Analisis Kawasan dan Wilayah Perencanaan Bali: Pembelajaran Pasca Banjir 9–10 September 2025 (lanjutan – bagian rencana aksi kebijakan dan model evaluasi pasca-banjir)

Rencana Aksi Kebijakan dan Model Evaluasi Pasca-Banjir

Peristiwa banjir besar Bali 2025 harus menjadi momentum pembelajaran untuk memperkuat sistem tata ruang yang tangguh terhadap bencana dan perubahan iklim. Berdasarkan hasil analisis kawasan dan wilayah perencanaan sebagaimana diuraikan sebelumnya, berikut adalah rencana aksi kebijakan strategis dan model evaluasi lingkungan pasca-bencana yang dapat dijadikan acuan oleh Pemerintah Provinsi Bali, kabupaten/kota, serta para pemangku kepentingan.


1. Rencana Aksi Kebijakan Spasial dan Lingkungan

a. Penguatan Perencanaan Ruang Adaptif terhadap Risiko Bencana

  • Integrasi Kajian Risiko Bencana ke dalam RDTR dan RTRW.
    Semua dokumen tata ruang harus mengacu pada hasil analisis risiko banjir, longsor, dan kekeringan sebagaimana diatur dalam PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang serta Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2021.
  • Penetapan Koridor Ekologis DAS.
    DAS Ayung, Saba, dan Unda perlu dijaga sebagai koridor hijau strategis dengan ketentuan sempadan yang diperkuat, baik dalam RTRW maupun RDTR digital.
  • Pengendalian Pembangunan di Zona Rawan.
    Pemberian izin pembangunan harus berbasis geospatial risk assessment dan carrying capacity mapping agar tidak memperparah kerentanan kawasan.

b. Restorasi dan Konservasi Lingkungan

  • Program Restorasi DAS dan Sabuk Hijau Kota.
    Pemulihan vegetasi bantaran sungai, pembentukan taman air dan urban retention basin di wilayah perkotaan seperti Denpasar dan Gianyar.
  • Revitalisasi Subak sebagai Infrastruktur Ekologis.
    Mengembalikan fungsi irigasi tradisional subak tidak hanya untuk pertanian, tetapi juga untuk pengendalian limpasan air hujan dan keseimbangan hidrologis.
  • Penyusunan Rencana Induk Konservasi Air dan Tanah (RIKAT).
    Sebagai turunan dari Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) WS Bali–Penida, RIKAT akan mengintegrasikan data kualitas air permukaan, resapan, dan debit alami sungai.

c. Peningkatan Infrastruktur dan Teknologi Mitigasi

  • Modernisasi Sistem Drainase dan Early Warning System (EWS).
    Pemprov Bali bersama BWS Bali–Penida perlu memperkuat sistem peringatan dini hidrometeorologi yang terintegrasi dengan geoportal kebencanaan dan jaringan sensor hujan real-time.
  • Penerapan Infrastruktur Hijau (Green Infrastructure).
    Pembangunan rain garden, permeable pavement, dan eco-park di kawasan perkotaan. Prinsipnya, setiap infrastruktur baru wajib menambah kapasitas resapan air minimal 20% dari total luasan.
  • Digitalisasi Tata Ruang melalui Geoportal Terpadu.
    Mengoptimalkan Sistem Informasi Geospasial Bali (https://geoportal.baliprov.go.id/ atau https://gistarubali.id/) sebagai pusat data spasial publik yang terhubung dengan OSS–RBA dan sistem KLHS daerah.

d. Reformasi Kelembagaan dan Pembiayaan

  • Pembentukan Unit Kerja Lintas Sektor untuk Adaptasi Iklim.
    Dikoordinasikan oleh Bappeda dan Dinas PUPR-PKIM, unit ini menjadi motor sinkronisasi program PSDA, tata ruang, dan lingkungan.
  • Pendanaan Inovatif untuk Restorasi.
    Pemanfaatan Green Climate Fund, CSR Bank Hijau Bali, dan skema Payment for Ecosystem Services (PES) untuk membiayai kegiatan restorasi daerah tangkapan air dan sempadan sungai.

2. Model Evaluasi Lingkungan Pasca-Banjir

Evaluasi pasca-banjir harus dilakukan secara terstruktur dengan pendekatan ilmiah dan partisipatif, untuk memastikan kebijakan yang diambil benar-benar efektif dan berkelanjutan. Model evaluasi berikut disusun dengan menyesuaikan karakteristik ekologis dan sosial Bali.

a. Komponen Evaluasi Utama

Aspek Indikator Evaluasi Sumber Data/Instansi Terkait
Ekologis Perubahan tutupan lahan, tingkat sedimentasi sungai, indeks kualitas air BWS Bali–Penida, Dinas Lingkungan Hidup
Hidrologis Debit puncak dan durasi limpasan banjir, efektivitas infrastruktur drainase Dinas PUPR, BMKG, BRIN
Sosial-Ekonomi Kerugian ekonomi rumah tangga, jumlah penduduk terdampak, pemulihan sosial BPBD, Bappeda, BPS
Kelembagaan Tingkat koordinasi antarinstansi, kecepatan tanggap darurat, efektivitas komunikasi risiko Sekretariat Daerah, BPBD, Camat/Perbekel
Budaya dan Spiritualitas Pemulihan kegiatan adat pasca-bencana, keterlibatan desa adat dalam mitigasi Majelis Desa Adat, Parisada Hindu Dharma Indonesia

b. Tahapan Evaluasi

  1. Inventarisasi Kerusakan dan Dampak – dilakukan 0–30 hari pasca-banjir menggunakan survei geospasial cepat (rapid mapping).
  2. Analisis Sebab dan Pola Banjir – menggunakan model hydro-meteorological simulation dan overlay penggunaan lahan.
  3. Evaluasi Kebijakan dan Respons Institusional – menilai kesesuaian tindakan pemerintah terhadap peta risiko RTRW dan RDTR.
  4. Rekomendasi Rehabilitasi dan Revisi Tata Ruang – hasil evaluasi menjadi dasar revisi RDTR atau penyusunan Rencana Aksi Adaptasi (RAA) daerah.
  5. Pemantauan Jangka Panjang (Long-Term Monitoring) – dilakukan setiap 6 bulan selama 5 tahun untuk menilai efektivitas intervensi restorasi.

c. Model Integrasi Evaluasi (Environmental Performance Index Bali)

Sebagai inovasi kebijakan, disarankan pembentukan Indeks Kinerja Lingkungan Wilayah Bali (Bali Environmental Performance Index – BEPI).
BEPI menjadi alat ukur berbasis indikator spasial dan sosial yang menilai keberhasilan implementasi kebijakan lingkungan, meliputi:

  • Skor ekologi (30%): tutupan vegetasi, kualitas air, stabilitas tanah.
  • Skor sosial (25%): keterlibatan masyarakat dan desa adat.
  • Skor ekonomi (20%): nilai investasi hijau dan keberlanjutan sektor wisata.
  • Skor tata kelola (25%): efektivitas koordinasi dan keterbukaan data spasial publik.

Nilai BEPI yang tinggi menunjukkan tercapainya harmoni pembangunan Bali dalam semangat Jagadhita — kesejahteraan lahir dan batin.


Implikasi Kebijakan untuk Pembangunan Bali

Pelaksanaan rencana aksi dan model evaluasi pasca-banjir ini akan memberi dampak strategis sebagai berikut:

  1. Bali sebagai Laboratorium Hidup Adaptasi Iklim Nasional.
    Dengan kombinasi data geospasial, tradisi ekologis Sad Kerthi, dan partisipasi desa adat, Bali dapat menjadi contoh climate-resilient island bagi provinsi lain.
  2. Peningkatan Efisiensi Investasi dan Ketahanan Ekonomi.
    Pengendalian izin berbasis risiko lingkungan akan mengurangi kerugian akibat bencana, sekaligus menciptakan kepastian hukum bagi dunia usaha.
  3. Revitalisasi Kearifan Lokal dalam Sistem Modern.
    Penggabungan antara Tri Hita Karana, Subak Digital, dan Green Spatial Data Infrastructure menjadi inovasi unik Bali dalam pembangunan berbasis spiritual-ekologis.

Refleksi untuk Kita Semua

Banjir 2025 adalah taksu alam yang menegur manusia.
Air tidak pernah salah; ia hanya mencari jalannya sendiri ketika manusia menutup salurannya.

Seperti pesan Leluhur dalam Bhisama Lontar Batur Kelawasan:

“Hidup harus mengasihi Alam; jika tidak, umur pendek dan kehilangan rahayu.”

Maka, pembangunan Bali masa depan bukan sekadar beton dan angka pertumbuhan, tetapi kesadaran ekologis yang hidupurip yang menguripi, hidup yang memberi kehidupan bagi sesama dan bumi tempat berpijak.


Daftar Pustaka

  1. Kementerian Pekerjaan Umum. (2007). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
    [Diakses dari https://jdih.pu.go.id pada 19 Oktober 2025].
  2. Pemerintah Provinsi Bali. (2023). Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2023–2043.
    [Diakses dari https://jdih.baliprov.go.id pada 19 Oktober 2025].
  3. Kementerian PUPR & BWS Bali–Penida. (2019). Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Wilayah Sungai Bali–Penida.
    [Diakses dari https://sda.pu.go.id pada 19 Oktober 2025].
  4. Dinas PUPR–PKIM Provinsi Bali. (2021). Status Air di Bali 2021.
    [Diakses dari https://bwsbapen.pu.go.id pada 19 Oktober 2025].
  5. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. (2024). Bali dalam Angka 2024.
    [Diakses dari https://bali.bps.go.id pada 19 Oktober 2025].
  6. Lontar Batur Kelawasan. (tanpa tahun). Bhisama Tentang Gunung dan Laut.
    Tradisi lisan masyarakat Batur, Kintamani.

About tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN

View all posts by tarubali PUPRKIM Prov. Bali MaSIKIAN →