Menjaga Kesucian Alam Bali demi Kelestarian Taksu Bali

Alam Bali bukan hanya keindahan panorama, tetapi juga ruang suci yang menjadi bagian tak terpisahkan dari spiritualitas dan identitas budaya masyarakat Bali. Dalam konsep Tri Hita Karana, keharmonisan antara manusia dengan alam (palemahan) merupakan salah satu pilar utama keberlangsungan hidup dan keseimbangan semesta. Namun, dewasa ini, kesucian alam Bali menghadapi berbagai tekanan, yang jika tidak segera diatasi dapat berimplikasi serius terhadap menurunnya Taksu Bali—kekuatan spiritual dan daya magis Bali yang menjadi sumber kehidupan dan daya tarik utamanya.

Permasalahan yang Muncul:

  1. Penodaan Tempat Suci dan Kawasan Adat

Tindakan wisatawan maupun pihak tertentu yang memasuki pura tanpa tata krama, berpakaian tidak sopan, atau melakukan aktivitas profan di area suci, menunjukkan kurangnya pemahaman dan penghormatan terhadap nilai-nilai lokal.

2. Wisata Pendakian Gunung yang Tak Terkontrol

Gunung di Bali bukan hanya objek wisata, tetapi juga kawasan suci. Aktivitas pendakian yang tidak dibarengi dengan regulasi adat dan spiritual telah menimbulkan gangguan terhadap kesakralan gunung, seperti kasus membuang sampah, melakukan tindakan asusila, dan pelanggaran adat lainnya.

3. Pencurian Pratima dan Simbol Kesucian

Aksi kriminal berupa pencurian pratima atau benda sakral dari pura merupakan bentuk pelanggaran berat terhadap spiritualitas Bali dan menyisakan trauma kolektif bagi masyarakat adat.

  1. Pencemaran Danau, Sungai, dan Laut

Limbah domestik dan industri, sampah plastik, dan aktivitas wisata massal telah menyebabkan polusi serius di danau (seperti Danau Batur dan Danau Buyan), sungai, dan kawasan pesisir. Hal ini mengganggu keseimbangan ekosistem sekaligus menurunkan nilai kesucian kawasan tersebut yang selama ini menjadi sumber air dan kehidupan (tirta amerta).

Implikasi:

Jika masalah ini tidak ditangani dengan serius, Taksu Bali sebagai sumber spiritualitas, identitas budaya, dan daya tarik pariwisata akan semakin meredup. Kehilangan Taksu berarti kehilangan jiwa Bali itu sendiri.

Rekomendasi Kebijakan dan Tindakan:

  1. Perkuat Regulasi Perlindungan Kawasan Suci dan Sakral : Penegasan zona kesucian dalam RTRW dan RDTR, serta sinergi antara hukum adat dan hukum negara.

  2. Pengawasan dan Tata Kelola Wisata Berbasis Kearifan Lokal : Setiap aktivitas wisata, termasuk pendakian, harus berlandaskan kearifan lokal dan diatur dalam sistem perizinan berbasis adat (misalnya awig-awig digital).

  3. Revitalisasi Satgas Kawasan Suci dan Pendidikan Publik : Pembentukan dan penguatan satuan tugas perlindungan kawasan suci dan edukasi publik, baik kepada masyarakat lokal maupun wisatawan mancanegara.

  4. Gerakan Bersih dan Suci dari Hulu ke Hilir : Integrasi program pembersihan sungai, danau, dan laut dengan pendekatan spiritual dan ekologis, melibatkan desa adat, krama subak, dan komunitas pemuda.

Penutup:

Melindungi kesucian alam Bali bukan semata urusan spiritual, tetapi juga strategi keberlanjutan budaya, lingkungan, dan ekonomi. Menjaga kesucian berarti merawat Taksu. Dan merawat Taksu Bali adalah menjaga jantung kehidupan Pulau Dewata.

About tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN

View all posts by tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN →