permukaan bumi dan proses pembentukannya melalui dinamika geologi serta geomorfologi dalam jangka waktu yang panjang. Bentuklahan (landform) yang dihasilkan merupakan refleksi langsung dari kombinasi faktor tektonik, vulkanisme, pelapukan, erosi, dan sedimentasi, yang bersama-sama membentuk karakter fisik wilayah.

Dalam konteks perencanaan tata ruang dan pengelolaan sumber daya lahan, morfologi memiliki peran fundamental karena mempengaruhi beberapa aspek utama, yaitu:

  • Kemiringan lereng, yang menentukan tingkat kesesuaian lahan terhadap pembangunan fisik seperti permukiman, infrastruktur, dan pertanian.
  • Sistem drainase alami, yang berpengaruh terhadap risiko genangan dan potensi resapan air.
  • Potensi erosi dan stabilitas tanah, yang penting untuk konservasi tanah dan air.
  • Penentuan fungsi ruang, baik sebagai fungsi budidaya (pertanian, permukiman, industri) maupun fungsi lindung (konservasi, resapan air, dan hutan lindung).

Dengan demikian, analisis morfologi menjadi dasar utama dalam penentuan kemampuan lahan (land capability) yang berujung pada arahan pemanfaatan ruang berkelanjutan di Bali.


b. Sumber dan Skala Data

Analisis morfologi dalam kajian kemampuan lahan Provinsi Bali didasarkan pada data berikut:

  • Peta Morfologi Provinsi Bali
    Sumber: Dinas PUPR Perkim Provinsi Bali (2022), hasil kompilasi dari Base Map RTRW Provinsi Bali dan Data Geospasial Kebijakan Satu Peta (KSP).
  • Skala peta: 1 : 525.000
  • Sistem koordinat: UTM Zona 50S, Datum WGS84

Data morfologi ini digunakan sebagai base layer dalam sistem Geographic Information System (GIS) untuk proses scoring dan overlay dalam penentuan kelas kemampuan lahan di seluruh wilayah Bali.


c. Klasifikasi Morfologi

Klasifikasi morfologi Provinsi Bali mengacu pada sistem dari Peraturan Menteri PU No. 20/PRT/M/2007 dan Pedoman Teknis BIG (2024).
Keduanya mengelompokkan bentuklahan berdasarkan kemiringan lereng (slope) dan relief sebagai berikut:

Kelas Morfologi Deskripsi Rentang Kemiringan (%) Kelas Kemampuan Lahan Umum
Datar (Flat) Permukaan sangat landai, biasanya di dataran pantai, lembah sungai, dan daerah rawa. 0–3% I – II
Bergelombang (Undulating/Rolling) Permukaan berombak rendah, transisi antara dataran dan perbukitan. 3–8% II – III
Berbukit (Hilly) Relief sedang dengan lembah kecil dan punggung bukit yang teratur, sering dijumpai di kaki gunung dan perbukitan tengah Bali. 8–15% III – IV
Bergunung (Mountainous) Relief curam dengan beda tinggi besar, didominasi kawasan vulkanik dan pegunungan aktif. >15% IV – VI

d. Distribusi Spasial Morfologi Provinsi Bali

Berdasarkan hasil interpretasi peta morfologi, wilayah Bali dapat dikelompokkan menjadi empat satuan bentuklahan utama sebagai berikut:

  1. Dataran pantai dan lembah sungai
    Tersebar luas di bagian selatan Bali, mencakup wilayah Denpasar, Badung bagian selatan, Gianyar, Tabanan, dan Jembrana bagian barat.
    Ciri morfologi: Flat–Undulating, dengan drainase baik dan potensi tinggi untuk budidaya intensif seperti pertanian lahan basah dan permukiman.
  2. Perbukitan sedang (Hilly)
    Meliputi wilayah tengah Bali, antara lain Abiansemal, Payangan, Pupuan, dan Bangli bagian barat.
    Kawasan ini berperan sebagai buffer zone ekologis dengan potensi pertanian lahan kering dan agroforestri.
  3. Kawasan bergunung (Mountainous)
    Terdapat di bagian tengah–utara dan timur Bali, mencakup Gunung Batukaru, Gunung Batur, dan Gunung Agung.
    Ciri utama: relief curam dan rawan erosi tinggi, dikategorikan sebagai zona kemampuan lahan rendah hingga sangat rendah (kelas IV–VI) yang difungsikan sebagai kawasan lindung alami dan resapan air utama.
  4. Pulau Nusa Penida (Kabupaten Klungkung)
    Didominasi bentuklahan bergelombang hingga berbukit karstik, dengan drainase tinggi dan kapasitas air tanah terbatas.
    Kelas kemampuan lahan: menengah (kelas III–IV), cocok untuk pengembangan konservasi lahan kering dan ekowisata berbasis tebing karst.

e. Interpretasi Kemampuan Lahan Berdasarkan Morfologi

Hasil interpretasi spasial menunjukkan distribusi kelas kemampuan lahan di Bali sebagai berikut:

  • ±40–45% wilayah Bali terdiri atas bentuklahan berbukit dan bergunung (kelas kemampuan IV–VI),
    fungsi utama: konservasi tanah dan air, hutan lindung, serta kawasan resapan.
  • ±30% wilayah berupa lahan bergelombang (kelas II–III),
    fungsi utama: pertanian lahan kering, perkebunan rakyat, dan agroforestri.
  • ±25% wilayah merupakan dataran rendah dan lembah sungai (kelas I–II),
    fungsi utama: pengembangan permukiman, pertanian lahan basah (sawah Subak), dan pusat kegiatan ekonomi.

Dengan demikian, wilayah pegunungan seperti Batukaru, Batur, dan Agung menjadi tulang punggung sistem ekologis Bali — sebagai zona lindung alami dan sumber air tanah, sedangkan dataran selatan (Denpasar–Badung–Tabanan) menjadi zona budidaya utama dengan tekanan pembangunan tertinggi.


Kesimpulan dan Refleksi

Analisis morfologi bukan hanya kajian teknis geospasial, melainkan fondasi etis dalam penataan ruang Bali.

“Memahami morfologi berarti membaca nadi bumi — mengetahui di mana alam mengizinkan kita membangun, dan di mana ia meminta kita menjaga.”

Pendekatan berbasis morfologi menjadi kunci dalam menata keseimbangan antara fungsi lindung dan fungsi budidaya, sehingga pembangunan dapat berlangsung tanpa mengorbankan stabilitas ekologis Pulau Bali.


Daftar Pustaka

  1. Kementerian Pekerjaan Umum. (2007). Peraturan Menteri PU No. 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang.
  2. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Undang-Undang No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial.
  3. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Informasi Geospasial.
  4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Analisis Aspek Ekonomi, Fisik Lingkungan, dan Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang.
  5. Peraturan Menteri LH No. 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah
  6. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi dan Penerbitan Persetujuan Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, Kota, dan Rencana Detail Tata Ruang.
  7. Badan Informasi Geospasial (BIG). (2024). Pedoman Teknis Analisis Kemampuan Lahan untuk Rencana Tata Ruang Wilayah.
  8. Pemerintah Provinsi Bali. (2023). Perda Provinsi Bali No. 2 Tahun 2023 tentang RTRW Provinsi Bali Tahun 2023–2043.
  9. Van Zuidam, R. A. (1986). Aerial Photo-Interpretation in Terrain Analysis and Geomorphologic Mapping. ITC, Enschede.

About tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN

View all posts by tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN →