Perumahan tradisional Bali tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, tetapi juga menyimpan makna simbolis yang kuat, terutama berkaitan dengan orientasi kosmologis dan tata ruang. Masyarakat Bali mengatur ruang sesuai dengan konsep sakral dan profan, yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan serta sosial. Berikut adalah penjelasan mengenai aspek simbolik dalam perumahan tradisional Bali:
1. Orientasi Kosmologis
Aspek simbolik utama dalam perumahan Bali fokus pada orientasi kosmologis, yang membedakan kegiatan sakral dan profan. Kegiatan sakral berhubungan dengan ritual dan pemujaan, sementara kegiatan profan mencakup aktivitas sehari-hari dan sosial. Berbagai elemen ruang menunjukkan orientasi kesakralan, antara lain:
- Sumbu Perumahan (Kaja-Kelod): Jalan utama atau sumbu perumahan menghubungkan arah gunung (Kaja), tempat yang sakral, dengan arah laut (Kelod), wilayah yang lebih profan.
- Pura Puseh: Pura leluhur yang terletak di arah Kaja, melambangkan hubungan spiritual dengan leluhur.
- Pura Dalem: Pura kematian yang biasanya berada di arah Kelod, melambangkan akhir dari siklus kehidupan.
- Bale Banjar: Tempat pertemuan masyarakat yang berfungsi untuk berbagai kegiatan sosial.
2. Arah Sakral dalam Perumahan
Orientasi sakral pada perumahan mengacu pada beberapa arah yang bermakna suci. Beberapa di antaranya termasuk:
- Arah ke Gunung (Kaja): Gunung bermakna sebagai tempat bersemayamnya leluhur, sehingga ruang yang bersifat sakral akan menghadap ke arah gunung.
- Sumbu Jalan (Kaja-Kelod): Sumbu ini mengarahkan ruang perumahan mengikuti jalan dari Kaja ke Kelod, menggambarkan hubungan spiritual dengan leluhur dan alam.
- Arah Kaja Kangin: Rumah juga sering diarahkan ke Gunung Agung, yang merupakan gunung tertinggi dan paling suci di Bali.
3. Konsep Sanga Mandala
Konsep Sanga Mandala, yang didasarkan pada kosmologi Nawa Sanga, mengatur orientasi sembilan penjuru mata angin, termasuk pusat. Dari sembilan arah tersebut, orientasi gunung-laut (Kaja-Kelod) dan sumbu matahari terbit-terbenam (Kangin-Kauh) paling dominan. Arah gunung (Kaja) memiliki makna sebagai tempat paling sakral, sedangkan arah laut (Kelod) dianggap lebih profan.
4. Urutan Tingkat Kesakralan Elemen Perumahan
Tingkat kesakralan elemen-elemen perumahan sesuai dengan hierarki kesucian. Elemen-elemen tersebut diurutkan dari yang paling sakral hingga yang paling profan, sebagai berikut:
- Sanggah: Pura keluarga, sebagai elemen paling sakral.
- Pengijeng: Tempat pemujaan kecil di halaman rumah.
- Bale Adat (Bale Gede): Ruang utama untuk pertemuan keluarga dan upacara adat.
- Meten: Ruangan pribadi atau kamar tidur.
- Bale (Ruang Serbaguna): Tempat untuk aktivitas sehari-hari.
- Pawon (Dapur): Tempat memasak.
- Jineng (Lumbung): Penyimpanan hasil pertanian.
- Kandang Ternak: Tempat pemeliharaan hewan.
- Teben (Halaman Belakang): Area paling profan di bagian belakang rumah.

Kesimpulan
Perumahan tradisional Bali tidak hanya menjadi tempat tinggal, tetapi juga mencerminkan keseimbangan antara dunia sakral dan profan. Dengan menggunakan konsep Sanga Mandala dan Tri Hita Karana, perumahan di Bali menggambarkan harmoni antara manusia, leluhur, dan alam. Selain itu, elemen-elemen ruang secara hierarkis untuk mencerminkan nilai-nilai spiritual dan sosial. Sehingga, setiap ruang dan orientasi dalam perumahan Bali memiliki makna mendalam yang memperkuat identitas dan budaya masyarakat Bali.