Pendahuluan
Bali sebagai pulau kecil dengan kepadatan penduduk tinggi, dinamika pariwisata global, dan sistem ekologi yang unik berbasis filosofi Tri Hita Karana, kini menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan ruang dan lingkungan. Banjir besar yang melanda sejumlah wilayah di Bali pada 9–10 September 2025 telah menjadi peringatan ekologis dan spiritual yang mengguncang kesadaran kolektif masyarakat Bali.
Peristiwa tersebut tidak semata akibat cuaca ekstrem, namun juga refleksi dari tekanan pembangunan yang kurang memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Penggunaan lahan yang tidak terkendali, alih fungsi ruang terbuka hijau menjadi permukiman dan infrastruktur wisata, serta terganggunya sistem hidrologi alami memperparah dampak hidrometeorologis di berbagai daerah.
Dalam konteks ini, analisis kawasan dan wilayah perencanaan sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) menjadi penting sebagai instrumen untuk memahami kondisi sosial, ekonomi, dan ekologis Bali secara menyeluruh. Kajian ini juga mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2023 tentang RTRW Provinsi Bali Tahun 2023–2043, serta dokumen Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Wilayah Sungai Bali–Penida 2019 dan laporan Status Air di Bali 2021 yang menunjukkan tren penurunan kualitas dan kuantitas air permukaan di sejumlah daerah aliran sungai.
Analisis Kawasan dan Wilayah Perencanaan Bali
Analisis kawasan dan wilayah perencanaan merupakan proses untuk mengidentifikasi, menganalisis, memetakan, dan mengapresiasi konteks lingkungan serta nilai lokal dari suatu wilayah perencanaan. Dalam konteks Bali, proses ini harus menyeimbangkan antara dimensi ekologis, sosial, budaya, dan ekonomi.
1. Aspek Sosial dan Kependudukan
Pertumbuhan penduduk Bali mencapai lebih dari 4,5 juta jiwa (BPS, 2024) dengan kepadatan tertinggi di Denpasar, Badung, dan Gianyar. Urbanisasi dan migrasi tenaga kerja ke wilayah pariwisata menyebabkan tekanan ruang dan menurunnya kualitas lingkungan permukiman. Tradisi desa, kala, patra yang dahulu menjaga keseimbangan ruang kini terdesak oleh kebutuhan ekonomi dan gaya hidup modern.
Banjir 2025 menunjukkan ketidaksiapan sosial terhadap bencana, di mana kesadaran mitigasi dan kesiapsiagaan masyarakat belum terintegrasi secara kuat dalam sistem perencanaan wilayah.
2. Aspek Ekonomi dan Investasi
Bali masih sangat bergantung pada sektor pariwisata (lebih dari 50% PDRB). Struktur ekonomi yang monosektor membuat ketahanan daerah terhadap krisis lingkungan dan global menjadi rentan.
Sektor pertanian yang merupakan penyangga ekologi (subak) mengalami penyusutan lahan akibat alih fungsi, sementara industri kreatif dan UMKM berbasis budaya lokal belum sepenuhnya menjadi arus utama pembangunan ekonomi daerah.
Pasca banjir, kerugian sektor wisata diestimasi mencapai ratusan miliar rupiah, terutama di Sanur, Ubud, dan Tabanan, menunjukkan pentingnya diversifikasi ekonomi hijau dan berbasis ekosistem.
3. Aspek Fisik dan Lingkungan
Berdasarkan Status Air Bali 2021, sejumlah DAS (seperti Ayung, Badung, dan Saba) mengalami degradasi daya tampung akibat sedimentasi dan pencemaran limbah domestik. Daya dukung fisik wilayah mulai melemah, terutama di kawasan pesisir dan daerah tangkapan air Danau Batur dan Buyan–Tamblingan.
Laporan Rencana PSDA WS Bali–Penida (2019) menunjukkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan air yang berpotensi menimbulkan konflik spasial di masa depan. Kerentanan banjir, longsor, dan kekeringan meningkat akibat degradasi vegetasi dan perubahan tata guna lahan yang tidak sesuai RTRW.
4. Aspek Legal dan Konsolidasi Lahan
Kepastian hukum terhadap kepemilikan dan fungsi lahan masih menjadi persoalan mendasar dalam penataan ruang Bali. Sejumlah kawasan konservasi dan sempadan sungai masih mengalami tumpang tindih perizinan. Pelaksanaan peraturan seperti Pasal 93 Perda Bali No. 2 Tahun 2023 terkait zonasi kawasan pertambangan dan energi serta pembatasan kegiatan pertambangan pasir laut perlu dievaluasi agar tidak berdampak negatif terhadap ekosistem pesisir dan keseimbangan bentang alam.
5. Aspek Prasarana dan Fasilitas Lingkungan
Infrastruktur air, sanitasi, dan drainase di beberapa kabupaten masih belum memadai. Sistem drainase perkotaan yang tidak terintegrasi dengan jaringan alam menyebabkan air hujan tidak dapat meresap optimal ke tanah.
Selain itu, kapasitas infrastruktur hijau seperti biopori, taman kota, dan ruang terbuka publik masih terbatas. Pembangunan infrastruktur seharusnya mempertimbangkan aspek mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim.
6. Kajian Historis dan Nilai Lokal
Secara historis, masyarakat Bali memiliki sistem tata ruang berbasis Tri Mandala dan Tri Angga yang mengatur kesakralan ruang dan hirarki aktivitas manusia terhadap alam. Namun, nilai-nilai tersebut mulai luntur dalam praktik perencanaan modern.
Kawasan seperti Kintamani, Uluwatu, dan Besakih menyimpan nilai historis dan spiritual tinggi yang perlu dijaga dari eksploitasi berlebihan.
Prinsip Analisis dan Metode SWOT
Analisis kawasan dapat diperkuat melalui metode SWOT untuk mengidentifikasi potensi dan risiko pembangunan ruang di Bali.
Faktor | Deskripsi |
---|---|
Strength (Kekuatan) | Kekayaan alam dan budaya, sistem subak, dukungan masyarakat adat, potensi pariwisata spiritual dan ekowisata. |
Weakness (Kelemahan) | Ketergantungan ekonomi pada pariwisata, lemahnya penegakan hukum tata ruang, degradasi DAS, dan urbanisasi tanpa kendali. |
Opportunity (Peluang) | Penerapan ekonomi hijau, digitalisasi sistem penataan ruang (SIMTARU), dan sinergi lintas kabupaten untuk konservasi sumber daya air. |
Threat (Ancaman) | Perubahan iklim global, bencana alam seperti banjir dan longsor, serta alih fungsi lahan pertanian menjadi properti komersial. |
Analisis SWOT ini menegaskan bahwa masa depan Bali harus diarahkan pada keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan konservasi ekologi melalui kebijakan berbasis data geospasial dan kearifan lokal.
Implikasi terhadap Pembangunan Bali
- Penataan Ruang Adaptif terhadap Bencana
Banjir 2025 menjadi dasar revisi prioritas pembangunan infrastruktur hijau dan sistem drainase terpadu berbasis DAS. - Penguatan Ketahanan Air dan Energi
Diperlukan integrasi kebijakan PSDA dengan RTRW serta pengendalian eksploitasi sumber air di kawasan suci dan pertanian. - Revitalisasi Sistem Subak dan Desa Adat
Desa adat perlu diberi peran formal dalam pengendalian pemanfaatan ruang dan pengawasan lingkungan. - Pemanfaatan Data Geospasial Terpadu
Implementasi One Spatial Data Policy penting untuk memastikan konsistensi antara RTRW, RDTR, dan kebijakan investasi. - Keseimbangan Ekonomi–Ekologi–Spiritual
Pembangunan Bali masa depan harus memadukan nilai Sad Kerthi sebagai pedoman pelestarian alam dan kesejahteraan masyarakat.
Refleksi untuk Kita Semua
Banjir Bali 2025 bukan sekadar peristiwa alam — ia adalah panggilan kesadaran.
Kita diingatkan bahwa pembangunan tanpa keseimbangan akan memutus hubungan suci antara manusia, alam, dan Hyang Widhi.
Seperti pesan dalam Bhisama Lontar Batur Kelawasan:
“Jagalah gunung dan laut; keduanya sumber kesucian dan pembersihan alam semesta.”
Kini saatnya Bali menata kembali ruangnya dengan rasa, taksu, dan ilmu. Menata ruang bukan hanya membangun fisik, tetapi membangun kesadaran kolektif bahwa hidup yang sejati adalah urip yang menguripi — hidup yang menghidupi alam, bukan menghabisinya.
Daftar Pustaka
- Kementerian Pekerjaan Umum. (2007). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
[Diakses 19 Oktober 2025]. - Pemerintah Provinsi Bali. (2023). Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2023–2043.
https://jdih.baliprov.go.id (Diakses 19 Oktober 2025). - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (2019). Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Bali–Penida.
https://sda.pu.go.id (Diakses 19 Oktober 2025). - Dinas PUPR Provinsi Bali & BWS Bali–Penida. (2021). Status Air di Bali 2021.
https://bwsbapen.pu.go.id (Diakses 19 Oktober 2025). - Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali. (2024). Bali dalam Angka 2024.
https://bali.bps.go.id (Diakses 19 Oktober 2025). - Lontar Batur Kelawasan. (n.d.). Wejangan Leluhur tentang Gunung dan Laut sebagai Sumber Kesucian Alam Semesta. Tradisi lisan masyarakat Batur.