Konsep “Rwa Bhineda” di Bali mencerminkan filsafat budaya yang mendalam yang menggambarkan pandangan dunia yang berorientasi pada keseimbangan dan hubungan yang saling melengkapi antara dua unsur yang berlawanan. Dalam bahasa Jawa, istilah “Rwa Bhineda” berarti “dua yang berbeda,” dan konsep ini sangat mendasar dalam pemahaman budaya Bali.
Dalam pandangan “Rwa Bhineda,” jagad atau alam semesta dipandang sebagai sesuatu yang terdiri atas dua unsur yang saling bersebarangan, seperti siang dan malam, atas dan bawah, wanita dan pria. Namun, kedua unsur tersebut tidak dapat berdiri sendiri dan saling membutuhkan. Konsep ini mengajarkan bahwa tidak akan ada sebutan “kanan” jika tidak ada sebutan “kiri,” dan tidak akan ada “siang” tanpa “malam.” Semua elemen ini saling melengkapi dan tidak dapat terpisahkan.
Tidak ada wanita tanpa laki-laki. Jagad di dalam pandangan ini senantiasa bersifat dwitunggal. Loro-loroning atunggal, dalam bahasa Jawa.
“Rwa Bhineda” juga mencerminkan prinsip keseimbangan dan harmoni antara manusia, alam, dan kosmos. Budaya Bali sangat memperhatikan keseimbangan ini dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari, termasuk dalam seni, agama, dan tradisi sosial. Pemahaman ini juga mencerminkan hubungan yang mendalam antara manusia dan alam, di mana menjaga keseimbangan dengan alam merupakan prinsip penting dalam menjaga harmoni dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam budaya Bali, konsep “Rwa Bhineda” tercermin dalam banyak aspek kehidupan. Ini adalah salah satu pilar budaya yang menjadikan Bali unik dan kaya akan nilai-nilai tradisional yang mendalam dan berkelanjutan.