Integrasi Tata Kelola Perizinan Ruang Sungai dengan PP 28 Tahun 2025: Menjaga Harmoni Alam dan Efisiensi Perizinan Berbasis Risiko

Pemerintah Indonesia terus memperkuat sistem perizinan nasional melalui penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PBBR). Peraturan ini menggantikan PP Nomor 5 Tahun 2021, dengan semangat baru: menciptakan tata kelola perizinan yang lebih cepat, transparan, dan terintegrasi secara digital, tanpa mengabaikan tanggung jawab ekologis dan sosial.

Dalam konteks pengelolaan ruang sungai di Bali, PP ini menjadi penting karena memberikan landasan untuk mempercepat proses perizinan kegiatan—mulai dari konstruksi hingga pemanfaatan sumber daya air—dengan tetap memastikan perlindungan fungsi ekologis sungai dan kepastian hukum bagi masyarakat maupun pelaku usaha.


Sinkronisasi Tata Kelola Ruang Sungai dengan Kebijakan Nasional

Sebagaimana diatur dalam Modul 3 Peraturan dan Kebijakan Terkait Sungai (Pusbangkom SDA dan Permukiman, 2024), setiap kegiatan di ruang sungai wajib memperoleh izin dari otoritas berwenang. Tujuannya adalah agar pemanfaatan sungai tetap sesuai dengan daya dukung lingkungan dan tidak menimbulkan risiko bencana atau pencemaran.

PP Nomor 28 Tahun 2025 memperkuat mekanisme ini melalui pendekatan Perizinan Berbasis Risiko (PBBR). Artinya, setiap kegiatan di ruang sungai—baik yang bersifat konstruktif (seperti pembangunan jembatan, tanggul, atau intake air) maupun non-konstruktif (seperti pemanfaatan air atau kegiatan perikanan)—akan dikategorikan berdasarkan tingkat risikonya terhadap lingkungan, keselamatan, dan sosial.

Kategori risiko inilah yang menentukan kompleksitas perizinan, waktu layanan, dan mekanisme pengawasan yang berlaku.


Poin-Poin Penting PP 28 Tahun 2025 dalam Konteks Sungai

Beberapa ketentuan utama PP 28 Tahun 2025 yang relevan dengan tata kelola sungai antara lain:

  1. Mengganti PP 5 Tahun 2021
    PP 28/2025 merupakan penyempurnaan sistem perizinan berusaha, menekankan efisiensi, kepastian hukum, dan harmonisasi antara pusat dan daerah, termasuk dalam pengelolaan sumber daya air.
  2. Perizinan Berbasis Risiko (PBBR)
    Setiap kegiatan di ruang sungai akan dinilai tingkat risikonya terhadap fungsi ekologis dan daya dukung sungai. Misalnya, pembangunan tanggul mungkin dikategorikan sebagai risiko tinggi, sementara pemanfaatan air untuk irigasi rakyat sebagai risiko rendah.
  3. Penerapan Service Level Agreement (SLA)
    Setiap tahapan perizinan—mulai dari pengajuan hingga penerbitan izin—memiliki batas waktu yang jelas untuk mencegah keterlambatan dan memperkuat akuntabilitas pelayanan publik.
  4. Transformasi Sistem OSS (Online Single Submission)
    Sistem OSS kini diintegrasikan dengan Indonesia National Single Window (INSW) dan platform geospasial nasional, memungkinkan pengajuan izin kegiatan sungai secara daring dan terhubung dengan basis data lingkungan serta tata ruang.
  5. Pengawasan Berbasis Kepatuhan
    Pelaku usaha akan diklasifikasikan berdasarkan tingkat kepatuhan terhadap izin lingkungan dan teknis, mulai dari kategori Sangat Baik hingga Tidak Baik. Mekanisme ini mendorong pelaku kegiatan sungai untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dan keberlanjutan.
  6. Penyederhanaan Persyaratan
    Pengajuan dokumen lingkungan seperti Persetujuan Lingkungan (AMDAL atau UKL-UPL) kini terintegrasi penuh di OSS, tanpa perlu proses manual di instansi terpisah.

Keseimbangan antara Kemudahan Berusaha dan Perlindungan Lingkungan

Dalam konteks pengelolaan sungai, penyederhanaan perizinan tidak boleh diartikan sebagai pelonggaran pengawasan lingkungan. Justru, dengan digitalisasi dan sistem berbasis risiko, pemerintah dapat mengidentifikasi kegiatan berisiko tinggi lebih awal dan menerapkan pengendalian yang lebih ketat.

Hal ini sejalan dengan prinsip yang telah diatur dalam PP Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai, yakni bahwa setiap kegiatan di ruang sungai harus menjaga fungsi sungai sebagai penyalur air, pengendali banjir, penyedia habitat alami, dan sumber air bersih bagi masyarakat.

Integrasi OSS dengan sistem informasi geospasial seperti MaSIKIAN memungkinkan pemetaan digital zona sempadan, alur sungai, dan lokasi kegiatan secara akurat. Dengan demikian, pengawasan dapat dilakukan secara kolaboratif, interaktif, dan adaptif, sesuai semangat MaSIKIAN itu sendiri.


Refleksi: Eling lan Waspada di Era Digital

Modernisasi sistem perizinan bukan hanya soal kecepatan, tetapi juga kesadaran kolektif (eling) akan tanggung jawab ekologis di tengah arus pembangunan. Setiap izin yang dikeluarkan harus dipahami sebagai izin untuk menjaga keseimbangan alam, bukan semata izin membangun.

Digitalisasi melalui OSS dan PP 28/2025 harus diiringi dengan spiritualisasi etika lingkungan, sebagaimana filosofi Sadkṛti dan Tri Hita Karana mengajarkan keseimbangan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.

Eling lan waspada — agar kemudahan izin tidak menjadi jalan menuju degradasi lingkungan, melainkan jalan menuju harmoni pembangunan berkelanjutan di Bali dan Indonesia.


Daftar Pustaka

  1. Pemerintah Republik Indonesia. (2025). Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Jakarta: Sekretariat Negara. Diakses dari https://peraturan.go.id pada 9 Oktober 2025.
  2. Pemerintah Republik Indonesia. (2011). Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai. Jakarta: Sekretariat Negara.
  3. Pemerintah Republik Indonesia. (2008). Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air. Jakarta: Sekretariat Negara.
  4. Pusat Pengembangan Kompetensi Sumber Daya Air dan Permukiman. (2024). Modul 3: Peraturan dan Kebijakan Terkait Sungai. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Diakses dari https://sibangkoman.pu.go.id/center/pelatihan/uploads/edok/2024/10/9e8eb_03._Modul_3_Peraturan_dan_Kebijakan_Terkait_Sungai.pdf pada 9 Oktober 2025.
  5. Pemerintah Provinsi Bali. (2023). Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2023–2043. Diakses dari https://jdih.baliprov.go.id/hukum-daerah/detail/312 pada 9 Oktober 2025.
  6. Sistem Informasi Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Tata Ruang Provinsi Bali (Si Mandara Taru Bali). Diakses dari https://linktr.ee/simandaratarubali pada 9 Oktober 2025.

About tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN

View all posts by tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN →