Memperkuat Ideologi Tri Hita Karana: Meningkatkan Pelestarian Lingkungan dan Keseimbangan Ekosistem di Masyarakat Bali

Masyarakat Bali telah lama kita kenal karena budaya dan tradisinya yang kaya akan nilai-nilai kearifan lokal. Salah satu konsep yang menjadi landasan bagi kehidupan masyarakat Bali adalah Tri Hita Karana, sebuah filosofi yang menggambarkan keselarasan dalam hubungan antara manusia, Tuhan, dan alam. Dalam konteks pelestarian lingkungan, ideologi Tri Hita Karana menjadi landasan penting bagi upaya menjaga keseimbangan ekosistem dan menciptakan kehidupan yang berkelanjutan bagi generasi mendatang.

1. Kesadaran akan Ketergantungan pada Alam

Tri Hita Karana mengajarkan bahwa kehidupan manusia tidak dapat terpisahkan dari lingkungannya. Ini membangkitkan kesadaran akan ketergantungan manusia pada alam untuk kelangsungan hidupnya. Dari menyediakan udara yang kita hirup hingga sumber daya alam yang kita perlukan. Untuk kehidupan sehari-hari, alam memainkan peran penting dalam mendukung keberlangsungan hidup manusia.

2. Penghargaan terhadap Alam sebagai Manifestasi Tuhan

Filosofi Tri Hita Karana juga mengajarkan penghargaan yang dalam terhadap alam sebagai manifestasi Tuhan. Dalam budaya Bali, alam bersifat sakral dan kita hormati sebagai bagian dari Sang Hyang Widhi, atau Tuhan Yang Maha Esa. Penghargaan ini mendorong masyarakat Bali untuk berperilaku dengan penuh tanggung jawab terhadap alam, menjaga kelestarian ekosistem, dan menghormati keberadaan semua makhluk hidup.

3. Keseimbangan dalam Hubungan Manusia dengan Alam

Tri Hita Karana mempromosikan keseimbangan dalam hubungan manusia dengan alam. Hal ini mencakup perlakuan yang bijaksana terhadap sumber daya alam, menjaga keberlangsungan ekosistem, dan menghindari eksploitasi berlebihan terhadap alam. Dengan menjaga keseimbangan ini, masyarakat Bali dapat mencegah kerusakan lingkungan yang dapat merugikan semua makhluk hidup.

4. Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan

Konsep Tri Hita Karana juga mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan. Melalui praktik-praktik keagamaan, budaya, dan tradisional, masyarakat Bali terlibat dalam upaya-upaya seperti penanaman pohon, pengelolaan sampah, dan pelestarian sumber air. Ini memperkuat ikatan antara manusia dan alam serta membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya menjaga lingkungan.

Dengan memperkuat ideologi Tri Hita Karana, masyarakat Bali dapat mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal dalam upaya pelestarian lingkungan, menjaga keseimbangan ekosistem, dan menciptakan kehidupan yang berkelanjutan bagi generasi mendatang. Ini adalah langkah penting dalam membangun masa depan yang berkelanjutan dan harmonis bagi Bali dan dunia secara keseluruhan.

Konsep Tri Hita Karana dalam Geguritan Sucita (GS)

Tri Hita Karana, yang merupakan filosofi budaya tradisional Bali, menjadi landasan penting dalam menjaga keseimbangan alam di Pulau Dewata. Konsep ini mengilhami masyarakat Bali untuk memelihara keselarasan hubungan antara manusia, Tuhan, dan alam sekitarnya. Dalam Geguritan Sucita, walaupun istilah “Tri Hita Karana” tidak secara eksplisit tersebutkan, namun prinsip-prinsipnya tercermin jelas dalam konteks hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan alam.

Konsep hubungan manusia dengan Tuhan dalam GS diungkapkan sebagai berikut.

…………………………………………………….

munggwing ane kaniskala
bhaktine ring Sang Hyang·Widhi
kenehe apang mangilis
teher bhakti tanpa tanggu
jiwa ragane haturang
anggon caru manandingin
hala ayu paican Hyang murbengjagat (GS. Pupuh ke-1, Sinom:42).

Terjemahan
………………………………………………

adapun yang disebut niskala
menyerahkan diri kepa4a Tuhan Yang Maha Esa
dengan seluruh hati yang suci
menyerahkan diri (bhakti) sepenuhnya
menyerahkan segala jiwa dan raga
dipakai untuk membalas
rasa syukur segala. pemberian Tuhan Yang Maha Esa.

GS. Pupuh ke-1, Sinom:42

Pertama-tama, konsep hubungan manusia dengan Tuhan dalam Geguritan Sucita disebut sebagai hubungan “niskala”, yang merujuk pada dimensi rohani atau tidak nyata. Dalam konsep ini, masyarakat diajak untuk menyadari bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Baik yang baik maupun yang buruk adalah bagian dari ciptaan-Nya. Kesadaran akan kemahakuasaan Tuhan mendorong manusia untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Nya, sebagai bentuk bakti dan rasa terima kasih atas segala anugerah-Nya.

Kedua, konsep keselarasan hubungan manusia dengan manusia dan lingkungan alam disebut sebagai hubungan “sekala”, yang merujuk pada dimensi nyata atau duniawi. Hubungan ini mencakup interaksi sosial antarmanusia serta interaksi manusia dengan lingkungan alam sekitarnya. Dalam masyarakat Bali, keselarasan ini juga menjadi kunci penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Kolaborasi antarwarga, gotong royong dalam pengelolaan sumber daya alam, dan praktik-praktik konservasi menjadi cerminan dari konsep Tri Hita Karana.

Dengan memperkuat kesadaran akan pentingnya keselarasan hubungan antara manusia, Tuhan, dan alam, konsep Tri Hita Karana membantu masyarakat Bali dalam menjaga harmoni dan keseimbangan alam. Ini bukan hanya sebuah konsep filosofis, tetapi juga menjadi pedoman praktis dalam kehidupan sehari-hari. Melalui integrasi nilai-nilai kearifan lokal, masyarakat Bali mampu menciptakan lingkungan yang lestari dan mencapai kebahagiaan yang berkelanjutan bagi generasi mendatang. Dengan demikian, konsep Tri Hita Karana memiliki dampak yang signifikan dalam menjaga keseimbangan alam dan menciptakan kehidupan yang harmonis di Bali.

About tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN

View all posts by tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN →