Perumahan tradisional Bali memiliki tatanan ruang yang tertata berdasarkan morfologi atau struktur fisik kawasan. Kegiatan dalam perumahan ini dikelompokkan ke dalam tiga peruntukan utama, yaitu peruntukan inti, peruntukan terbangun, dan peruntukan pinggiran. Setiap peruntukan memiliki fungsinya masing-masing, yang tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga terkait dengan fungsi sosial dan budaya masyarakat setempat.
1. Peruntukan Inti
Peruntukan inti merupakan bagian utama dalam struktur perumahan, yang sering kali berhubungan dengan kegiatan sosial atau komunal. Pada perumahan yang berpola linear, peruntukan inti biasanya terletak di sepanjang sumbu jalan utama yang menghubungkan rumah-rumah dengan pura desa. Sementara itu, pada perumahan yang berpola perempatan atau Catuspatha, peruntukan inti berada di titik persimpangan jalan. Contoh bangunan dalam peruntukan inti meliputi:
- Jineng (Lumbung Desa): Tempat penyimpanan hasil panen yang juga memiliki nilai sosial.
- Bale Banjar: Tempat pertemuan warga yang berfungsi untuk rapat desa atau kegiatan sosial.
- Wantilan: Bangunan serba guna yang berfungsi untuk upacara adat dan kegiatan masyarakat.
2. Peruntukan Terbangun
Peruntukan terbangun mencakup wilayah yang sudah lama dihuni dan diisi dengan bangunan perumahan. Wilayah ini umumnya merupakan bagian awal dari terbentuknya suatu kawasan perumahan, dan sering kali berada di sekitar peruntukan inti. Bangunan yang terdapat dalam peruntukan terbangun umumnya adalah rumah-rumah keluarga yang sudah ada sejak awal desa didirikan. Wilayah ini mencerminkan pusat aktivitas sehari-hari dari warga desa dan biasanya berfungsi sebagai tempat tinggal utama.
3. Peruntukan Pinggiran
Peruntukan pinggiran terletak di luar wilayah terbangun, tetapi masih dalam kendali desa adat. Wilayah ini sering kali mencakup area yang lebih dekat dengan alam, seperti sawah, ladang, atau kawasan suci yang berhubungan dengan pura. Di beberapa desa adat, Pura Desa atau Pura Dalem juga terletak di peruntukan pinggiran. Meskipun berada di pinggir, wilayah ini tetap memiliki peran penting, baik secara ekonomi maupun spiritual, karena melibatkan sumber daya alam dan hubungan dengan dunia sakral.
Kesimpulan
Aspek morfologis dalam perumahan tradisional Bali mencerminkan struktur sosial dan budaya yang ada dalam masyarakat. Dengan pembagian ruang berdasarkan peruntukan inti, terbangun, dan pinggiran, perumahan tradisional Bali mampu menjaga keseimbangan antara fungsi sosial, spiritual, dan kebutuhan praktis. Sebagai hasilnya, tata ruang perumahan ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, tetapi juga sebagai simbol harmoni antara manusia, alam, dan spiritualitas dalam kehidupan masyarakat Bali.