Tri Hita Karana adalah konsep mendasar dalam kehidupan masyarakat Bali yang berakar dari ajaran agama Hindu. Konsep ini menekankan harmonisasi antara alam semesta (bhuana agung) dan manusia (bhuana alit), yang merupakan kunci terciptanya kehidupan yang baik, gembira, serta lestari. Dalam tata ruang dan perumahan tradisional Bali, Tri Hita Karana tidak hanya menjadi landasan utama. Konsep ini juga membantu membangun hubungan yang seimbang antara unsur-unsur spiritual, sosial, dan lingkungan fisik.

Pengertian Tri Hita Karana
- Tri: Tiga
- Hita: Kebaikan, kemakmuran, kebahagiaan
- Karana: Penyebab atau sumber
Oleh karena itu, Tri Hita Karana berarti tiga sumber penyebab kebaikan dan keharmonisan dalam kehidupan, yang meliputi:
- Parhyangan (Atma): Hubungan manusia dengan Tuhan.
- Pawongan (Prana): Hubungan manusia dengan sesama.
- Palemahan (Angga): Hubungan manusia dengan lingkungan atau alam.
Implikasi Tri Hita Karana dalam Kosmos dan Perumahan
Pertama-tama, konsep ini diterapkan tidak hanya pada tingkat individu, tetapi juga dalam berbagai skala ruang. Misalnya:
- Bhuana Agung (Alam Semesta)
- Atma: Paramatma (Tuhan Yang Maha Esa) sebagai jiwa alam semesta.
- Prana: Energi atau tenaga yang menggerakkan alam.
- Angga: Jasad fisik yang terdiri dari unsur-unsur Panca Maha Bhuta (lima elemen dasar: tanah, air, api, udara, dan eter).
- Desa
- Parhyangan: Pura Kahyangan Tiga (pura desa) sebagai pusat spiritual desa.
- Pawongan: Warga desa sebagai tenaga penggerak sosial.
- Palemahan: Wilayah desa sebagai ruang fisik atau lingkungan tempat tinggal.
- Banjar (Komunitas)
- Parhyangan: Pura Banjar sebagai pusat spiritual komunitas banjar.
- Pawongan: Warga banjar yang berperan sebagai tenaga sosial.
- Palemahan: Wilayah banjar sebagai ruang fisik atau lingkungan banjar.
- Rumah Tangga
- Sanggah Pemerajan: Tempat suci keluarga yang menjadi pusat spiritual rumah.
- Penghuni Rumah: Tenaga sosial yang menghuni rumah dan berinteraksi di dalamnya.
- Pekarangan Rumah: Fisik rumah dan pekarangan yang menjadi ruang hidup keluarga.
- Manusia (Bhuana Alit)
- Atman: Jiwa manusia sebagai inti spiritual.
- Prana: Energi manusia yang terdiri dari sabda (ucapan), bayu (tenaga), dan idep (pikiran).
- Angga: Tubuh fisik manusia sebagai wadah jiwa dan energi.
Konsep Manik Ring Cucupu
Selain itu, terdapat pula konsep “Manik Ring Cucupu” yang menjelaskan hubungan erat antara manusia dan alam. Dalam konsep ini, manusia dianalogikan sebagai janin (manik) yang berada dalam rahim (cucupu) alam semesta. Seperti halnya rahim yang memberikan perlindungan, kehidupan, dan tempat berkembang bagi janin, alam juga memberikan kehidupan dan perlindungan bagi manusia. Dengan demikian, setiap lingkungan buatan seperti rumah atau desa harus diciptakan selaras dengan alam semesta, menciptakan hubungan harmonis antara manusia dan alam.
Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, Tri Hita Karana tidak hanya menjadi landasan dalam pola ruang dan perumahan tradisional Bali, tetapi juga mencerminkan upaya menciptakan keharmonisan antara manusia dengan Tuhan, sesama, dan lingkungan. Dalam setiap tingkatan kosmos, baik itu alam semesta, desa, banjar, rumah tangga, maupun individu, konsep ini diterapkan secara konsisten. Dengan memahami Tri Hita Karana, kita dapat lebih mengapresiasi cara masyarakat Bali merancang tata ruang yang tidak hanya estetis, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai keagamaan dan budaya yang mendalam.
Selain itu, konsep ini berperan penting dalam menjaga keseimbangan spiritual, sosial, dan fisik di setiap lapisan kehidupan masyarakat Bali.